Perlu Tidaknya Sistem Zonasi pada PPDB yang didukung dengan Kesenjangan Sistem Pendidikan dan Infrastruktur di Tingkat Daerah
Menurut BBC Indonesia, zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru disingkat PPDB adalah suatu sistem penentuan wilayah atau zona geografis yang digunakan untuk membatasi area pendaftaran dan penempatan siswa pada sekolah-sekolah. Tujuan dari penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru adalah upaya untuk pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah, khususnya sekolah negeri.Â
Dalam pasal 16 Peraturan Kementerian dan Kebudayaan No.14 tahun 2018 dijelaskan bahwa dengan menerapkan sistem zonasi, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% dari total jumlah peserta didik yang diterima. Sejak tahun 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan sistem zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (Sumber: Kemdikbud.go.id, diakses pada 20 Agustus 2023).Â
Meskipun angka kelulusan di Indonesia cukup baik namun yang menjadi masalah adalah pemerataan pendidikan yang masih tergolong rendah. Â Dengan adanya sistem zonasi ini tentu menjadikan hilangnya label sekolah "favorit" dan "tidak favorit". Tentu hal ini bagus, namun label sekolah "favorit" ini tentu ada alasan dibaliknya. Sekolah dapat dikatakan sekolah "favorit" karena fasilitas sekolah yang memadai dan tenaga pendidik yang berkualitas.
Namun, masih cukup banyak sekolah di Indonesia yang fasilitasnya dapat dibilang belum cukup layak. Dikutip dari kompas.com mengenai murid SD Negeri Cicaringin 3, Kecamatan Gunung Kencana, Lebak, Banten yang harus meniti kabel baja menyeberang Sungai Ciliman saat pulang dari sekolah. Lambannya pemerintah membangun infrastruktur membuat mereka harus rela berjalan sejauh 6 kilometer pergi dan pulang untuk mencapai sekolah dan berisiko terjatuh ke sungai.Â
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, mengatakan bahwa sistem zonasi diberlakukan sebagai upaya untuk mempercepat pemerataan kualitas pendidikan. Namun, bagaimana sistem zonasi dapat mempercepat pemerataan kualitas pendidikan jika akses dan kualitas sekolah di daerah terpencil masih diabaikan? Jika melihat dari konsep sistem zonasi ini sepertinya tidak menjelaskan bagaimana sistem zonasi tersebut dapat mempercepat kualitas pemerataan pendidikan.
Pemuda-pemudi bangsa tentu ingin mendapatkan fasilitas terbaik dalam sekolahnya. Oleh karena itu, mereka berlomba-lomba dalam Ujian Nasional untuk mendapatkan nilai terbaik sehingga dapat masuk sekolah terbaik juga. Namun, jika yang diubah hanyalah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru dan tidak fokus dalam meningkatkan akses kualitas sekolah sepertinya terlihat seperti pekerjaan yang sia-sia.Â
Jika kita mengambil dari salah satu daerah di Indonesia. Melalui Jurnal Implementasi Kebijakan Pendidikan di Kabupaten Merauke, dapat kita lihat bagaimana kondisi pendidikan di Kabupaten Merauke, Papua. Kurangnya infrastruktur dan kurangnya tenaga pendidikan berkualitas merupakan masalah utama dalam dunia pendidikan di Kabupaten Merauke, dan mungkin saja hal ini terjadi di daerah Indonesia lainnya terutama daerah terpencil. Namun kembali lagi ke pertanyaan sebelumnya, bagaimana sistem zonasi ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan?Â
Melihat banyaknya kesulitan yang harus dilalui oleh pemuda-pemudi bangsa terutama di daerah terpencil dan terpelosok untuk menuju ke sekolahnya dan bahkan saat mereka sampai di sekolah pun kualitas pendidikan yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan usaha mereka untuk sampai ke sekolahnya. Seharusnya pemerintah lebih memfokuskan untuk meningkatkan kualitas sekolah, mulai dari akses, infrastruktur, dan tenaga kependidikan yang dapat membuat perubahan yang lebih signifikan dalam pemerataan kualitas pendidikan.
Sumber:Â
(1) Thalib, Nadjih; Haris, Umiyatih. Implementasi Kebijakan Pendidikan Di Kabupaten Merauke. Jurnal Administrasi Karya Dharma, 77-78