Mohon tunggu...
Christofer CalvinBoen
Christofer CalvinBoen Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Masa Lalu

17 September 2024   01:25 Diperbarui: 17 September 2024   01:25 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masuk ke taman impian, diawali komedi putar, dilanjutkan dengan halilintar, selamat datang di Kanisius.

Siren dan teriakan terngiang-ngiang dari Sport Hall Kolese Kanisius. Kakak-kakak kelas yang dulu ramah saat MPLS, tersenyum dan menyapa dengan baik, kini menjadi sosok-sosok yang jauh lebih serius dan menyeramkan. Ignatian Leadership Training telah dimulai.

Sebagai murid luar yang belum pernah merasakan pelatihan serupa, pengalaman ini benar-benar mengejutkan. Dari perintah yang harus segera dipatuhi hingga tantangan fisik dan mental yang muncul dari game pos dan tugas, saya merasakan berbagai emosi, bingung, takut, kewalahan semua saya alami dalam pengalaman 4 hari tersebut. ILT bukan hanya sekadar pelatihan kepemimpinan biasa, tetapi menjadi uji ketahanan dan persiapan untuk menghadapi 3 tahun ke depan sekolah.

Seusai mengikuti ILT, saya tidak dapat memetik makna dari nya, saya hanya memandangnya sebagai suatu aksi balas dendam dari kakak kelas. Namun, seiring berjalannya waktu saya semakin menyadari betapa pentingnya nilai-nilai yang ditanamkan melalui kegiatan tersebut, saya membiasakan diri untuk lebih teratur dan tidak menunda-nunda pekerjaan, yang terbukti sangat membantu dalam proses adaptasi di sekolah.

Setelah berbulan-bulan melalui kegiatan belajar-mengajar di kelas, saya dapat mengingat kembali ILT sebagai suatu kegiatan yang seru. Mengingat kembali teriakan dan bentakan kakak kelas, saya mulai memahami maksudnya. Saya mulai melihat ILT dari sudut pandang yang berbeda. Setiap kali saya mengingat sirine, teriakan, dan suasana intens dari pelatihan, saya menyadari bahwa semua itu sebenarnya ingin mengajarkan bahwa kepemimpinan bukan tentang diri sendiri, tetapi tentang bagaimana kita bisa memberikan dampak bagi orang lain. Setiap tugas yang diberikan mengajarkan sesuatu mulai dari disiplin, kebersamaan, atau pengorbanan. Ada rasa kebersamaan yang tumbuh dalam kesulitan dan perlahan-lahan saya mulai merasa lebih dekat dengan teman-teman seangkatan. 

Setelah kelas 10, saya merasa belum puas dengan performa saya, saya masih seringkali menyendiri dalam zona nyaman. Pada liburan kenaikan kelas, pendaftaran untuk panitia ILT dibuka, konflik batin mulai muncul dalam benakku, saya ingin keluar dari zona nyaman tetapi juga merasa takut tidak dapat mencapai. Saya tahu bahwa tetap berada di zona nyaman hanya akan membuat saya jalan di tempat dan saya ingin berkembang lebih lanjut.

Awalnya, saya merasa sangat ragu. Saya mempertimbangkan untuk tidak mendaftar karena tidak pede dengan kemampuan yang saya miliki. Mengingat pengalaman saya selama ILT sebelumnya, tugas sebagai panitia bukanlah hal yang mudah. Tetapi, dorongan untuk mencoba sesuatu yang baru membuat saya berani melangkah.

Akhirnya, saya memutuskan untuk memberanikan diri mendaftar sebagai panitia. Proses pendaftarannya sendiri adalah ujian tersendiri. Saya ragu-ragu sebelum akhirnya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada form. Proses seleksi sendiri tidak mudah, pengalaman ini menjadi pertama kali saya melalui wawancara selain ketika PSB masuk, serta saya merasakan kembali pengalaman menjadi prasis menulis esai. Saya bahkan sempat berpikir untuk mengundurkan diri di tengah proses pendaftaran, khawatir tidak diterima atau tidak mampu menjalankan tugas dengan baik.

Tapi di dalam hati, saya tahu bahwa saya tidak bisa terus berada di zona nyaman. Pemikiran saya saat itu hanya, "setidaknya saya mencoba", tanpa memikirkan tentang hasilnya, saya hanya berusaha untuk melakukan yang terbaik. Ketika pengumuman tiba dan nama saya ada dalam daftar, perasaan campur aduk muncul, senang, gugup, dan sedikit takut.

Menjalani tugas sebagai panitia adalah pengalaman yang berkesan bagi saya. Rasa lelah fisik dan mental sering kali datang, terutama ketika harus menghadapi situasi yang tidak terduga, seperti jadwal yang berubah mendadak atau peserta yang mengalami kesulitan. Namun, di balik semua kelelahan itu, ada perasaan senang yang tumbuh. Saya sadar bahwa peran kami sebagai panitia, meskipun tidak selalu terlihat, berdampak besar pada pengalaman mereka. Ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat kerja keras kami terbayar dengan sorakan kelulusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun