Â
Mungkin saja berkat prinsip tersebut Miami Heat bisa mencapai final NBA enam kali (2006, 2011, 2012 2013, 2014, dan 2020), di mana tiga di antaranya berbuah tropi juara NBA.Â
Kebetulan di bawah kepemimpinan presiden Heat sampai saat ini, Pat Riley ( yang sempat merangkap jabatan menjadi pelatih saat Heat meraih cincin juara pertama kali pada tahun 2006), penampilan Heat relatif stabil.
Riley sendiri mulai menjadi pelatih sejak Stan Van Gundy mundur lantaran rekor lantaran rekor menang kalah yang kurang meyakinkan, meski sudah diperkuat maskot tim Dwayne Wade yang telah berduet dengan juara NBA tiga kali Shaquille O'Neal yang sejak tahun sebelumnya.Â
Meski baru melatih sejak bulan desember 2005, Di bawah tangan dingin Riley, Heat langsung menjadi juara di akhir musim, berbekal pemain-pemain seperti playmaker kreatif Jason Williams, scorer Dwyane Wade, forward legendaris mereka (yang sampai detik ini belum pensiun) Udonis Haslem, forward merangkap shooter paten Antonie Walker dan tentu saja Shaq.Â
Komposisi Heat makin menjanjikan karena di bangku cadangan mereka masih diperkuat legenda Seatle Supersonic, playmaker tangguh Gary Payton Sr, shooter James Posey (dan Jason Kapono), serta legenda Heat Alonzo Mourning. Â
Channel: Jaylen ScottÂ
Saat itu, Â Miami Heat mengandalkan akurasi jumpshot Wade dan kemampuan O'Neal dalam membuka ruang di bawah jaring. Maklum di masanya, Shaq nyaris seng ada lawan, dan mesti dijaga minimal satu pemain.
Channel: ABC Playoff highlightÂ
Saat mengandaskan Dallas Mavericks di final pun, andai posisi Wade terhalang, ia masih bisa mengoperkan bola ke Antoine Walker atau Gary Payton yang berdiri dalam posisi bebas.
Sayang, selepas final tahun 2006, Heat mesti menunda ambisi juara seiring rentan cederanya Shaq (akibat tungkai bawah yang tidak lagi mampu menyangga berat badan Shaq yang lumayan aduhai).
Meski tak lagi meraih juara pada kesempatan berikutnya, bukan berarti ambisi mereka padam. Setelah hanya berhasil menjadi penggembira pada play off 2010, Riley berinisiatif mendatangkan mendatangkan Lebron James yang empat musim sebelumnya melaju ke final bersama Cavaliers untuk mendampingi Wade.Â
Untuk memaksimalkan kualitas fisik dan visi Lebron, Riley juga mendatangkan penembak jitu Shane Battier, Mike Miller, dan Ray Allen.Â
Bukan hanya itu, untuk mengamankan bawah jaring, Heat  mendatangkan Chris Bosh dan Chris Anderson.
Channel: GD HighlightÂ
 Dengan komposisi yang meyakinkan tersebut, Riley membekali pelatih Heat, Eric Spoelstra (mantan video coordinator sekaligus calon suksesor Riley kelak), para pemain yang ikut membawa Heat menjadi juara NBA pada tahun 2012 dan 2013.Â
Bukan hanya dibekali komposisi pemain yang teruji kualitasnya, komposisi juara Heat juga dihuni playmaker berbakat Norris Cole, yang siap bermain konsisten dari bangku cadangan. Â
Channel: Â Just Hoops Â
 Â
Channel: Hoops with NickÂ
Meski sempat dilabeli pemain paling beruntung lantaran langsung menjadi juara NBA di awal karir, kegemilangan Cole sebagai playmaker memudar setelah Heat masuk final empat kali beruntun. Terlepas dari itu, Miami Heat mulai dikenal sebagai penemu bakat terpendam yang kadang tidak terlihat dari draft.
Kesan tersebut menguat, selepas Miami tidak lagi diperkuat Lebron, di mana sembari menunggu pemain senior bergaji besar menyelesaikan masa kontrak, mereka bisa mengorbitkan pemain-pemain dengan skill yang khas, tapi tidak dilirik tim lain, lantaran skill mereka yang tidak seimbang. Sebut saja raja shot blocker Hassan Whiteside (yang sayang kurang kreatif), guard serbabisa meski tidak terlalu menonjol Josh Richardson, penembak jitu Wayne Ellington (yang kurang jago defense), serta guard yang lumayan produktif Dion Waiters.Â
Di luar nama-nama itu, pada tahun 2015, lewat draft urutan nomor 10, Heat sempat memilih rookie Justice Winslow, pemain yang digadang-gadang menjadi defender sekaligus penembak jitu jempolan sesuai kebutuhan NBA masa kini. Sayang sampai sekarang Winslow belum bisa mengembangkan potensi terbaiknya sebagai penembak jitu (meski defense dan visinya ikut berperan penting dalam kebangkitan Portland Trail Blazers musim ini).
Dengan dikomandoi Winslow dan scorer Goran Dragic, Â potensi para pemain yang nyaris tidak dilirik tim lain tersebut mampu berkembang secara optimal, karena masing-masing pemain memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Channel: JW MaximumÂ
 Dengan komposisi tersebut mereka nyaris menembus babak playoff pada tahun 2018, dan baru mewujudkannya semusim kemudian, terutama ketika mereka diperkuat rookie Bam Adebayo.
Meski tampil menjanjikan, di play off kala itu, penampilan mereka langsung terhenti di putaran pertama oleh penampilan Philadelphia 76ers yang diperkuat duet yang tengah naik daun Ben Simmons dan Joel Embiid.
Menyadari timnya membutuhkan pemimpin di dalam dan di luar lapangan, Pat Riley lantas mendatangkan Jimmy Butler yang terkenal mampu menularkan hobinya memaksimalkan kondisi fisik di luar dan di dalam lapangan.
Berkat kepemimpinan, Â visi, kekuatan fisik, serta akurasi tembakan dua Butler angka yang prima, Heat dikenal sebagai tim yang tangguh, cair serta sempat menjadi tim dengan presentase (urutan ketiga dari 30 tim) dan kemampuan defense tembakan tiga angka (urutan kedua di bawah Boston Celtics dari 30 tim musim lalu) dengan sama baiknya. Meski pemain seperti Bam Adebayo dan Jimmy Butler tidak dikenal sebagai penembak jitu (meski akurasi tembakan tiga angka Butler justru membaik ketika tim berada dalam tekanan).Â
Kunci permainan Heat ada pada kegigihan pemain untuk senantiasa bergerak, baik untuk mencari ruang atau menutup pergerakan pemain lawan. Terlebih Bam Adebayo juga menjelma menjadi point center, yaitu center yang bisa bermain sebagai playmaker, misal dengan melakukan kerja sama satu dua dengan para shooter yang mendekati Bam di area tiga angka, yang perannya mirip mantan pemain Heat Kelly Olynyk yang kini memperkuat Jazz saat ini.
Dengan visinya yang bagus dan kekuatan fisik yang prima, Adebayo bukan hanya mampu mengumpankan bola ke pemain yang bergerak dari area tiga angka, tetapi juga menyelesaikan umpan lewat jump shot, lay up, dan cocoran bola andai kata umpan Adebayo tadi dikembalikan ke Adebayo (yang berlari mendekati jaring) oleh penerima umpan.Â
Sayang, meski memiliki lompatan dan jump shot lumayan, finishing Adebayo tersebut tidak selamanya efekif, terutama jika bawah jaring lawan dijaga oleh pemain yang lebih kokoh.Â
Dengan mengandalkan kekuatan fisik prima. Serudukan Bam akan lebih efektif jika ia menerima bola sambil berlari dari belakang.
Kelebihan Adebayo tersebut bisa berkembang dengan baik lantaran seperti musim-musim sebelumnya, Heat tetap diperkuat pemain-pemain  seperti Butler (small/power forward) serta (point) guard juara di bawah tekanan (sayang yang bersangkutan rentan cedera dan penampilannya sedikiiit menurun layaknya para bintang senior NBA musim ini).
Belum lagi, point/shooting guard Tyler Herro mulai dipercaya bermain di posisi starter musim ini. Dengan  Kyle Lowry (bersama Toronto Raptors) yang punya mental juara serta (seperti juga Butler) kerap melepaskan tembakan akurat ditambah personel baru Caleb Martin sejak musim lalu pergerakan pemain dan bola bisa makin cair lantaran Martin bukan hanya dikenal jago dribel, bergerak tanpa bola, mengumpan, dan bertahan.Â
Meski punya segalanya untuk bisa menyatu dengan sistem Heat, ketangkasan dan ketajaman umpan Martin belum sebagus Iguodala (yang tidak dikenal sebagai shooter paten) (2020). Kemampuan bertahan dan menembak tiga angka Martin juga belum sekokoh dan sekonsisten Jae Crowder (2020), atau PJ Tucker (2021), meski dua nama terakhir juga tidak dikenal sebagai pemain dengan dribel yang lengket.Â
 Meski terlihat memiliki kekurangan di sana-sini, pelatih Eric Spoelstra mampu memaksimalkan talenta yang ada dengan menginstruksikan setiap pemain untuk terus bergerak mencari ruang tembak, termasuk di antaranya dengan berlari menuju jaring, bersiap mencocor bola andai kata tembakar shooter mereka luput.
Jika masih kurang, semenjak musim lalu, dari bangku cadangan, Heat mendapatkan dua permata luar biasa dalam diri Max Struss dan Gabe Vincent, yang mesti tidak terlalu tinggi (yang oleh netizen budiman senantiasa akan dijadikan biang keladi andai kata tim yang dibela pemain tersebut tidak lolos babak playoff), keduanya memiliki dribel,pergerakan tanpa bola, defense yang jahil serta akurasi tembakan tiga angka yang lumayan.
Bersama, center dengan akurasi tembakan tiga angka lumayan Dewayene Dedmon dan shooter Duncan Robinson, dan scorer Victor Oladipo (yang rentan dan belum pulih dari cedera), kelimanya bisa saling bahu-membahu membuka ruang sekaligus mengisi kekurangan masing-masing.Â
Jika masih kurang, Heat masih punya guard/forward lincah Haywood Highsmith yang kerap menggunakan rentang tangannya (yang relatif panjang) bukan hanya untuk memasukkan bola di bawah penjagaan pemain lawan, tetapi juga menutup ruang tembak.Â
Belum lagi, rookie mereka Nikola Jovic terkenal lincah dan punya akurasi tembakan tiga yang lumayan, meski dribel dan jump shot-nya masih perlu diasah.
Jangan lupakan juga Orlando Robinson, center yang dikenal lewat kemampuannya menyambut umpan lambung (yang biasanya sepaket dengan kemampuan blok shot), ketangkasan, serta kemampuan mencetak angka sembari memutar, meski dua skill yang disebutkan belakangan biasanya perlu waktu untuk bisa benar-benar diterapkan di NBA.
Sebagai tambahan, pagi ini, ketiganya, termasuk Orlando Robinson (yang lebih sering bermain di beberapa menit sebelum game usai, tapi kali ini mencetak 14 poin), sempat bermain bagus saat bertemu tuan rumah Washington Wizard.Â
Lewat langkah kaki yang luwes serta kemampuan membuka ruang (karena akurasi tembakan tiga yang lumayan), Jovic berhasil mengemas 18 poin, 6 rebound, dan 1 tembakan tiga angka. Belum lagi Highsmith (12 poin, 13 rebound) sempat tampil bagus lewat rebound dan umpan matangnya ke Kyle Lowry yang bergerak tanpa bola menyambut umpan.
Berperan sebagai leader,  Lowry berhasil mengisi peran yang biasanya diemban Butler dan Herro  yang absen pada game ini karena cedera lewat raihan triple double (20 poin, 15 asist, dan 11 rebound),Â
Dalam game tersebut, meski para pemain muda ini tampil memikat dari segi offense, jangan abaikan juga defense mereka, yang menjadi kunci Heat mampu unggul dengan selisih 12 hingga 14 poin di pertengahan laga.
Bukan hanya dikenal dengan pergerakan tanpa bola yang enak dilihat, Miami Heat dikenal kerap memasang skema bertahan  2-3 (atau 2-2-1 tergantung ada tidaknya pemain yang berdiri di dekat pendribel bola) Zone defense yang sulit ditembus.
Lewat zone defense yang masih diterapkan sampai dengan musim ini (termasuk saat unggul di awal-awal laga saat menghadapi Portland Trail Blazers yang sedang naik daun), pendribel bola atau rekannya dipaksa menghadapi dua defender tangguh terlebih dahulu (misal Jimmy Butler dan Jae Crowder atau Andre Iguodala pada babak playoff 2020 di mana peran mereka digantikan oleh PJ Tucker yang musim sebelumnya juara bersama Milwaukee Bucks)
Skema defense tersebut terbilang sulit dilewati lantaran, meski playmaker tim lawan berhasil melewati pertahanan lapis pertama, ia justru dikepung lima defender sekaligus, yaitu dua defender yang tadi sempat dilewati plus tiga defender yang menunggu di depannya.
Lewat aksi zone defense juga, berbekal komposisi pemain muda, jump shot Porzingis yang biasanya akurat (serta tembakan pemain cadangan Corey Kispert) berhasil dijinakan, terutama lantaran Porzingis harus menghadapi kepungan pemain saat menembak (atau hendak mengumpan). Begitu tembakan para pemain Wizard luput, pemain seperti Struss yang nyaris sepanjang laga tidak lelah berlari memanfaatkan ruang dan melepaskan tembakan tiga angka (masuk tiga dari 14 kesempatan), siap melakukan serangan balik.
