Kedua, Indonesia mungkin saja dapat meninjau ulang perjanjian antara Australia-Indonesia pada 1971 dan 1972. Batas maritim yang disetujui saat itu sebagai besar ditetapkan berdasarkan argumen landas kontinen. Australia berpandangan bahwa, berdasarkan kajian geologi, landas kontinen Australia jauh memanjang hingga mendekati garis pantai Indonesia. Argumen ini yang kemudian menempatkan batas maritim kedua negara jauh melampaui garis tengah antara kedua negara. Mantan Menlu RI Mochtar Kusumaatmadja pernah menyatakan bahwa Indonesia telah dirugikan oleh perjanjian batas maritim 1972. Jika Australia dan Timor Leste dapat menetapkan batas maritim menggunakan pendekatan 'garis tengah' berdasarkan UNCLOS, maka bukan tidak mungkin Indonesia perlu mempertimbangkan untuk mengajak Australia kembali merundingkan penetapan batas maritim yang telah merugikan Indonesia.
Ketiga, kesediaan Australia untuk menyelesaikan sengketa maritim melalui mekanisme UNCLOS merupakan catatan lainnya yang perlu dicermati Indonesia. Timor Leste bisa dikatakan diuntungkan oleh perkembangan politik di kawasan, terutama terkait sengketa di Laut China Selatan. Australia dalam berbagai kesempatan mengkritik China karena telah mengabaikan keputusan Mahkamah Arbitrasi Internasional dan mengesampingkan UNCLOS dalam menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan. Berusaha konsisten dan menghindari tuduhan bahwa mereka melakukan hal yang sama untuk menguasai Celah Timor sebagaimana China di LCS, Australia tampaknya saat ini akan lebih mengedapankan penyelesaian sengketa maritim melalui mekanisme UNCLOS. Australia sedang berusaha menunjukkan bahwa melandaskan perundingan pada UNCLOS merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan sengketa maritim.
Sengketa Celah Timor yang berlangsung selama beberapa dekade, yang diwarnai dengan kompleksitas sejarah, perkembangan hukum laut internasional, dan perebutan cadangan migas yang terkandung di dalamnya akhirnya dapat diselesaikan dengan jalan damai dan dilakukan di bawah mekanisme UNCLOS. Penetapan batas maritim di Laut Timor merupakan perkembangan penting bagi masyarakat internasional, termasuk bagi Indonesia. Bagi masyarakat internasional, penyelesaian ini menandai konsiliasi pertama di bawah UNCLOS yang dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain untuk menyelesaikan sengketa batas maritim. Sedangkan bagi Indonesia, perkembangan ini dapat membuka peluang untuk meninjau kembali perbatasan maritim Australia-Indonesia yang sebelumnya dianggap telah merugikan Indonesia.Indonesia dan Australia memiliki batas maritim ribuan kilometer. Negosiasi ulang atas batas wilayah yang sudah pernah disepakati akan menjadi persoalan besar bagi kedua negara. Oleh karena itu, DPR perlu meminta pemerintah untuk melakukan kajian yang mendalam dan berhati-hati atas peluang ini. Perlu diperhitungkan apakah keuntungan ekonomis yang dapat diperoleh akan sebanding dengan ongkos politik yang harus ditanggung, sehingga dapat dipertimbangkan juga apakah Indonesia perlu memanfaatkan momentum di mana Australia sedang mengedepankan UNCLOS dalam menyelesaikan sengketa maritim. Kemungkinan negosiasi ulang inilah yang menjadi kekhawatiran Australia sebagai dampak dari diselesaikannya sengketa Celah Timor.(Roza 2018)Â
DAFTAR PUSTAKA
Â
Hakim B A. 2015. Analisa Konflik Perbatasan Indonesia-Timor Leste. Kompasiana[Internet]. [diunduh 2018 Juni 18].
Roza R. 2018. Peneyelesaian Sengketa Celah Timor dan Implikasinya Bagi Indonesia. Pusklit BKD. 10(6):7-12.
Warsito. 2009. Diplomasi Perbatasan. Yogyakarta(ID): LP3 UMY.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H