Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Queen (2014)

17 November 2015   19:41 Diperbarui: 18 November 2015   06:26 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption="http://stylenfashion.pk "]

Film Bollywood apa yang paling menjulang dalam dua tahun belakangan ini? Pertanyaan ini sepertinya lebih pas ditanyakan pada sesama awam, kayak saya, sama mereka yang nggak paham film Hindi, kita-kita yang baru ngeh ketika filmnya mekar dan jadi bahan pembicaraan: Baahubali: The Beginning, Haider, Bajrangi Bhaijiaan, Happy New Years, PK, Chennai Express, atau malah Prem Rafan Dhan Payo?

Saya pribadi terbilang yakin kalau cuma PK yang masuk kategori fenomenal, sisanya serasa baru denger.  Bahkan seingat saya, PK udah bisa dilihat secara daring, kurang dari sebulan setelah tayang, berikut sulih bahasanya, layaknya Doraemon. Kenapa saya tau? Kebetulan  ikut latah  berburu filmnya, seminggu sehabis tayang di sono (saya nggak bilang nggak nemu versi mentahnya lo ya). Eh, bukannya nemu versi sub Indonesia eh Inggris, saya justru jjodoh ama Queen. 

Adegan pembuka Queen sebenarnya malesin banget, nari, meriah tapi nggak mewah, jelang pernikahan, nunjukan rasa syukur orang tua atas pernikahan putrinya, seminggu sebelum prosesi  digelar. selagi asik nari, mempelai pria justru minta calonnya ketemu empat mata. Padahal pamali, bisa nggak jadi, katanya. Tapi bagaimana kalau mempelai prianya malah minta udahan, B-U-B-A-R.

Alasannya sederhana, mempelai perempuan terlalu bersahaja, nggak macem-macem. Beda banget sama mempelai pria yang jebolan luar negeri. Mempelai pria beralasan, nantinya calon istrinya justru bakal kesulitan mengikuti ritme hidupnya yang cepat dan dinamis. Pergi pagi pulang malam, tinggal berpindah, hari ini di London, bulan depan belum tentu di Stockholm #eh. Persaingan mengejar prestasi juga terbilang tinggi. Calon suami khawatir kekasihnya tidak bisa mengikuti ritme hidupnya kelak, itu saja. Ritme hidup memang nggak selalu sama dengan gaya hidup, namun apakah mempelai perempuan mampu beradaptasi dengan rutinitas seperti ini, masih tanda tanya. 

Pembatalan pernikahan berarti konsekuensi logis. Undangan batal, katering apalagi (komen laper), perempuan mana yang nggak tertunduk lemas karenanya, kegagalan pernikahan berarti membuat keluarga malu, terlebih buat keluarga mempelai perempuan, bisa-bisa perempuan ini bakal di-blacklisted dari daftar calon mantu se-India (lebay).  Kirain, ni kirain lo ya, kita bakal diajak nonton kisah pengembalian mahar yang dikasih keluarga mempelai wanita sama mempelai pria,  artinya pernikahan tidak berlanjut, ternyata …   

Bagian menariknya justru baru dimulai, no money, no dowry also, Rani justru tetap berangkat berbulan madu, sendiri, ke Perancis.

Ngeliat petualangan Rani di Paris, rasanya pendapat mempelai pria ada benernya, seenggaknya sampai detik saya baca tulisan ini. Rani jadi cermin kita, setidaknya saya, mungkin, ketika pertama kali berkunjung ke negeri orang, antusias, norak, segalanya pengen dicoba, termasuk nyambangin menara Eifel, semakin berusaha mendekat, Eifel justru serasa makin menjauh, kurang masuk akal sih, bukan soal Eifel tapi Rani, kenapa Rani nekat berada di Paris sendiri, tanpa tour guide sekalipun …   

Ngeliat petualangan Rani, pendapat Vijay lagi-lagi serasa ada benarnya. Rani belum merasa intim sama apa yang diliatnya di Paris, mulai dari keakraban antar sesama manusia di sana sampai apa yang didengernya sekilas dari balik tembok kamarnya,

