1. Dasar Hukum.
Dasar Hukum Penerapan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi:
a. PP nomor 71 Tahun 2019 "Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik" Pasal 60 "Tanda Tangan Elektronik berfungsi sebagai alat autentifikasi dan verifikasi atas identitas penandatangan dan keutuhan dan keautentikan informasi elektronik";
b. Perpres nomor 95 Tahun 2018 "Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik" Pasal 40 "Penjaminan kenirsangkalan sumber daya terkait data dan informasi dilakukan melalui penerapan tanda tangan digital";
c. PMK nomor 171/PMK.05/2021 "Pelaksanaan Sistem SAKTI" Pasal 3 "Penyelenggaraan pengamanan secara elektronik dilakukan dalam bentuk tanda tangan elektronik berupa one-time password, biometric, maupun bentuk lain" ;
d. PMK nomor 210/PMK.05/2022 "Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan APBN" Pasal 47 dan 49 "Pengesahan SPP oleh PPK dan SPM oleh PPSPM dilakukan menggunakan tanda tangan elektronik tersertifikasi".
2. Tujuan.
Tujuan Penerapan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi (TTE):
a. Digitalisasi pengelolaan APBN bagi Pengguna Anggaran; asi, Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan APBN;c. Penyederhanaan dan kemudahan dalam pengelolaan APBN;
d. Keamanan informasi pada transaksi keuangan negara;
e. Pengelolaan APBN berbasis ramah lingkungan;
f. Mendukung K/L untuk lebih fokus pada Fungsi Teknisnya.
3. Kondisi saat ini.
Proses pencairan anggaran yang bersumber dari APBN masih menggunakan tanda tangan manual, yang mengakibatkan sering terjadi keterlambatan dalam pengajuan SPM. Hal tersebut terjadi karena beberapa masalah diantaranya kesibukan para pejabat mulai dari KPA, PPK, PPSPM sampai dengan BP. Karena masih menggunakan tanda tangan manual, dokumen harus pejabat terkait harus menerima dokumen terlebih dahulu untuk bisa menandatanganinya.
4. Kondisi yang di harapkan.
Penerapan tanda tangan elektronik ini mempunyai harapan yang lebih baik dari sistem sebelumnya dalam melakukan pengelolaan APBN diantaranya:
a. Merubah mekanisme pengesahan dokumen pembayaran dari manual ke elektronik;
b. Mengubah format dokumen pembayaran dalam bentuk Digital;
c. Menerapkan mekanisme dan prosedur pengujian dokumen pembayaran menggunakan system;
d. Memberikan kemudahan otorisasi SPP dan SPM;
e. Mempercepat pengiriman SPM;
f. Meningkatkan keamanan transaksi pembayaran APBN;
g. Meniingkatkan efisiensi belanja APBN.
5. Permasalahan.
Saat ini sampai penerapan TTE sudah memasuki Tahap III yang sudah di mulai pada tanggal 1 September 2023 atau triwulan ke tiga tahun 2023. Namun ternyata masih terdapat permasalahan yang terjadi saat dimulainya penerapan tahap ke III ini. Dan pada ulasan kali ini kami mengangkat dua permasalahan yang terjadi diantaranya
a. Satker (K/L) yang belum memiliki sertifikat elektronik menjelang di terapkannya TTE tahap III;
b. Terjadinya eror sistem saat mulai di berlakukannya penerapan tahap III.
6. Pembahasan.
Tanda Tangan Elektronik (TTE) tersertifikasi adalah tanda tangan yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi secara digital menggunakan Sertifikat Elektronik yang diterbitkan Badan Sertifikat Elektronik (BSrE) Indonesia yang diakui oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Namun upaya peralihan yang dilakukan dari tanda tangan manual ke TTE atau Digital Signature (DS) masih terdapat beberapa permasalahan seperti diatas. Disini akan coba kita uraikan kenapa bisa terjadi permasalahan tersebut.
a. Satker (K/L) yang belum memiliki sertifikat elektronik menjelang di terapkannya TTE tahap III;
Melihat persalahan pertama sebenarnya sangat di sayangkan bisa terjadi, karena penerapan TTE ini tidaklah secara tiba tiba, namun sudah direncanakan jauh jauh hari dan sudah di sosialisakan. Bahkan aturan yang mendasari pelaksanaan ini sudah diterbitkan beberapa tahun yang lalu diantaranya Perpres nomor 95 Tahun 2018 "Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik" Pasal 40 "Penjaminan kenirsangkalan sumber daya terkait data dan informasi dilakukan melalui penerapan tanda tangan digital", PP nomor 71 Tahun 2019 "Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik" Pasal 60 "Tanda Tangan Elektronik berfungsi sebagai alat autentifikasi dan verifikasi atas identitas penandatangan dan keutuhan dan keautentikan informasi elektronik", PMK nomor 171/PMK.05/2021 "Pelaksanaan Sistem SAKTI" Pasal 3 "Penyelenggaraan pengamanan secara elektronik dilakukan dalam bentuk tanda tangan elektronik berupa one-time password, biometric, maupun bentuk lain" dan PMK nomor 210/PMK.05/2022 "Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan APBN" Pasal 47 dan 49 "Pengesahan SPP oleh PPK dan SPM oleh PPSPM dilakukan menggunakan tanda tangan elektronik tersertifikasi".
b. Terjadinya eror sistem saat mulai di berlakukannya penerapan tahap III.
TTE bisa di dapatkan dengan melakukan pengajuan pada BSrE melalui masing masing satker (K/L). Salah satu syarat untuk mengajukan TTE yaitu harus mempunyai email pribadi dinas agar mempermudah didalam melakukan pengawasan. TTE adalah hasil inovasi untuk meningkatkan kinerja penggunaan anggaran yang bersumber dari APBN, karena dengan adanya TTE ini dapat mempermudah dalam menyiapkan dokumen tagihan seperti SPP dan SPM.
Tahapan Penerapan TTE Target:
a. Jumlah K/L Tahapan penerapan TTE: Tahap I: 7, Tahap II: 45, Tahap III: 34;
b. Jumlah Satker Tahapan penerapan TTE: Tahap I: 359, Tahap II: 5.012, Tahap III: 13.997;
c. Jumlah Pejabat Perbendaharaan Tahapan penerapan TTE: Tahap I: 1.684, Tahap II: 22.320, Tahap III: 62.256.
Dari data di atas terlihat ada tiga tahap yang dapat di asumsikan bahwa Tahap I adalah tahap uji coba dalam penerapan TTE dan tahap II merupakan tahap uji coba lanjutan sedangkan tahap III merupakan tahap pelaksanaan seluruhnya. Namun
7. Kesimpulan.
a. Terdapat pejabat yang belum paham akan tugas dan tanggung jawabnya dalam menghadapi penerapan TTE dan tidak mempelajari aturan aturan yang telah di terbitkan jauh jauh hari sebelum batas akhir penerapan.
b. Kesiapan dari penyedia dan pelaksana sistem TTE belum memperhitungkan beban yang akan terjadi dalam sistem saat seluruh K/L menerapkan sistem TTE ini sehingga terjadi eror saat waktu penerapan seluruh K/l.