Mohon tunggu...
Herra Herliani
Herra Herliani Mohon Tunggu... Lainnya - APP

...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Terlantar dan Terorisme

23 Juli 2024   13:33 Diperbarui: 23 Juli 2024   18:55 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

           Terorisme merupakan salah satu bentuk kejahatan yang mendapat atensi tinggi dari masyarakat dan digolongkan ke dalam salah satu tindak pidana khusus dalam KUHP Baru. Sebagai kejahatan kemanusiaan yang termasuk dalam extra ordinary crime, terorisme memiliki dampak yang sangat besar dan luas dalam kehidupan umat manusia sehingga ditempatkan sebagai salah satu isu utama dalam High-Level Panel on Threats, Challenges, and Change oleh PBB. Indonesia berada di urutan ke-31 Indeks Terorisme Global menurut Vision of Humanity pada tahun 2023, yang menjadikannya sebagai salah satu negara dengan potensi terorisme cukup tinggi dan bisa berkembang menjadi tindakan terorisme yang nyata apabila tidak disusun agenda penanganan yang lebih optimal. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya potensi terorisme di Indonesia adalah:

  • Keanekaragaman etnis dan agama

Keanekaragaman yang seharusnya menjadi keuatan untuk menjaga kesatuan dan persatuan, malah berkembang kearah konflik dalam masyarakat dan menjadi isu utama terjadinya ketidakharmonisan. Sebagian dari mereka yang menganggap diri sebagai minoritas seringkali merasa termarginalkan dan diperlakukan tidak setara sehingga memicu mereka untuk melakukan tindakan yang secara semu meningkatkan harga diri dan memenuhi kepuasan batin mereka untuk lebih diperhatikan baik oleh pemerintah ataupun oleh masyarakat. Beberapa yang sebenarnya termasuk ke dalam golongan mayoritas pun, terkadang menunjukkan ketidakpuasannya terhadap kebijakan- kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga menciptakan keinginan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan mengganti ideologi negara dengan apa yang menurut mereka lebih baik.

  • Letak geografis dan kekayaan alam

Indonesia adalah negara yang berbatasan dengan beberapa negara, dan beberapa diantaranya berbatasan langsung tanpa lautan seperti di Kalimantan dan Papua. Pembangunan fasilitas, sarana, dan prasarana di daerah perbatasan, seringkali membuat masyarakat merasa iri dengan pembangunan di negara tetangganya yang pada akhirnya dapat memicu mereka menciptakan gerakan separatis untuk melepaskan diri dari NKRI karena sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah. Selain itu, penjagaan di wilayah perbatasan yang kurang ketat dapat menjadi pintu masuk kelompok teroris untuk menyusup masuk ke wilayah Indonesia. Begitu pun dengan kekayaan alam yang pengelolaannya dikuasai oleh pihak asing sedangkan dampak negatif pengelolaan tersebut dirasakan oleh masyarakat tanpa kompensasi yang setara, dapat meningkatkan keinginan masyarakat untuk melakukan tindakan terorisme dan radikalisme sebagai bentuk kebencian terhadap pihak-pihak yang menurut mereka terlibat dalam terciptanya kondisi yang mereka alami.

  • Kemiskinan

Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi dapat menjadi celah bagi kelompok teroris untuk merekrut anggotanya. Mereka dapat mengiming-imingi masyarakat miskin dengan upah yang besar, atau meningkatkan kebencian terhadap pemerintahan yang sah serta memotivasi mereka bahwa keadaan akan berubah apabila kelompok teroris tersebut memperoleh kemenangan.

Balita dan Anak terlantar merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan secara menyimpang dalam skala besar oleh kelompok teroris. Daya pikir mereka yang masih belum matang disertai kondisi kehidupan yang tidak stabil dan memprihatinkan dapat membuat mereka lebih mudah disugesti dengan ideologi yang dianut oleh kelompok tersebut.

