Mohon tunggu...
calvyn toar
calvyn toar Mohon Tunggu... Administrasi - Give what you can, cause you only live once!

businessman, seo master, content creator | driven by heart

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Tanpa Google, Siapkah?

9 Januari 2017   03:55 Diperbarui: 9 Januari 2017   05:47 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pemerintah indonesia vs google

Google sedang bermasalah dengan pemerintah Indonesia. Setidaknya, sejak awal 2016, Google Asia Pacific Pte Ltd, yang bermarkas di Singapura, dikejar pemerintah Indonesia untuk membayar kewajiban pajak terhutangnya, yang oleh perhitungan Kepala Kantor Wilayah Jakarta Khusus Ditjen Pajak, M Haniv, telah mencapai angka lebih dari 5 triliun.

Dari September 2016, Google menolak diperiksa Ditjen Pajak dan menolak membayar pajak terhutangnya, dengan alasan karena bukan Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Dengan kata lain, Google belum menjadi wajib pajak. Eksistensinya di Indonesia hanyalah sebatas kantor perwakilan. Seperti telah diketahui, Google Indonesia telah mendirikan kantor perwakilannya di Sentral Senayan II Lantai 28, Jl. Asia Afrika No. 8, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat – kantor ini ditempati sejak tahun 2013.

Itu menurut versi Google, yang menolak disebut BUT. Karena itu, merasa bukan sebagai wajib pajak. Padahal, menurut Ditjen Pajak, Google Indonesia sudah berbentuk badan hukum dengan status sebagai Penanaman Modal Asing (PMA), sejak 15 September 2011, dan menginduk kepada Google Asia Pacific Pte Ltd yang berkantor di Singapura.

Sekadar info, menurut data dari Kemenkominfo, putaran uang iklan digital di Indonesia mencapai 800 juta dollar AS atau setara Rp 10,7 triliun. Sayangnya, dari angka tersebut, tak satupun yang kena pajak, karena adanya celah pada aturan hukum perpajakan, yaitu tidak mengatur soal tata cara perpajakan perusahaan-perusahaan penyedia layanan berbasis internet atau yang populer dengan sebutan perusahaan OTT (Over-The-Top) asing yang bukan BUT, yang telah beroperasi cukup lama di Indonesia, seperti Google, Facebook dan Twitter – semuanya telah memiliki kantor representative di Indonesia.

Sebenarnya, penolakan Google membayar hutang pajaknya, bisa diantisipasi sejak awal, ketika Google berencana masuk ke Indonesia di tahun 2011, yaitu saat terjadi pertemua CEO Google, Eric Schmidt dengan Wakil Presiden RI, Boediono, di Istana Presiden, Jakarta, (22/7/11) silam, yang dilanjutkan dengan pertemuan dengan Menkominfo, Tifatul Sembiring dan Menkop UKM, Syarifuddin Hasan.

Kala itu, Anggota Komisi I DPR RI, Teguh Juwarno, dari Partai Amanat Nasional (PAN), telah mengingatkan pemerintah untuk membuat regulasi di bidang IT yang berdimensi jangka panjang, yang menguntungkan pebisnis internet dalam negeri dan juga pemain asing. Nah, pada saat itu pulalah, mestinya “regulasi khusus di bidang perpajakan” dapat digulirkan. Sayangnya, hal itu tidak dipreparasi oleh pemerintah. Maka, beginilah jadinya sekarang. Out of context sedikit… Memang, beginilah kita. Selalu pandai mengevaluasi, tetapi kerap gagal mengantisipasi.

Akhirnya, setelah berkali-kali gagal bernegosiasi dengan Google, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menghentikan proses negosiasi tunggakan pajak yang dikenal dengan tax settlement (nilai tawaran penyelesaian tunggakan pajak). Google dianggap tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan masalah pajaknya. Itu artinya, peluang tax settlement sudah tertutup bagi Google. Dan di tahun 2017 ini, Ditjen Pajak akan melakukan preliminary investigation terhadap Google.

Dalam preliminary investigation, Ditjen Pajak akan mengenakan sanksi bunga sebesar 150 persen. Dengan demikian, selain utang pokok pajak, Google harus membayar bunga hutang pajak selama 5 tahun terakhir, maka kewajiban pajak yang harus Google penuhi mencapai Rp 5 triliun lebih – perhitungan tersebut sesuai dengan UU KUP (Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan).

“Posisi saat ini close settlement, tidak ada lagi settlement. Sekarang masuk tahapan preliminary investigation di Januari 2017, dengan dikenakan sanksi bunga 150 persen dari utang pajak selama 5 tahun terakhir, itu bisa mencapai lebih dari Rp 5 triliun, karena kita anggap tidak ada niat baik Google bayar pajak,” terang Haniv di kantornya, Jakarta, medio Desember 2016, seperti dilansir liputan6.com, Selasa (20/12/16).

Ketika ditanya jika Google mangkir lagi membayar pajaknya, maka status pemeriksaan raksasa mesin pencari itu akan masuk tahapan full investigation di Februari 2017.

“Bulan Februari bisa full investigation dengan kewajiban membayar hutang pajak ditambah sanksi 400 persen. Itu karena tidak ada niat baik kerjasama oleh kita untuk diaudit, seperti wajib pajak tidak mau diperiksa. Tidak mau kasih lihat pembukuan. Melawan kita. Itu bisa dilakukan full investigation,” terang Haniv.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun