Biaya kuliah yang melambung tinggi ditambah dengan biaya hidup yang meningkat, menimbulkan pertanyaan penting, akankah pendidikan dengan biaya tinggi menjadi investasi yang layak atau justru akan menambah beban?Â
Setiap orang tua menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Segala macam cara pun ditempuh, termasuk berhutang. Penyebabnya adalah UMR yang tidak mencukupi biaya keseharian dan biaya pendidikan bagi sebagian orang. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata UMR di Indonesia sekitar 2 sampai dengan 5 juta perbulan(Jawa dan luar jawa). Sementara biaya pendidikan anak di universitas, dilansir dari berbagai sumber, bisa mencapai 10 juta per semester. Situasi ini membuat banyak orang tua merasa tertekan. Mereka harus bekerja lebih keras atau bahkan berhutang demi memastikan anak-anak mereka bisa melanjutkan pendidikan tinggi. Di Tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu, hal ini tentu semakin memperberat beban mereka.Â
Realitas Biaya Pendidikan di Indonesia
Biaya pendidikan di universitas ternama memang bisa membuat dompet menjerit. Selain biaya masuk yang bisa mencapai puluhan juta rupiah, biaya per semester juga tidak murah. Sebagai contoh, dilansir dari solopos, Universitas Gadjah Mada (UGM) memiliki dua program UKT: pendidikan unggul dan pendidikan unggul bersubsidi. UKT pendidikan unggul berkisar antara Rp7,6 juta hingga Rp24,7 juta per semester, sementara UKT bersubsidi mulai dari Rp0 hingga Rp18,52 juta. Jalur mandiri di UGM bahkan bisa mencapai Rp20 juta per semester.
Di Universitas Indonesia (UI), salah satu kampus favorit, biaya UKT juga tinggi. Untuk Program S-1 Reguler, UI menetapkan UKT sebesar Rp7,5 juta per semester untuk jurusan saintek, dan jalur mandiri bisa mencapai Rp25,2 juta per semester. Universitas Padjadjaran (Unpad) menetapkan UKT untuk jalur SNBP dan SNBT antara Rp500 ribu hingga Rp24 juta, sedangkan jalur mandiri mulai dari Rp6 juta hingga Rp20 juta.
Namun, UKT yang tinggi bukan satu-satunya beban bagi mahasiswa. Ada berbagai komponen lain yang menambah biaya. Misalnya, mahasiswa kedokteran atau teknik seringkali harus membayar biaya tambahan untuk laboratorium dan alat-alat khusus yang digunakan selama studi mereka. Tidak hanya itu, beberapa program studi juga mewajibkan mahasiswa untuk mengikuti seminar, workshop, atau kegiatan lapangan yang biayanya bisa sangat tinggi.
Dengan berbagai biaya ini, tidak heran jika banyak keluarga merasa tertekan. Meskipun biaya pendidikan tinggi dapat dilihat sebagai investasi untuk masa depan, banyak yang bertanya-tanya apakah biaya yang begitu tinggi sepadan dengan fasilitas dan kualitas pendidikan yang mereka terima?
Kesenjangan Antara UKT dan fasilitas yang disediakan
Salah satu problematika serius yang dihadapi oleh mahasiswa dan orang tua adalah kesenjangan antara tingginya UKT dan fasilitas yang disediakan oleh universitas. Banyak mahasiswa merasa bahwa fasilitas kampus tidak sebanding dengan biaya yang harus mereka bayarkan.Â
Mengutip dari CNN Indonesia, salah seorang mahasiswa, Â Pace (bukan nama sebenarnya), mengaku mendapat UKT golongan 7 dengan besaran sekitar Rp7 juta. "Rp7 juta itu enggak sebanding dengan apa yang saya kira itu fasilitasnya. Saya nanya ke kakak tingkat, ternyata UKT sebelumnya enggak sebesar itu", ujarnya.
Pace bukan satu-satunya yang merasakan hal ini. Banyak mahasiswa lain yang juga kecewa karena fasilitas kampus, seperti laboratorium, perpustakaan, dan layanan lainnya yang tidak ditingkatkan seiring dengan naiknya biaya UKT.