Hingga saat ini, pandemik covid-19 masih belum usai teratasi. Segala aktivitas yang memungkinkan untuk dilakukan secara daring menjadi opsi untuk dijalani. Termasuk aktivitas menonton dan berbelanja secara daring.Â
Industri film menjadi salah satu sektor yang sangat dirugikan dengan hadirnya pandemi ini. Sebaliknya, justru drakor menjadi sektor yang sangat melesat. Sebuah perusahaan produksi drama CJ ENM mencatatkan laba operasinya melonjak 56,3% menjadi 16,9 miliar won (210 Triliun Rupiah) dan laba bersihnya melonjak 82,1% menjadi 13,4 miliar won (166,5 Triliun Rupiah).
Pendapatan yang fantastis ini dikarenakan penjualan luar negeri dari drama unggulannya, yaitu "Crash Landing On You", "The King: Eternal Monarch", dan "It's Okay to Not Be Okay". Hal yang menarik adalah, perkembangan drakor yang begitu pesat ini secara tidak sadar telah mendominasi dunia hiburan khususnya perfilman di Indonesia.Â
Country Head VIU Indonesia, Varun Mehta mengatakan bahwa 40% masyarakat Indonesia senang menyaksikan drama, 80% di antaranya menyaksikan drama luar, termasuk drakor. Selain drakor, K-Pop juga menjadi salah satu sektor yang mendominasi dunia hiburan di Tanah Air ini. Analisis Google Trends menempatkan Indonesia pada urutan ke-6 negara yang menghasilkan istilah "K-Pop" dari lalu lintas dunia.
Dominasi K-Pop juga dibuktikan dengan tersedianya berbagai macam jenis kegiatan yang berhubungan dengan K-Pop. Di antaranya adalah konser dengan mendatangkan bintang asal Korea Selatan hingga kompetisi-kompetisi dance cover K-Pop.
Hal ini menjadi sangat menarik jika kita melihat dari perspektif media global yang mengacu kepada Teori Kolonialisme Elektronik. McPhail dalam bukunya yang berjudul Global Communication Theories, Stakeholders and Trends , menuliskan Teori Kolonialisme Elektronik menyatakan bahwa produk budaya yang diproduksi oleh negara lain memiliki kemampuan untuk memengaruhi atau menggantikan produksi budaya asli yang merugikan negara penerima.
Pendapat dalam teori tersebut menjadi sangat relevan dengan fenomena K-Pop dan Drakor yang saat ini mendominasi pangsa pasar dunia hiburan di Indonesia. Seringkali drakor dan K-pop secara tidak langsung maupun langsung "menjual" budaya yang mereka bawa dari sektor makanan, pakaian, kosmetik, hingga tradisi.
Contohnya adalah makanan korea yang semakin populer di Indonesia seperti, tteokbokki dan kimchi. Kemudian pakaian dan gaya rambut dengan "korean style". Produk kosmetik dan perawatan wajah yang berasal dari Korea. Hingga tradisi seperti merayakan atas sesuatu dengan makan korean bbq bersama dan meminum soju dan juga wine.
Teori Kolonialisme Elektronik juga memandang bahwa media akan menjadi new image yang akan diserap ke dalam pikiran kita dan secara perlahan, kita akan mulai bertingkah, berpakaian, dan berbicara mengikuti apa yang kita serap dari media tersebut.Â
Maka, dapat dipastikan bahwa makanan, pakaian, kosmetik, hingga tradisi yang dibawa melalui drakor cepat atau lambat akan menggantikan budaya yang kita miliki sebelumnya.