28 Januari 2008 15:06:47
PROLOG
Tujuh hari berkabung untuk wafatnya mantan presiden Soeharto, presiden kedua republik ini. Demikian pemerintah mengumumkan. Diinstruksikan juga untuk mengibarkan bendera setengah tiang untuk menyatakan rasa berkabung, memberi penghormatan terakhir untuk kepergian mantan penguasa Orde Baru, sang Bapak Pembangunan, Jenderal Bintang Lima, the Smiling General, Haji Muhammad Soeharto.
1
Sejak dari sebelum kematiannya, ada banyak, banyak sekali pihak, para tokoh-tokoh masyarakat dan para pejabat-pejabat yang terhormat, yang meminta masyarakat untuk memaafkan Soeharto, meminta pemerintah untuk memberikan pengampunan untuknya, apapun bentuknya.
Dari yang jelas memang kacung setianya semacam Wiranto dan Moerdiono, orang-orang yang pernah mendapatkan kenyamanan darinya semacam Muladi, pejabat-pejabat yang entah bagaimana tetap setia kepada majikan dan dewanya itu semacam wakil ketua MPR A. M. Fatwa, tokoh keagaamaan seperti ketua MUI Ma'ruf Amin, tokoh politik Amien Rais, hingga artis-artis "figur publik" dan tokoh-tokoh lainnya.
Dan ya! Memang sebagian masyarakat pun memaafkannya dengan ikhlas, diikuti dengan ungkapan-ungkapan dan kutipan-kutipan religius nan alim berbahasa Arab, masyarakat memaafkan segala dosa-dosa mantan presiden Soeharto.
Lebih dari itu, sebagian masyarakat malah meminta maaf kepadanya, kepada almarhum Soeharto yang mereka cintai. Mereka meminta maaf atas nama masyarakat Indonesia yang hingga akhir hayatnya tak mampu memaafkannya, yang tetap menghujat-hujatnya, yang tidak dapat melupakan keburukannya, dan tidak sudi mengingat segala jasa-jasanya. Mereka meminta maaf kepada Almarhum Bapak Pembangunan Soeharto.
Memang ternyata masyarakat masih mencintainya. Banyak warga yang berusaha melayat ke kediamannya di jalan Cendana, banyak warga yang langsung berangkat ke Solo untuk mengiringi pemakamannya, suasana sendu berputar-putar di televisi, dan ya, memang bendera setengah tiang terlihat di banyak tempat.
2
Bersama istrinya, seorang pedagang bubur ayam gerobakan melihat di televisi aksi Tramtib menertibkan pedagang-pedagang kaki lima di jalan Diponegoro, Salemba; memukul dan menendang-nendang pedagang yang berusaha memunguti dagangannya. Ia menangis, ia geram, "lihat tuh Bu, lihat tuh! Jahat sekali mereka. Pedagang ditendang-tendang!" Tiga minggu sebelumnya gerobaknya sendiri digaruk Tramtib karena berdagang pada tempat yang tidak semestinya. Ia membuat gerobak yang baru, tetapi tetap ketakutan, sangat-sangat ketakutan. "Bagaimana ya Bu kalau nanti dagangan kita diambil lagi," pagi harinya ia telah ditemukan mati gantung diri.