Tapi apa yang kita saksiin nggak selalu seperti yang kita bayangkan. Rani ternyata biasa saja melihat perempuan di seberang kamarnya ngerokok, perempuan pertama yang ngajak Rani bicara, bener-bener bicara, bukan sekedar nanya atau ngejawab apa yang Rani pengen tau, Vijaylakshmi namanya. Rani hanya kurang nyaman melihat kemesraan antar berpasang-pasang manusia saja, bukan ekspresi mereka. Lagipula, Rani biasa aja pas ngeliat Vijaylaksmi ngejitak pacarnya pake bibir #eh. 

Rani rasanya bukan sosok langka di sekitar kita, sederhana, bersahaja tetapi bukan berarti nggak melek teknologi, Rani pun tak gagap bertatap muka dengan keluarganya hanya lewat layar plasma, tidak salah kalau saya sebut  amat Indonesia, seakrab bahasa sansekerta yang disematkan pada nama Rani, berarti Ratu.

Kalau masih kurang Indonesia, perhatiin deh komentar Rani sesaat setelah melihat Vijaylaksmi bersendawa. Komentar kita kurang lebih sama kok sama komentar masyarakat di lingkungan Rani di India sono, kecuali kita emang berada di lingkungan yang menghormati sajian tuan rumah dengan cara bersendawa. Walaupun terkesan urakan, Vijaylaksmi bisa dinilai baik, seenggaknya dengan tetap menomorsatukan putranya.

Kebaikan inilah yang dirasakan Rani. Sebagai teman yang baik, Vijay memesankan hostel untuk Rani selama melanjutkan perjalanan ke Belanda, sebuah tempat menginap campur di mana laki-laki dan perempuan yang bisa jadi tidak saling mengenal tinggal dalam satu kamar. Di sini, muka saya terasa tertampar. Apa yang Rani pikirkan ternyata sama dengan apa yang saya bayangkan. Seorang perempuan tinggal satu kamar tiga laki-laki dari tiga negara yang berbeda: Jepang, Belanda, Rusia. Di sinilah rasa saling menghormati  sesama muncul. Paham Rani kurang nyaman dengan situasi yang ada, ketiganya dengan sukarela memilih berbaring di depan pintu kamar sewaktu Rani berada di dalamnya. Queen memang hanya sekedar gulungan film, semua adegannya memang sudah dirancang matang, tetapi setidaknya kita bisa melihat bagaimana pria menghormati wanita. Manusia menghormati sesamanya. 

Film ini memang tidak fenomenal, tetapi punya sesuatu sesuatu yang membuatnya nyaris menyabet semua nominasi yang disematkan padanya. Hingga menyisakan satu penghargaan buat P.K, hanya dialog terbaik. Bahkan kategori film terbaik jatuh pada Queen, lewat sosok Rani yang tetap bersahaja.

Sosok yang berhasil dihidupkan oleh Kangana Ranaut, sosok yang justru lebih kita kenal lewat soundtrack filmnya terdahulu, lewat, single Peter Pan Tak bisakah, maksud saya Woh Lamhe.

Sosok yang jelas bukan benar-benar baru di India. Sosok yang sempat menuai pujian kala memerankan junkies angkuh namun rapuh dalam Fashion (2008) bersama pemeran Alex Parish dalam Quantico, Miss World 2000, Priyanka Chopra, Kangana sebagai peran pendukung wanita terbaik, Priyanka? Cari sendiri.      

Tahun 2014 peran menantang Kangana sama sekali tidak bersisa. Yang nampak justru akting natural, gadis biasa yang bertransformasi jadi sosok yang lebih percaya diri, namun tetap bersahaja. Apakah apresiasi hanya datang karena itu atau lantaran warna-warni yang ada di dalamya?  Entah.

 

NB: Quantico? Bikin penasaran aja …

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun