Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, guru saya selalu menceritakan bahwa Indonesia adalah paru paru dunia. Hutan terbentang luas bak permadani hijau. Ada juga yang menyebutnya untaian zamrud khatulistiwa.
Namun, kondisi hutan di Indonesia hari sangat berbeda sangat. Hutan gundul ada dimana mana, dan hanya diperlukan waktu sekejap untuk merusak kelesatrian puluah hekat hutan. Di awal pemberlakuan moratorium hutan, ada secercah harapan untuk membenahi keadaan. Moratarium hutan ini diatur lewat Instruksi Presiden (Inpres) No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Inpres ini bertujuan untuk melindungi kawasan hutan dari pengerusakan. Sayang, masa berlaku dari Inpres yang mengatur moratorium tinggal satu bulan kedepan. Dan belum banyak hasil yang signfikan yang dicapai. Karena menurut saya untuk mengembalikan dan melindungi hutan diperlukan waktu lebih dari setahun. Selain itu diperlukan konsistensi dengan langkah dan penerapan yang berkesinambungan untuk memenuhi indikator.
Sebagai suatu produk hukum, Inpres yang mengatur moratorium ini terhitung lemah. Ia hanya terbatas pada pengaturan penundaan penerbitan izin baru. Rentang waktu berlakunya regulasi ini tergolong sangat singkat, yaitu dua tahun. Maka, sudah sepantasnya bila moratorium hutan ini lebih diperkuat agar menyentuh hal yang substansial sebagai suatu perlindungan terhadap hutan. Moratarium juga hendaknya diperjelas berlaku untuk hutan yang mana saja. Karena ada beberapa hutan yang berdampingan dengan pemukiman penduduk.
Idealnya, pembahasan untuk perpanjangan moratorium ini segera dibahas. Jika dibiarkan terdapat jeda, maka pemerintah dapat menerbitkan izin. Kendatipun jeda hanya satu bulan Karena jika, jika dianggap menguntungkan bukan tidak mungkin dapat dikeluarkan banyak sekali izin tanpa diseleksi dengan ketat. Jika demikian, moratorium yang hampir genap dua tahun ini tidak dirasakan manfaatnya. Hanya buaian sesaat untuk kalangan yang peduli pelestarian lingkungan.
Pada akhirnya bila berbicara regulasi kita kembali lagi pada Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal 33 (ayat 3) UUD 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Maka, mari utamakan kepentingan masyarakat untuk menikmati manfaat hutan yang lestari. Dari sekadar keuntungan industri yang tidak menerapkan green economy. Karena pada akhirnya hamparan permadani hijau di Indonesia adalah hak kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H