Zoning out dalam konteks sedang membaca adalah fenomena dimana secara fisik membaca tapi pikirannya tidak benar-benar sedang membaca.
Saya rasa ini akan sangat relate bagi Gen Z. Mengapa saya berani berstatement demikian? Karena saya Gen Z itu sendiri haha! XD
Begini alurnya..
Zaman sekarang itu era media baru, semuanya sudah berbeda ketika disandingkan beberapa dekade yang lalu. Semuanya serba cepat. Kata kuncinya itu efektif dan efisien, ya apa lagi kalau bukan itu yang memang menjadi tujuan kehadiran teknologi? Kemudian tentu ini berimbas pada cara generasi saat ini mengkonsumsi informasi. Kehadiran media yang menyediakan konten cepat, sebut saja Tiktok (video pendek), yang diikuti oleh reels Instagram dan shorts Youtube. Hasilnya apa? Pengguna bisa dapat banyak info dalam beberapa menit scrolling media sosial itu saja. Hasil lain? Short attention span (rentang perhatian yang pendek).
Frekuensi dan intensitas yang cenderung pendek-pendek dalam mengkonsumsi infomasi dapat berpengaruh terhadap tingkat fokus seseorang. Hal ini juga dipaparkan dalam hasil penelitian Chen dkk. (2022) bahwa pengguna yang kecanduan video berdurasi pendek mungkin mengalami kesulitan lebih besar dalam mempertahankan perhatian dan defisit perhatian selama menonton video berdurasi pendek serta gangguan kemampuan konsentrasi perhatian ketika memproses gangguan (distraksi).
Saat menonton video-video singkat, orang jarang masuk ke fase "flow state". Flow state itu ketika pikiran kita mengalir tertuju penuh pada apa yang sedang kita lakukan/hadapi saat itu, saat tingkatan fokus mencapai puncak dan segala bagian otak seakan tersinkronisasi dengan baik. Nah padahal ketika nonton video singkat pas dapat info baru, oh OK, lanjut scroll. Itu dia masalahnya.
Short attention span >> fokus sering melayang
Begitulah kira-kira saya sebagai pengamat sekaligus korban menceritakan alur mengapa fenomena zoning out ini pasti akrab bagi Gen Z saat ini. Mungkin tidak hanya Gen Z sih, Gen A sebagai digital native pun saya kira akan mendapat implikasi yang hampir sama, atau mungkin lebih parah.
Saya pun bingung mengenai solusi yang benar-benar 'solutip' atas permasalahan ini. Namun, sejauh pengalaman saya karena sebenarnya saya juga cukup gemar membaca buku, berikut saya paparkan beberapa solusi yang setidaknya sangat efektif bagi saya ketika menjalaninya.
Satu, KEBIASAAN.
Saya mulai membiasakan diri untuk tidak hanya bergantung pada konten-konten singkat Instagram atau Tiktok. Sebagai gantinya, saya menyelami berbagai konten bacaan di Kompasiana (bener bukan disponsori) dan Quora. Kedua platform ini seengaknya membuat saya lebih menyelami lautan gagasan yang lebih baik, ada opini yang didasari dengan alasan. Kemudian video juga saya lebih menonton Youtube yang lebih memberikan penjelasan spesifik dengan durasi lebih lama.