            Semua faktor tersebut pada akhirnya dapat bermuara pada satu pola penyebab berkembangnya terorisme, yaitu kondisi kehidupan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan membuat rakyat mencari pihak, keadaan, ideologi, atau hal apa pun untuk disalahkan dan berupaya merubah hal tersebut dengan sesuatu yang mereka anggap lebih baik melalui tindakan pemaksaan dan kekerasan yang menimbulkan ketakutan bagi banyak orang. Dari keempat poin di atas, balita dan anak terlantar merupakan faktor yang harus mendapat perhatian dan penanggulangan dengan paradigma yang berbeda. Dilansir dari halaman SINDOnews.com, Rahmat Sori Simbolon selaku Koordinator Tim Analisis dan Evaluasi Penegakan Hukum BNPT, mengungkapkan bahwa antara tahun 2010-2015 terdapat 24 anak pelaku dan narapidana terorisme yang 15 di antaranya berada di LPKA dengan salah satunya melakukan residivisme tindak pidana terorisme.

            Menurut Permensos RI No. 08 Tahun 2012, "Anak balita telantar adalah seorang anak berusia 5 (lima) tahun ke bawah yang ditelantarkan orang tuanya dan/atau berada di dalam keluarga tidak mampu oleh orang tua/keluarga yang tidak memberikan pengasuhan, perawatan, pembinaan dan perlindungan bagi anak sehingga hak-hak dasarnya semakin tidak terpenuhi serta anak dieksploitasi untuk tujuan tertentu". Kemudian, "Anak terlantar adalah seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari orang tua/keluarga". Semakin banyaknya anak terlantar dapat dilihat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hasil Susenas MSBP 2021 menunjukkan bahwa sekitar 4,59 persen balita berstatus terlantar, adapun berdasarkan data Kementerian Sosial yang diambil dari Dashboard Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) SIKS-NG per-15 Desember 2020, jumlah anak terlantar di Indonesia sebanyak 67.368 orang   

            Upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah skenario terburuk yang mungkin terjadi mengenai keterlibatan anak terlantar dalam terorisme, adalah dengan meningkatkan perlindungan terhadap anak-anak tersebut disertai upaya meningkatkan wawasan kebangsaan dan kesiapsiagaan bela negara sebagai berikut:

  • Perwalian anak terlantar

Perwalian merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan melibatkan kewenangan lembaga hukum untuk memberikan perlindungan yang sah terhadap anak terlantar. Menurut pasal 1 angka 2 UU No. 20 Tahun 2002 disebutkan bahwa "Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Selanjutnya pada pasal 3 dijelaskan bahwa "Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera"

  • Optimalisasi fungsi lembaga perlindungan, pengasuhan, dan pengembangan anak terlantar

Lembaga perlindungan, pengasuhan, dan pengembangan anak terlantar baik yang dikelola oleh negara maupun oleh swasta harus dapat melaksanakan perannya secara optimal sehingga semua kebutuhan hidup dasar anak baik fisik maupun psikis dapat dipenuhi sehingga tidak tersirat rasa rendah diri yang berlanjut kepada keinginan untuk berontak terhadap hal-hal yang membuatnya merasa diperlakukan tidak adil hingga akhirnya terjerat tipu daya kelompok teroris. Selain itu, pengawasan terhadap lembaga yang dikelola oleh swasta harus dilakukan seoptimal mungkin untuk menghindari kamuflase gerakan bawah tanah yang merekrut anggota anak-anak dan melakukan penghimpunan dana untuk kepentingan gerakan terorisme.

  • Peningkatan program penguatan wawasan keagamaan, kebangsaan dan kesiapsiagaan bela negara pada muatan pendidikan yang diberikan untuk anak terlantar

Lembaga perlindungan, pengasuhan, dan pengembangan anak terlantar biasanya memiliki program pendidikan dan pelatihan tersendiri untuk merehabilitasi kondisi mental anak-anak terlantar. Program tersebut selayaknya diintegrasikan dengan penguatan wawasan keagamaan karena pada dasarnya terrorism has no religion, sehingga penguatan wawasan keagamaan akan menyadarkan bahwa tindakan terorisme dilarang dalam agama apapun. Program tersebut juga harus memuat wawasan kebangsaan dan kesiapsiagaan bela negara sehingga meningkatkan rasa kecintaan mereka terhadap tanah air Indonesia dan selalu berupaya untuk mengembangkan dan menjaga keutuhan negara Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun