Pernyataan itu diperkuat oleh Bluestone mengenai adaptor bukan sekedar penerjemah. Bluestone berpendapat bahwa film dan novel memiliki dua medium berbeda yang membuat adanya kesenjangan dari bentuk yang diadaptasi.Â
Karya sastra yang diangkat dalam film pun tidak sembarangan. Karya sastra yang diangkat menjadi sebuah film biasanya adalah karya yang populer. Pembuat film menggunakan kepopuleran karya itu untuk menarik banyak penonton.Â
Film ImperfectÂ
Film Imperfect : Karir, Cinta, & Timbangan yang angkat isu body shaming menjadi film adaptasi di Indonesia yang juga dibuat dalam bentuk series. Seperti yang telah disinggung di awal, film Imperfect : Karir, Cinta, & Timbangan (2019) memiliki perbedaan dari buku. Dilansir dari JawaPos.com (2019), Meira membenarkan memang cukup banyak perubahan ceritanya.
Perubahan dilakukan pada tahapan hidup karakter utama dan perspektif gender. Meira dalam JawaPos (2020) menyatakan bahwa cerita besar dikembang Ernest dan dia terlibat dalam proses editing untuk memberikan perspektif dari perempuan.
Dari perspektif/ sudut pandang Meira dan Ernest memberikannya dari 2 sisi. Ernest memberikan sudut pandang laki-laki melalui karakter yang diperankan Reza, Meira memberikan sudut pandang perempuan melalui karakter yang diperankan Jessica.
Perbedaan tersebut merupakan gambaran dari pendapat Metz. Ia menyatakan bahwa film berbeda itu karena fantasi yang beragam. Dalam buku, hanya Meira yang memberikan imajinasi atau fantasinya. Sedangkan dalam film, Meira beserta Ernest turut andil dalam memberikan imajinasi.
KesimpulanÂ
Sebagai film adaptasi tidak berarti memvisualkan segala sesuatu yang ada dalam Novel. Film dan Novel terkadang dibuat oleh orang yang berbeda, yang berarti memiliki imajinasi/fantasi berbeda.Â
Keadaan itu bukanlah hal yang salah. Jika dilihat, Novel yang menjadi inspirasi adalah karya dan imajinasi dari Meira. Berbeda dengan film, Imperfect dibuat oleh dua orang yaitu Ernest dan Meira.