Sayang di quarter ketiga, tim tuan rumah Wizard mulai mengubah pendekatan bahkan berbalik unggul di perpanjangan waktu lewat tembakan tiga angka Kyle Kuzma.
 Alih-alih mengalirkan bola lewat umpan Porzingis, Wizard lebih banyak mengandalkan tusukan dan tembakan Bradley Beal dari jarak jauh.Â
Bukan hanya itu lagi, keberhasilan Wizard mengimbangi  Heat juga ditentukan permainan pemain favorit saya (gaya permainannya) Taj Gibson, dari bangku cadangan yang sigap memenangi duel rebound, meski tidak mencetak angka.Â
Bukan hanya lewat jump shot dan tembakan langsung tembakan tiga angka sejajar jaring, skema zone defense bisa dijinakkan andai kata  sebuah tim memiliki pemain yang sigap bergerak tanpa bola di di belakang tiga defender tadi, meski secara praktik tidak mudah karena mereka harus berhadapan dengan tiga pemain yang siap mengeblok tembakan mereka.
Skema ini makin sulit dilewati apabila playmaker tadi ragu antara memilih menembak atau mengoper ke penembak jitu yang ada di sekililing mereka lantaran sebelum bola sampai ke para shooter, defender yang berada di di samping siap memotong umpan. Klopun umpannya sampai ke penembak jitu, ruang tembak atau ruang gerak penembak jitu tersebut tidak akan leluasa karena sudah dikepung dua pemain Heat.
Begitu bola berhasil dikuasai pemain Heat, (entah itu karena tembakannya luput, umpan yang berhasil diserobot, atau dribel pemain lawan jadi kurang sempurna akibat defense ketat di area sempit) serangan balik cepat Heat (bahasa kerennya transition defense Heat) dikenal amat berbahaya. Â Terlebih mereka punya guard licin Kendrick Nunn, penembak jitu Duncan Robinson, serta rookie dengan dengan tembakan akurat Tyler Herro yang siap mengeksekusi serangan di mana dua nama pertama didapat dari kejelian pemandu bakat Heat.
Skema ini terbukti cukup ampuh saat menundukkan Boston Celtics pada semifinal NBA 2020, namun berhasil dibalas oleh Celtics dengan defense yang juga ketat, mengandalkan pemain berfisik prima, dengan akurasi tembakan tiga angka yang bisa diandalkan.
Di bawah racikan pelatih jenius Eric Spoelstra, Heat  bukan hanya dikenal dengan zone defense. Pada playoff 2020, berbekal defender yang sudah teruji keandalannya, skema racikan Eric Spoelstra juga dikenal piawai menghentikan  Giannis kala itu, terutama dengan menginstrusikan tiga defender yang berdiri sejajar, berlari mundur dengan kecepatan seirama untuk mengimbangi kecepatan Giannis.
Sayang di final NBA 2020, defense yang diracik Spoelstra kurang bisa mengimbangi visi, kecepatan, dan kekuatan fisik Lebron James, yang berkali-kali menyeruduk atau mengirimkan umpan lambung ke Anthony Davis.
Musim berikutnya tidak terlalu bersahabat dengan Heat terutama di babak play off. Menghadapi Bucks (baca: Giannis yang lebih fit), Heat yang musim sebelumnya bisa menghentikan Giannis lewat kengototan Adebayo, kini justru kesulitan lantaran center tinggi besar Bucks, kini diinstrusikan untuk mendampingi Giannis di dekat jaring. Â
ZH Highlight
Musim ini, Â meski dibekali komposisi pemain yang menjanjikan, penampilan mereka di awal musim tidak terlalu meyakinkan. Tidak seperti Milwaukee Bucks atau Portland Trail Blazers yang masih bisa tampil bagus, meski salah satu pemain kunci absen karena diistarahatkan atau cedera, Heat cenderung kesulitan jika pemain kunci cedera.Â
Â
 Melihat pemain muda Heat tampil menjanjikan di tengah absennya Butler, Adebayo, Herro, dan Robinson. para pemain muda ini senantiasa bisa berdampingan bahkan mengisi peran para pemain senior seperti Lowry dan Butler. Sayang melihat tradisi Heat, terlebih penampilan tim secara keseluruhan belum begitu konsisten,  Riley bisa merelakan pemain muda mereka untuk ditukar dengan pemain berpengalaman di tengah musim reguler yang tengah berjalan, meski bisik-bisik tetangga sama sekali belum terdengar (meski gosipnya Robinson diminati Chicago Bulls yang kesulitan mencetak angka).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H