Mohon tunggu...
Camelia
Camelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Mulawarman, tentunya saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Darurat Rasialisme

12 Desember 2023   05:04 Diperbarui: 12 Desember 2023   05:16 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlakuan diskriminasi atau rasisme tentang kulit hitam tidak hanya terjadi di Amerika Serikat dan belahan dunia lainnya tetapi juga di negara kita tercinta, Indonesia. Salah satunya adalah saudara sebangsa kita dari Indonesia bagian Timur, suku Papua. Rasisme atau rasialisme menurut KBBI adalah prasangka berdasarkan keturunan bangsa; perlakuan yang berat sebelah terhadap (suku) bangsa yang berbeda-beda dan sebuah paham yang menganggap ras sendiri adalah ras yang paling unggul. 

Mahasiswa Papua yang merantau untuk menimba ilmu ke pulau Jawa ternyata sering kali mengalami perlakuan rasis dari para mahasiswa lainnya bahkan masyarakat lokal. Sikap, perilaku, dan perlakuan menyedihkan terhadap saudara kita dari Papua itu sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. 

Segala tindakan rasisme tidak hanya menyakiti hati, tetapi juga menyebabkan ketidaksetaraan dan kesenjangan dalam konstruksi sosial. Ini meliputi aspek politik, keadilan hukum, pendidikan, dan pekerjaan.

Hal ini dialami oleh Julia dan Jhon, mahasiswa/i asal Papua yang menceritakan pengalaman rasisme selama menimba ilmu di Kota Yogyakarta. 

Dilansir melalui lpmarena.com "Bayang-Bayang Rasisme Papua di Kota Istimewa", (12/2/2023). Julia mendapatkan perlakuan yang tidak pantas oleh pemilik kos yang ditinggalinya, mengusir tanpa alasan dengan ucapan "Mbak, kamu jangan disini lagi. Kamu keluar secepatnya kalo bisa", kata pemilik kos kepadanya. Semenjak itu Julia menumpang sementara ditempat temannya sembari mencari kos untuk ditinggali, tetapi selama mencari kos, Julia mengalami akibat dari rasisme yakni ketidaksetaraan sosial. 

Ketika Julia mendapatkan informasi kos yang sedang kosong melalui pesan WhatsApp, tetapi ketika didatangi, pemilik kos menolak secara halus dengan mengatakan bahwa kamar sudah penuh. Akibat dari rasisme yang menyebabkan ketidaksetaraan dialami Julia juga dirasakan dan diakui Jhon dalam kisah yang sama.

Kasus serupa juga dialami oleh siswa SMA 1 Pakusari, Kabupaten Jember. Dilansir melalui Liputan6.com "Kasus Rasisme Siswa Asal Papua di Jember, Begini Nasib Sang Guru" (29/1/2022) tahun lalu. Persoalan ini terjadi antara guru dengan peserta siswa asal Papua yang mengikuti program afirmasi Pendidikan Menengah. Kejadian ini terjadi ketika saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, saat itu siswa asal Papua tersebut tidak mengerjakan tugas yang diberikan, lantaran kesal dengan hal itu, sang guru pun melontarkan kata-kata yang berbau rasisme dengan menyebut siswa asal Papua itu dengan sebutan "Si Hitam". Kasus ini terdengar sampai ke telinga Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Mendengar hal itu, orang nomor satu di Jawa Timur itu langsung turun tangan dengan melakukan mediasi antara pihak guru dan siswa serta menindak tegas guru yang bersangkutan untuk dipindah tugaskan. 

Bangsa Indonesia mulai saat ini perlu belajar dari kesalahan negara maju yaitu Amerika Serikat. Negara dengan kekuatan militer paling kuat dan berteknologi maju didunia tetapi juga negara dengan angka kasus rasisme tertinggi didunia menurut laporan yang dirilis pada tahun 2022 oleh FBI, sebanyak hampir 11 ribu kasus kebencian rasial setiap tahun. Dalam menyambut dan mewujudkan Indonesia Emas 2045, masyarakat Indonesia membutuhkan kurikulum pendidikan yang mulai sejak dini sudah mempromosikan nilai-nilai toleransi tentang keberagaman dengan memberikan pemahaman multikultural sehingga dapat menumbuhkan kesadaran di ruang publik, dan sikap toleransi untuk mencegah, atau mengurangi angka rasisme di Indonesia. Dengan cara seperti itu, terwujudnya cita-cita Indonesia Emas 2045 tidak hanya maju di semua bidang. Tetapi juga memiliki SDM berkualitas masyarakat maju, fokus dengan pemikiran-pemikiran inovatif dan transformatif yang membawa kesejahteraan merata selaras dengan nilai-nilai Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun