Mohon tunggu...
Muhammad Calvin Capnary
Muhammad Calvin Capnary Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Program Sarjana Ilmu Manajemen dengan konsentrasi Human Capital Management di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perlukah Universitas Islam Internasional Indonesia?

13 Agustus 2016   20:57 Diperbarui: 13 Agustus 2016   21:12 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 29 Juni 2016, Presiden Jokowidodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia atau yang disingkat dengan UIII. Pendirian UIII tersebut dengan tujuan menjadi pusat kajian khazanah ilmu pengetahuan Islam antarnegara. “UIII merupakan perguruan tinggi yang berstandar internasional dan menjadi model pendidikan tinggi Islam terkemuka dalam pengkajian keIslaman strategis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama,” bunyi Pasal 1 ayat (2) Perpres tersebut.

Banyak pihak yang mempertanyakan urgensi dari pendirian UIII tersebut. Terlebih, saat ini Indonesia sudah mempunyai beberapa universitas yang juga berlandaskan nilai Islam. Sebut saja Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Islam Negeri (UIN), maupun universitas lainnya yang sudah tersebar di seluruh daerah di Indonesia. 

Beberapa universitas Islam tersebut pun sudah tidak perlu lagi ditanyakan kualitasnya. Sebagai contoh Universitas Islam Indonesia. Universitas yang berada di kota Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut merupakan universitas tertua yang dimiliki oleh Indonesia.  Didirikan pada tahun 1945 oleh Dr. Muhammad Hatta (Wakil Presiden Pertama Indonesia), Mohammad Natsir, Mohammad Roem, dan K.H. A. Wachid Hasyim dengan nama STI atau Sekolah Tinggi Islam yang kemudian pada tahun 1947 mengubah namanya menjadi Universitas Islam Indonesia. 

 Universitas Islam Indonesia dibuat untuk memenuhi permintaan akan sebuah pendidikan tinggi yang mengintegrasikan pengetahuan umum dengan ajaran-ajaran Islam. Berdasarkan http://www.4icu.org/id/ Universitas Islam Indonesia ini menempati peringkat 22 universitas terbaik di Indonesia. Universitas Islam Indonesia (UII) pun menjadi perguruan tinggi swasta dengan nilai QS Stars terbaik di Indonesia berdasarkan penilaian keseluruhan (overall rating) hingga Juni 2016 oleh lembaga pemeringkatan internasional Qucquarelli Symonds (QS) yang berbasis di London, Inggris. 

Pengakuan tiga bintang dunia yang diterima UII menempatkannya sejajar dengan perguruan tinggi di negara lain seperti Murdoch University, Australia, dan London South Bank University, Inggris. UII juga mendapatkan lima bintang pada beberapa kategori diantaranya pada penilaian Employability, Facilities, Social Inclusiveness, dan Social Responsibility. 

Selain Universitas Islam Indonesia (UII) yang berstatus swasta, Indonesia juga sudah memiliki beberapa perguruan tinggi islam dengan status "Negeri". Ada tiga jenis perguruan tinggi yang termasuk ke dalam kategori ini, yaitu Universitas Islam negeri (UIN), institut agama Islam negeri (IAIN), dan sekolah tinggi agama Islam negeri (STAIN). Saat ini PTAIN berjumlah 53 yang terdiri dari 11 UIN, 23 IAIN, dan 19 STAIN. 

Kembali ke Universitas Islam Internasional Indonesia. Untuk membangun Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) tersebut, dana Rp22 miliar telah disiapkan oleh pihak pemerintah. Disiapkan oleh Kementerian Agama dengan  Rp6 miliar dari dana penghematan anggaran dinas, rapat, dan honor, Rp16 miliar diajukan dalam APBNP 2016. Lokasi pembangunan pun telah ditetapkan yaitu bertempat di Cimanggis, Depok, Jawa Barat dengan luas lahan sekitar 142 hektare.  

Lokasi tersebut merupakan tanah aset milik negara yang dimiliki oleh Radio Republik Indonesia (RRI). Pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia tersebut Menurut Menteri Agama Lukman Saifuddin, karena tidak mau kalah dengan Malaysia dan Pakistan dengan Universiti Islam Antarbangsa Malaysia dan Universitas Islam Internasional Islamabad. Jika memang alasan tersebut yang melatarbelakangi pembuatan dari UIII, cukup disayangkan terlebih jika melihat kondisi ekonomi dari Indonesia sekarang yang sedang terpuruk. 

Menurut Institute for Development of Economic and Finance (Indef) saja rasio gini di Indonesia sudah mencapai angka 0.41-0.45. Angka ini sangat memperihatinkan dan dianggap sudah memasuki fase “Lampu Kuning”, karena apabila rasio gini sudah mencapai angka 0.5 maka dapat dikatakan sudah memasuki kesenjangan sosial yang berbahaya bagi kestabilan sebuah negara. Bahkan, beberapa pengamat ekonomi mengatakan bahwa apabila angka rasio gini sudah mencapai 0.45 maka tragedi 1998 akan sangat memungkinkan untuk terulang kembali. baca juga "Lampu Kuning" Rasio Gini Indonesia

Jika memang pemerintah ingin meningkatkan kualitas dalam sektor pendidikan Islam di Indonesia, dana sebesar itu dapat digunakan untuk membantu membangun universitas Islam yang sudah terlebih dahulu ada. Sebagai contoh digunakan sebagai dana hibah untuk membantu universitas-universitas terdahulu untuk melakukan penelitian dan meningkatkan kualitas mereka ataupun digunakan untuk meningkatkan fasilitas guna mencapai dan menjadi universitas bertaraf Internasional seperti tujuan dari pembangunan UIII tersebut. 

Analogi sederhananya, jika kita ingin rumah kita sebaik dan sebagus rumah tetangga maka kita tidak perlu membeli rumah yang lainnya. Cukup menggunakan uang untuk membeli rumah lain tersebut untuk merenovasi rumah kita dan sisanya untuk membeli peralatan lainnya untuk menambahkan peralatan yang sudah ada. 

Jadi, perlukah Universitas Islam Internasional Indonesia? Anda yang dapat menilainya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun