Mohon tunggu...
Indah Purwaningsih
Indah Purwaningsih Mohon Tunggu... -

Penikmat Sastra\r\ndari dulu pengen belajar nulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan, Alamat-Mu Dimana?

5 Januari 2012   01:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:19 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dear Tuhan,

Tuhan, dulu ada yang pernah menanyakan alamatMu padaku. Hanya tawa yang aku berikan padanya sebagai jawaban, bukan nama jalan atau kode posmu. Karena aku juga tak tahu. Lagipula ketika itu aku berpikir buat apa mencari alamatMu. Bukankah Kau selalu ada di mana saja dan kapan saja. Dulu guru mengajiku bilang sambil menunjukkan kalam dari kitab suciMu bahwa Kau lebih dekat dari urat leher kami. Iya, Kau begitu dekat. Aku selalu percaya itu. Dan selalu berusaha untuk selalu percaya, tak boleh luntur kepercayaan itu. Karenanya aku hanya tertawa saat temanku menanyakan alamatMu. Batinku dalam hati, “Begitu bodohnya kau, teman”.oohhh…..

Tuhan, tapi ntah kenapa, apa aku sudah pikun atau tengah menderita amnesia. Aku lupa di mana untuk mecariMu, aku ingin bertemu. Aku tak akan menggangguMu. Aku hanya ingin bercerita padaMu. Tapi, kalau Kau tak mau menemuiku, beri tahu aku alamatMu. Cukup itu saja. Tak masalah jika aku hanya bisa bercerita lewat surat. Pokonya aku ingin bercerita padaMu, Tuhan. Kalau cerita ini tak bisa sampai padaMu, aku kuatir rumahku akan hancur. Dia sudah begitu reyot, penuh ubrakubruk tak karuan di dalamnya. Lumutlumut dan jenggala sudah tumbuh di manamana. Jika dibiarkan dia akan lapuk. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum tergerus jadi ingus.

Tuhan,
Aku sering kena marah orangorang di sini. Sepertinya aku selalu salah. Tapi aku juga jadi serba salah. Waktu TK dulu aku pernah dinasehatin Ibu agar tidak bohong. Sepulang sekolah aku diwajibkan tidur siang karena sorenya harus mengaji. Karena aku lebih suka main, aku purapura tidur. Setelah yakin ibu kembali ke kesibukannya, guling aku tutupin selimut menyerupai orang tidur pulas, lalu aku kabur main bersama temanteman. Tak tahunya, pulangpulang aku nangis. Bajuku basah kuyup, lutut berdarah.kakaiku tergelincir dan jatuh pas main loncatloncatan di kali. Tak lagi bisa bohong.Ibu tak marah, tapi ketawa. Kata ibu, Tuhan selalu tahu apa yang kita lakuin. Dan selalu ada balasannya, untuk yang baik dan buruk.

Tuhan,
tapi dari kemarinkemarin aku dimarahai terus. Padahal ibuku dulu aja tak pernah marah pas aku bohong. Apalagi kemarinkemarin itu aku tak bohong. Mereka marah karena aku tak bohong, Tuhan.
Aku bingung. Kata mereka angka yang aku masukkan salah, katakata yang keluar dari bibirku tak bener. Dan mereka marah. Pas aku coba kroscek ulang apa yang sudah aku tulis dan ucapkan, sepertinya tak ada yang salah. Pas aku coba klarifikasi pada mereka, mereka malah marah lagi. Aku dibilang tak bisa diajak kerjasama dan egois. Lalu aku diajari sebuah kata yang dulu hanya aku baca di korankoran: mark-up. Aku juga diajari sesuatu yang menjadi hobiku, tapi ini berbeda: mengarang cerita dari sebuah realita.

Tuhan,
Kini mereka selalu berdiri di sekelilingku. Mengawasi setiap gerakgerikku, agar aku tak lagi tak bohong terhadap ketidakjujuran ini. Matamata itu seperti pisau yang tak hentihentinya menggores setiap celah. Sakit, Tuhan…
Paruparu ku sepertinya tak lagi bisa bekerja dengan baik. Dada terasa begitu sesak tiap kali lidah harus piawai mengarang sebuah cerita yang terdengar indah dan memberi rasa ‘aman’.
Seandainya Ibu tahu semua ini, apakah ibu akan marah padaku Tuhan?
Dan apakah Kau juga marah padaku Tuhan? Apakah kau akan berikan balasan untuk kebohonganku?

Tuhan,
aku masih selalu percaya, Kau Mahatahu segalanya. Aku tak kan bisa bohong padaMu. Dan aku tahu dengan pasti, Kau juga tak ingin aku bohong lagi. Kebohongan yang Menurutmu benarbenar bohong. Karena katakata bohong sudah rancu dan berbaur tak jelas.

Tuhan, sebenarnya masih banyak cerita yang ingin aku bagi. Kertaskertas ini tak kan cukup untuk menuliskan semuanya. Aku ingin datang langsung bertemu denganMu. Tapi alamatMu?
Ehm…. culik saja aku Tuhan, bawa aku ke rumahMu. Aku sudah tak tahan lagi.

With Love….

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun