Meja saat Joon Sang dan Yujin bikin boneka salju, jembataan saat mereka kissing, sampai sepeda yang mereka pakai, juga disewakan disana. Bahkan patung Joon Sang dan Yujin juga ada disana. Wow.... Saya merasa kisah Winter Sonata itu nyata.
Sepertinya, kunjungan wisatawan ini adalah call to action dari film serial itu. Bagi wisatawan, cukup banyak fasilitas di dekat sana. Mulai dari penginapan, situs alam yang indah, jalur ginko, redwood, ruang seni budaya, hingga tempat makan dan belanja merch. Fasilitas yang disediakan begitu berkelas. Di sana kali pertama saya makan kimchi, dan esoknya... sakit perut. hehehe.
Nampaknya produsen film dan pengelola pariwisata, serta industri terkait sudah kong kali kong ini. Tapi bener, ini keren. Strategi yang disiapkan begitu rapih dan matang. Andai saja Indonesia dengan segudang keindahan wisata alamnya (yang katanya keunggulan bersaing) bisa mengikuti jejak Winter Sonata, menggabungkan produk kreatif dengan industri pariwisata.
Selanjutnya, saya mempelajari berbagai literatur tentang Nami Island, termasuk mewawancarai pemandu wisata kami yang kebetulan warga negara Korea Selatan.
Memang benar, semenjak distribusi Winter Sonata ke seluruh dunia, terjadi peningkatan jumlah pengunjung yang sangat signifikan di Korea Selatan.
Sebuah situs analis mengungkap bagaimana drama Korea menjadi sangat berpengaruh pada industri pariwisata dan makanan.
Sejak awal pemutaran, Winter Sonata mampu meningkatkan jumlah pengunjung Nami Island dari 270.000 (2001) orang menjadi 650.000 (2002, saat rilis WInter Sonata) dan saat ini telah mencapai lebih dari 3.3 juta pengunjung per tahun. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah. Â
Sebuah karya yang digarap serius mampu menggerakkan bisnis pariwisata sebuah negara. Saya melihat fenomena ini sebagai penerapan nyata strategi transmedia storytelling. Tidak hanya tentang perluasan bisnis, transmedia storytelling juga sudah menjadi alat invasi budaya sebuah negara.
Seorang pakar transmedia dari SAS Institute memberikan sebuah analogi terbaik tentang transmedia. Baginya, sebuah cerita biasanya bagaikan sebuah pohon, bercabang dan tumbuh rimbun. Sebuah pohon ibarat sebuah universe.Â
Ia melanjutkan, bahwa sebuah transmedia merupakan lahan yang lebih luas, subur, dan tumbuh bersama membentuk sebuah hutan. Hutan merupakan gambaran sebuah ekosistem, sistem kehidupan yang saling terhubung, bergantung, demi kelanjutan kehidupan.
Demikian pula sebuah transmedia storytelling yang harus memiliki keterhubungan, kebergantungan, dan kesinambungan diantara media-media atau produk-produk yang dikembangkan, dengan pemanfaatan teknologi dan strategi marketing yang tepat. Membentuk sebuah ekosistem bisnis yang saling menguatkan.