Dengan alat dan bahan yang masih sederhana, saya penasaran dengan cara orang dulu bikin camilan. kudapan, atau pengganjal perut yang enak. Tidak heran, saya meluntjur ke buku-buku resep Belanda jadul, yang menariknya ikut menyisipkan kudapan khas Indonesia yang banyak dijumpai sekarang atau malah  nama makanannya baru saya dengar saat saya mengetik coretan unfaedah ini, seperti kwee koetjie koetjie (dari beras ketan klo nggak salah), caras-caras, atau kwee mentok (adonan tepung isi ayam, tapi bukan lemper atau semar mendem).
Melihat komposisi bahan  makanan unik Indonesia barusan, rasanya tidak sulit untuk mengolah menu bernama unik tersebut, terlebih di era sekarang yang konon peralatannya lebih memadai, mengingat semua bahan bisa diproses secara elektrik.
Yang menarik justru resep kue, biskuit, dan terutama roti-rotian yang konon butuh bahan pengembang macam ragi, baking powder, baking soda, dan sebagainya dengan beragam fungsi masing-masing.
Ketika menengok resep-resep menu barusan, ada beberapa hal menarik yang bisa saya temukan dari sana.
Pertama, komposisi bahan kudapan-kudapan tersebut nggak jauh-jauh dari tepung terigu (meel/bloem), telur (ei), mentega (boter), gula (suiker) , susu (melk), Â kismis (krenten), atau amandel yang kirain ada di tenggorokan yang ternyata tidak lain adalah badam atau kacang almond.
Menilik komposisi resep tradisonal  kudapan tersebut yang mencampurkan tepung terigu dengan "legen" yang boleh jadi merujuk pada minuman tradisional manis (sesuai arti dari asal kata "legen" yaitu "legi" dalam Bahasa Jawa) atau malah bisa diterjemahkan sebagai "kosong" dalam Bahasa Belanda (koreksi jika terjemahan atau penafsiran saya rada keliru), pikiran saya lantas terbang ke Toko Roti Tradisional Tertua di Indonesia, Toko Roti Go, yang ada di kampung saya, yang membawa-bawa kata "legen" untuk nama roti-rotinya seperti roti kacang, bluberi, coklat, pisang, atau keju yang entah/ konon memakai legen pada proses pembuatannya (perlu diriset juga) mengingat sejak baheula  nama legen disematkan pada roti-roti yang disajikan lebih siang untuk membedakan dengan roti  yang  matang lebih pagi yang punya tekstur  lebih liat.Â
Masih mengacu pada toko roti yang sama, saya juga baru ngeh klo ternyata amandel berarti badam, karena selama ini, saya justru mendapati butiran-butiran suuk eh kacang tanah yang tidak pelit ketika mencicipi pastri isi kacang nan padat ketika menikmati roti amandel yang isian kacangnya dibuat dari roti matang pagi atau siang yang belum sempat terjual   namun digilas lagi  dengan tambahan gula, kacang, dan sedikit coklat.  Â
Tradisi penamaan roti-rotian khas Go memang rada nyeleneh. Roti kesukaan sejuta umat, kopibrood justru sama sekali tidak menyisipkan kopi dalam proses pembuatannya, melainkan memakai isian yang serupa amandel dengan porsi coklat yang lebih banyak sehingga rotinya berasa padat dan melimpah.Â
Di negeri asalnya sana, nama koffiebroodjes (penulisan ala Belandanya kayaknya begini), merujuk pada  pastri gulung isi kismis yang boro-boro juga menyertakan kopi dalam bahan pembuatannya.Â
Penamaan pastri seletart juga entah datang dari mana. Ngomong-ngomong tentang kudapan tempo doeloe, entah kenapa saya jadi pengen nyicipin ontbijkoek, bolu dengan bumbu spekoek dan parutan jeruk lemon, dan kadang ditaburin kacang tanah yang meski kadang seret di tenggorokan, punya rasa yang nagih.
Saya juga jadi pengen nyicip lidah kucing (kattetongen) yang tidak terlalu manis dan begitu digigit langsung ambrol begitu dicomot dari toplesnya satu per satu sampe abis #eh
*Ilustrasi Colombijntjes sepenuhnya milik mbak JEANNETTE KOOCKT (jadi nggak masalah klo selepas ini dihapus admin)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H