Mohon tunggu...
Calvyn Soputra
Calvyn Soputra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Film Indonesia Sangat Lambat Berkembang?

18 Mei 2017   15:23 Diperbarui: 22 Mei 2017   19:58 5024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perfilman di tanah air tidak lepas dari pembangunan bioskop. Bioskop pertama kali berdiri di Batavia (Jakarta) pada tahun 1900 dengan nama “gambar idoep” yang menayangkan berbagai film bisu. Sejak tahun 1931, pembuatan film lokal mulai membuat film bicara, pada saat itu tercatat sekitar ada 227 bioskop yang sudah berdiri. Mulai saat itu film Indonesia berkembang hingga saat ini.

Dengan berkembanya era globalisasi, Perfilman Indonesia tergerus dengan masuknya film-film dari luar negeri seperti hollywood dengan kualitas yang sangat baik. Menurut pengamat fotografi dan film Harry Reinaldi, masalah lambatnya perkembangan perfilman di Indonesia karena minimnya apresiasi dari masyarakat terhadap film Indonesia menjadi salah satu masalah utama. Hal itu diperparah dengan terbatasnya bioskop Indonesia yang kebanyakan berpusat pada provinsi di Jawa saja. Untuk mensiasati agar menarik minat mayarakat untuk menonton perlu pembangunan ruang putar film yang merata di seluruh provinsi.

Kemunculan perfilman Indonesia pada tahun 1931 hingga saat ini, film Indonesia terbilang lambat berkembang karena dalam sepuluh tahun terakhir ini saja, film Indonesia fluktuatif alias naik turun dalam kualitas maupun prestasi di perfilman Internasional. Walaupun perfilman Indonesia terbilang lambat berkembang tetapi cenderung membaik setiap tahunnya. Lambatnya perkembagan film didasari oleh banyaknya penonton setiap tahun, kualitas film dan banyaknya permbuatan film setiap tahunnya.

Pada awalnya perfilman Indonesia dianggap mati suri, namun ketika bangkit kembali, khususnya pada film horor Indonesia, masyarakat seakan kurang peduli. Hal ini dikarenakan film-film bergenre horor tidak memberikan alternatif lain film yang menarik. Film horor Indonesia lebih menyisipkan nafsu birahi dan mengumbar adegan yang kurang pantas. Salah satu yang mempengaruhi adalah ketika Mentri penerangan Harmoko menargetkan 200 film dalam negeri dapat dirilis meski yang terpenuhi hanya 100 judul saja (Kick Andy/hal 135-141). Karena itu sineas Indonesia terkesan buru-buru. film horor Indonesia juga lebih banyak dibintangi oleh Suzanna Martha Frederika van Osch, seperti film Sundel Bolong (1981), Nyi Blorong (1982), Telaga Angker (1984), dan Malam Jumat Kliwon (1985). Tahun 2000-an ditandai dengan munculnya film Jelangkung (2001) yang mencapai penonton hingga 5,7 juta dan Kuntilanak (2006) dengan 2,4 juta penonton (Cheng dan Barker, 2011: 200). Karena begitu ketatnya persaingan dalam industri film horor, maka sang produser mencari inovasi dan gebrakan baru terhadap film horor, sehingga filmnya berbeda dengan lainnya. Muncullah bintang film dewasa dari Jepang, seperti Rin Sakuragi, Maria Ozawa, dan Sora Aio yang digunakan oleh rumah produksi Maxima Pictures dengan Produsernya Ody Mulya Hidayat, serta bintang film dewasa dari Amerika, seperti Tera Patrick, Sasha Grey, dan Vicky Vette yang dikontrak oleh rumah produksi K2K Production dengan produsernya yaitu KK Dheeraj.Adanya bintang film dewasa yang terlibat dalam film horor Indonesia, maka perannya pun sangat dekat dengan hal-hal yang berbau pornografi. Menurut Karl Heider seks merupakan salah satu dari tiga formula ampuh yang digunakan dalam film horor Indonesia, yaitu seks, komedi, dan religi (Rusdiarti, 2009: 11) (http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=73259).

Secara terus menerus dengan genre yang tidak beda jauh., tidak dapat dipungkiri penonton Indonesia mulai merasa bosan dengan genre-genre perfilman Indonesia. Dari hasil survei secara acak terhadap pengunjung bioskop 21 Dieng, Malang yang membahas mengenai perbandingan jenis film pilihan penonton ketika hendak menonton di 21 Dieng, Malang yang dilakukan, ada 120 responden yang di ambil sampelnya. Sekitar 60 penonton lebih memilih film Hollywood, 24% Film Indonesia, 13% film Eropa dan 2% memilih film Asia. Dari hasil wawancara singkat yang dilakukan mengenai film pilihannya enggan menonton film Indonesia yaitu variasi genre film yang ditawarkan kebanyakan horror yang menjurus ke sex, ceritanya kurang menarik dan banyak pesan yang tidak sampai ke penonton, kualitas suara dan teknik pengambilan gambar terlalu buasa, penggunaan efek visual juga masih rendah, promosi film yang minim, sehingga banyak yang tidak tahu jika ada satu atau beberapa film Indonesia yang sedang tayang di bioskop, serta film Indonesia tidak lama setelah diputar di bioskop juga akan tayang di televisi.

Kebanyakan sineas Indonesia membuat film bergenre aksi, drama, horror dan komedi menciptakan kejenuhan bagi penikmat film Indonesia. Kejenuhan ini juga dipengaruhi kualitas film yang diproduksi kurang baik, karena hanya mementingkan keuntungan yang besar. Salah satu contoh pada film “Hantu Tanah Kusir”, film horror ini menggandeng bintang porno jepang Maria Ozawa atau yang akrab disapa Miyabi. Kehadiran Miyabi difilm garapan Findo Purnowo HW itu secara garis besar hanya sebagai bumbu sensual saja. Dalam film tersebut, Miyabi juga hanya sesekali berbicara dalam Bahasa Indonesia, selebihnya Bahasa Jepang dan Inggris. Dialog yang diucapkannya pun bisa dibilang hanya sekadarnya saja. Walaupun poster film ini cukup menyeramkan tetapi isi film ini kebanyakan hanya kekonyolan dari Zacky Zimah, Yadi Sembako dan Kiwil. Dari film ini hanya menjual dari sisi sensualnya, bukan dari sisi horornya.

Namun di sisi yang lain secara produksi, film horor Indonesia bisa dianggap sebagai penyelamat bagi industri perfilman Indonesia. Film bergenre horor tetap mengukuhkan bahwa perfilman nasional masih eksis. Jika industri perfilman tidak memproduksi film bergenre horor, maka perfilman nasional akan mati. Munculnya film bergenre horor di perfilman nasional menjadi suatu bukti bangkitnya perfilman Indonesia. Namun perkembangan film Indonesia saat ini semakin pesat di setiap tahunnya. Menurut data dari Kharisma Jabar Film, jumlah film Indonesia dan film impor yang di putar di bioskop 2009-2012. Jumlah film Indonesia yang di putar mencapai 333 film sedangkan film impor mencapai 573 film, 2:1 lebih banyak film impor.

Jumlah Produksi Film Indonesia tahun 2001-2012

Tahun

Jumlah Produksi Film

2001

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun