Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Yang Tertinggal dari Coretan Mengenai Atlanta Hawks

2 Oktober 2023   21:30 Diperbarui: 3 Oktober 2023   09:13 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum melangkah ke coretan mengenai profil tim terakhir Washington Wizard, saya ingin memastikan  profil tim NBA abal-abal saya ini sudah mencakup pembahasan mengenai gambaran umum tiap tim dan ciri khas mereka masing-masing, meski sangat nggak mustahil banyak detail yang mungkin terlewat atau meleset.

Kebetulan, ternyata setidaknya ada profil dua tim, yang belum saya bahas secara singkat, padat, dan (tidak) jelas yaitu Atlanta Hawks dan Golden State Warriors, terutama tentang bagaimana tim tersebut tumbuh dan berkembang di awal-awal mereka berdiri, yang boleh jadi berpengaruh terhadap cara bermain atau profil pemain muda yang mereka pilih lewat draft, meski harus diakui, gaya permainan tim yang sedang naik daun juga mempengaruhi itu semua.

Duet Pettit (9) dan Hagan (16)

Saya merasa perlu menengok kembali profil Hawks lantaran ketika saya mulai membuat coretan abal-abal ini saya hanya membandingkan gaya bermain Hawks era Al Horford dan Jeff Teague yang fenomenal dengan era Trae Young-John Collins yang secara profil (tadinya) mirip, dengan tetap mengakomodasi gaya permainan era kekinian yang mengandalkan skema permainan tiga angka.

Profil tersebut sebenarnya dirasa cukup jika Hawks tidak memiliki sejarah panjang dalam perkembangan NBA, di mana Hawks yang sempat bermarkas di Milwaukee dan St. Louis sudah mewarnai perkembangan NBA sejak tahun 1949 (semoga profilnya paling pol antara tiga sampai empat halaman word doang syukur kurang).

Jujur, sebelum membuat coretan ini, saya nggak ngeh jika Atlanta merupakan kota yang sibuk, dengan banyak hunian dan real estate mahal, dan kehidupan malam yang meriah, dan bukan kebetulan juga jika Tom Cousins, mantan pemilik Hawks juga merupakan pengusaha real estate klo tidak salah. 

Terlebih tim NBA di kota yang sibuk biasanya cenderung ancur-ancuran, atau hanya bagus di era awal saja.

Beruntung Cousins merupakan pemilik tim lumyan serius membangun  tim. Kala itu Cousins yang berinisiatif memindahkan Hawks dari St Louis, kota yang dikenal dengan pub, awal mula taman kanak-kanak, dan contong es krim, ke Atlanta yang kala itu sedang berkembang berikut yang turut membuka peluang Cousins untuk membangun stadium, Omni Complex yang kelak lebih dikenal sebagai CNN centre dan Philips Arena. #strategi bisnisnya boleh juga.

Perpindahan tersebut boleh jadi berisiko mengingat meski prestasi Hawks relatif stabil (bahkan hingga saat ini), tidak semua masyarakat Atlanta antusias dengan Hawks (bahkan hingga saat ini) mengingat mereka tidak memiliki ikatan emosional dengan St Louis Hawks yang menjadi juara NBA 1958, berkat permainan mengalir forward merangkap center lincah Bob Pettit yang kerap mendapat suplai bola atau screen dari Cliff Hagan di pojokan setelah menerima umpan dari guard Slater Martin atau Jack Mcmahon.

Menariknya dengan jump shot yang bagus, Pettit bukan cuma jago memasukkan bola membelakangi jaring tetapi juga melepaskan umpan, ketika seolah sedang menembak pada forward Jack Coleman atau dua guard tadi yang bergerak tanpa bola melintasi jaring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun