Mohon tunggu...
Calam Rahmat
Calam Rahmat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Jurnalistik di UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Parlemen Pilihanku

1 Maret 2014   12:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:21 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini mungkin impian semua warga Negara yang ada di dunia tak di pungkiri aku juga demikian sebagai warga Negara Indonesia dari sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu, aku terlahir di Indonesia yang katanya sangat subur dan penuh dengan kemakmuran tapi nyatanya hampir dimana-mana terlihat kekacauan yang timbul dari kurang nya perhatian pemerintah terhadap rakyat kecil.

Lagi dan lagi nama pemerintah tidak bisa dihindari ketika banyak masalah yang terjadi di Indonesia, al hasil kesalah pahaman masih banyak timbul dan perselisihan semakin bebas, apa lagi semenjak kebebasan berpendapat itu di perbolehkan sejak tahun 1999 pada saat itu presiden yang menjabat ialah pak Habibi, sering aku dengar nama itu. kebebasan berpendapat yang seharusnya di pergunakan dengan baik dan bijak, disini malah di pakai untuk mengarah kepada penyudutun antar orang maupun kelompok.

Entah apa yang sedang di pikirkan mereka ketika pendapat yang telah mereka kemukakan tidak di terima dan ujung-ujung nya melakukan hal-hal yang seharusnya tidak wajar dilakukan oleh seorang warga Negara yang baik, apalagi sampai merusak kenyamanan umum. Tidak sedikit para pelaku yang mengatas namakan masyarakat yang butuh keadilan itu dari kalangan akademisi yang tergolong orang – orang aktifis yang sudah mengerti akan segala bentuk tatanan aturan yang ada di Indonesia.

Sangat disayangkan kejadian ini tidak hanya terulang untuk sekali - dua kali saja, apa dengan cara ini semua suara mereka di dengar oleh orang – orang yang duduk santai dengan beralaskan uang rakyat di dalam ruangan ber-AC? Tidak bisa menjamin semua suara mereka di dengar. Tak sedikit orang memandang hal seperti ini sebagai hal yang wajar karena menurut sebagian orang ini adalah cara terkhir dan bisa di sebut sebagai cara paing pamungkas untuk mengetuk hati para wakil rakyat itu.

Saat itu semua terjadi ketika masalah terus melanda dan akhirnya “dia” sosok utama yang katanya menjadi tolak ukur suara kami semua, ketika semua masalah dan cara penyelesaiannya di luar batas kenormalan, dia akan mulai berbicara dan ketika itu pula suaranya yang sangat di harapkan oleh kami masyarakat yang butuh akan perhatian “anda” , suara bisingan dari segala pihak saat itu terjadi terhiraukan, karena berharap semua keluh kisah ku dan yang lain terdengar olehnya “sang penguasa tanah air tercinta”.

Namun, tidak seperti apa yang di inginkan oleh ku dan yang lain bisa terwujud. Tapi dari situ aku mengerti bahwa dia sangat berusaha. Sekali lagi suara kami semua sangat sulit untuk di dengar, tidak peduli seberapa kerasnya kami melakukan hal ini, ya mungkin mereka mendengar tapi mereka mendengar itu hanya sebagai nyanyian dari para pemalas.

Bukan dia yang duduk manis berlaskan uang rakyat. Kapan aku bisa menikmati manisnya sapaan sang wakil ku di atas sana? Kapan aku bisa melihat senyum wajahnya? Kapan aku bisa mengatakan langsung “kalian memang bukan tuhan, tapi apa harus diam ketika aku dan yang lain menjerit meminta pertolongan” ?

Itu hanya sebagian kecil kalimat yang tidak sepadan dengan penderitaan yang sekarang di alami oleh kami semua. Aku di wajibkan untuk memilih pada tahun ini, memilih wakil ku dan pemimpinku untuk 5 tahun kedepan, tapi sampai saat ini aku belum bisa menentukan siapa dan bagaimana orang yang pantas duduk sebagai “sang penguasa tanah air tercinta”.

Wakil rakyat, sosok yang di dambakan hampir bahkan seluruh masyarakat Indonesia. Siapa sosok itu? apakah tuhan memang masih menyimpan sosok yang memang pantas duduk di atas sana yang akhirnya mendengar semua suara kami. Sampai saat ini dimana kami sudah pernah mempunyai berbagai wakil dari kalangan yang berbeda-beda, tapi apa daya harapanku bahkan harapan kami semua belum terwujud maksimal.

Aku tidak menyesal lahir sebagai warga Negara Indonesia, yang aku sesali hanyalah apa yang telah mereka lakukan dengan segala sistem yang telah mereka ciptakan itu, sudah sejauh mana? Apa lagi yang harus disalahkan?. Ketakutan itu akan datang ketika semua terlihat sangat santai, ya itu pandang kami semua. Tapia apa perlu semua kesalahan itu dilimpahkan kepada kami? Orang – orang yang hanya terima beres dengan segala kerjamu, disana?

Apakah mereka lupa dengan kami? Karena sekarang mereka dapat menikmati segala kesenangan yang sebelumnya mereka harapkan. Kami ijinkan untuk anda menikmati itu semuna tapi kami minta tengok kami yang ada disni, yang awalnya anda memberikan janji dan harapan seakan seorang pahlawan yang datang untuk menyelamatkan kami dalam ruang penjara.

Kerja keras yang kau lakukan untuk duduk dan berjanji menyuarakan suara kami di atas sana, apa ini hanya sebuah permainan? Banyak sekali hal yang tidak aku mengerti di balik layar sang wakil rakyat ku. Parlemen yang kau impikan seperti hal nya kau memimpikan kami untuk memilihmu, parlemen yang kau dambakan tapi tak seperti seruan janji awalmu.

Tarian dan nyanyian kemenangan telah kau suarkan namun suara dan jeritan kami sama sekali tak kau hiraukan. Apa aku dan mereka salah meminta sedikit belas dan kasih mu? Apa aku salah memintamu sedikit berbagi kesenangan dengan kami? Dan APA AKU SALAH MEMILIHMU? /: /:/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun