Â
               Press Release
Candradimuka Melawan "Tolak RKUHP"
Rancangan Kitab Undang-Undang Pidana(RKUHP) identik dengan orang berseragam dan jeruji besi. RKUHP tampil dengan wajahnya yang bengis: melarang, merepotkan, memenjarakan, menindas. Padahal, seharusnya, hukum tak seseram imajinasi umum itu. Sebab, hukum, dalam makna asali nya, juga berarti hak seperti makna recht dalam bahasa Belanda, juga Jerman. Begitu juga dalam bahasa Latin, IUS, hukum tak hanya merujuk pada sanksi, tapi juga hak.
Ekor kolonialisme, bisa jadi, yang membentuk citra tentang hukum yang menyeramkan itu. Pemerintah kolonial memang memakai hukum untuk kelancaran perdagangan di Hindia Belanda. Bukan hanya aturan perdagangan dan kontrak, berbagai transaksi juga hanya bisa lancar bila penduduk Hindia Belanda tertib.
Akibatnya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dibawa ke sini diterapkan dalam konteks pengekangan kebebasan, struktur pemerintahan dibuat untuk membungkam segala suara yang tak sejalan dengan pemerintah. Ini yang menggambarkan pemerintahan kita antara ekskutif dan legislatif yang menutup diri bahwa rakyat tidak menghendaki RKUHP itu di sahkan seperti  pada tahun 2019 sempat di tunda dan hari ini mau di sahkan dengan tidak ada perubahan dalam pasal pasal karet yang mengancam demokrasi kita.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Pemerintah menutup telinga dari beragam tuntutan dan penolakan berbagai koalisi masyarakat sipil, akademisi dan mahasiswa terhadap pasal-pasal dalam RUKHP. Sehingga dirasa sangat perlu agar dibuka ruang untuk perubahan substansial RKUHP yang tidak hanya melibatkan ahli hukum pidana namun juga melibatkan multi stakeholder dan ahli luas yang sektornya akan terdampak seperti ahli ekonomi/bisnis, kesejahteraan sosial, kesehatan masyarakat, kriminologi dan ilmu relevan lainnya, serta masyarakat sipil guna menjamin adanya evaluasi komprehensif berbasis data dan agar pembahasan RKUHP sesuai dengan asas-asas negara demokrasi
 Problematika yang ada dalam beberapa pasal-pasal karet RKUHP, merupakan dekolonisasi sebagai sarana untuk menghilangkan rasa kolonial atau karya anak bangsa. Namun dalam pasal-pasal RKUHP masih,  mempertahankan bentuk pasal-pasal  kolonial yang sangat mengancam demokrasi.
Contohnya, kebebasan berpendapat dalam bersuara seperti (pasal  351 ayat 1)penghinaan terhadap pemerintahan dan pasal 218 dan 219 tentang  penyerangan harkat dan martabat presiden,  Padahal Presiden bukan harus di istimewa kan seperti halnya dengan raja atau otokrasi berbeda dengan demokrasi. Dan begitupun penghinaan terhadap lembaga relasinya memang sengaja di atur untuk memisahkan antara rakyat  dan lembaga pemerintahan, pasal ini tidak sesuai dengan. Asas (equality before the law) Prinsip persamaan di hadapan hukum sebenarnya dibuat dengan tujuan menekankan pembatasan tindakan penguasa, bukan untuk mengatakan bahwa semua orang bisa mengakses hukum dengan mudah. Perempuan, anak, penyandang disabilitas, mereka yang miskin, dan kelompok rentan lain tidak memiliki suara yang sama dengan mereka yang punya akses terhadap kekuasaan, pendidikan, dan informasi.Dan terdapat 73 pasal dalam RKUHP yang masih bermasalah, dan  terdapat 14 pasal yang sangat kontroversial diranah publik, kita tidak punya modal demokrasi lagi jika RKUHP membatalkan hak dalam demokrasi. Dan semua bisa kena dampak dari RKUHP seperti petani,buruh,mahasiswa,wartawan dan pers
Sejak keran demokrasi terbuka pasca reformasi 1998, kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat menjadi hal yang lumrah dan tak lagi dikebiri. Kritikan pedas yang mengarah kepada penghinaan kepala negara pun tak lagi termasuk kategori kriminal., dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut pasal 134, 136 bis, dan 137 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghinaan terhadap presiden. Namun sekarang, pemerintah justru menghidupkan kembali pasal tersebut.
Dengan berbagai beberapa permasalahan tersebut, maka kami dari CANDRADIMUKA MELAWAN RKUHP menuntut :
1. TOLAK RKUHP
2. MEMBERI KARTU KUNING PEMERINTAHAN JOKOWI DAN MA'RUF AMIN
3. Â MENCOPOT WAMENKUMHAM