[caption id="" align="alignnone" width="341" caption="Aa Gym, salah satu simbol ulama, sedang bersama SBY"][/caption]
Awal cerita adalah ketika kekuatan TNI di bawah pak Harto sangatlah dominan, hal ini bisa dipahami karena latar belakang pak Harto dan visi waktu itu yang lebih banyak terfokus pada pembangunan wilayah daratan. Hingga kekuatan TNI yang awalnya sebagai penegak NKRI menggurita masuk ke sektor politik, ekonomi, dan sebagainya.Kekuatan TNI diidentikkan dengan kekuatan hijau pertama, khas seragam tentara yang memang sudah tepercaya mendukung keutuhan NKRI.
Di tengah pemupukan kekuatan TNI yang merambah ke sektor ekonomi dan tentunya politik, Gus Dur tampil memimpin Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi kemasyarakatan agama membawa panji Islam Nasionalis dengan berpaham pada ketoleransian Ahlussunnah wal jamaah. Gus Dur membawa panji kyai dan umat melalui PBNU seolah menjadi kontrol kekuatan hijau TNI melalui hijau Islam Nasionalis.
Beberapa kali tercatat perseteruan antara Gus Dur dengan pak Harto terkait dengan perbedaan pendapat dalam bingkai pembangunan NKRI dan demokrasi. Bagaimana pak Harto masih ngotot dengan stempel PKI di KTP orang yang dicurigai terlibat G30S/PKI dan sebaliknya Gus Dur menyerukan sebaliknya. Begitu juga ketika Gus Dur menggelorakan semangat budaya Tionghoa di tengah keterasingan etnis Cina yang dihembuskan pemerintah rezim Orde Baru, serta masih banyak hal lainnya.
Pada masa itu kekuatan hijau TNI dan hijau Islam Nasionalis seolah dua kekuatan bak matahari kembar, hingga kejadian pembunuhan banyak Kyai NU di ujung timur Jawa Timur serta beberapa lokasi lainnya. Tekanan-tekanan itu begitu terlihat kentara.
Hingga pada akhirnya kejatuhan pak Harto terjadi, seolah ada kesepakatan untuk mengembalikan kedua kekuatan hijau ini kembali ke habitatnya masing-masing. Pada waktu Gus Dur naik menjadi RI-1, jelas berkumandang, diserukan, dan disepakati bahwa TNI tidak boleh berpolitik serta harus fokus untuk menjaga kedaulatan NKRI. Maka pada waktu itu faksi TNI dihapuskan, juga koperasi-koperasi yang diselenggarakan oleh TNI ditinjau ulang perizinannya.
Nah, bagaimana dengan kekuatan hijau para Islam Nasionalis? Adakah dia dibiarkan untuk tetap berpolitik? PBNU dengan jelas melarang organisasi NU dibawa ke kancah politik dan melalui beberapa periode kepemimpinan akhirnya disepakati organisasi dan pengurus NU dilarang berpolitik. Hingga sampai sekarang, Kang Said, begitu beliau biasa disapa, menyatakan suatu kali, “Memang sudah seharusnya Kyai itu tidak berpolitik, tapi ngajar agama”, ketika menerima keluhan dari kyai senior tentang aktivitas politik.
Pada akhir-akhir masa hidup Gus Dur, semoga Tuhan selalu memberkahi, juga tetap menyerukan agar Kyai kembali ke pesantren melalui filterisasi Kyai Langitan, Kyai Khos, sampai Kyai Kampung dengan tujuan mengembalikan peran Kyai sebagai penopang ajaran keagamaan bukan ke ranah politik.
Dalam masa paska sepeninggal Gus Dur, masih ada beberapa Kyai yang menjadi icon politik, seperti Aa Gym dan Zainuddin MZ. Aa Gym walau agak malu-malu, diyakini masih menyimpan tendensi memanfaatkan ketokohannya untuk berpolitik, begitu juga Zainuddin MZ serta beberapa tokoh Islamlainnya yang sepertinya bersiap memanfaatkannya sebagai kendaraan politik.
Di akhir tahun ini, seolah kita disuguhi perseptif dan stigma negatif untuk Aa Gym dan Zainuddin MZ, sehingga bisa dikategorikan merusak persiapan kendaraan politik melalui ketokohan agama keduanya. Dengan menafikan sebab keduanya, stigma negatif keduanya ini seolah menjadi pelajaran bersama bahwa sudah selayaknya Kyai dan Ustadz sebagai simbol ulama agar tidak berpolitik dan harus fokus kepada pengajaran agama kepada umatnya, kembali ke habitatnya dan tidak sebaliknya, mengambil manfaat politik dari pengajaran agama kepada umatnya.
Sepertinya Indonesia sudah menuju rel yang benar, ketika demokrasi Indonesia menguat dengan peran serta masyarakat, hingga kita sering melihat demonstrasi kritik langsung kepada pemerintah berjalan dengan sopan, tentunya masyarakat dalam berperikehidupan perlu pendorong dan pengajar semangat keagamaan, di situlah peran ulama penerus ajaran nabi melalui kyai atau ustadz. Ketika umat sudah terbimbing nilai keagamaan, pada akhirnya umat itu akan tampil menjadi pemimpin bangsa yang setidaknya akan mengenal nilai keagamaan, terlebih kita berharap tidak hanya mengenal tapi menjadikan landasan dalam memimpinnya. Jadilah dua kekuatan hijau itu akan menjadi jembatan, pendukung, tiang dan penguat akan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bangkitlah Negeriku, Majulah Bangsaku!
Ditulis oleh Cak Usma dengan mengambil dari beberapa sumber media.
Penulis adalah ketua Persaudaraan Profesional Muslim Aswaja
Silakan mengunjungi Search Engine Muslim www.aswajanu.com dan Ensiklopedia Digital http://wiki.aswajanu.com
==============================================================
Kali aja menarik buat Anda:
---------------------------------
Ada Apa Sebenarnya dengan Mesir? (Sebuah Telaah Singkat & Runtut sejak Pra-Kejatuhan Mubarak)
Selamat Hari Pancasila (Jalur Tepat Menuju Mercusuar Dunia)
Konflik Regional di Seputar Indonesia
Indonesiaku, Adakah Kau Termozaik?
Keterbukaan Media vs Pergeseran Nilai
Pancasila, Dasar Negara (Islam) Indonesia
Mubarak, Andai NU Tertarik Sewenang-wenang
Apa Kabar Jazirah Arab, Mei 2012?
FPI, Jangan Dimatikan, Dijaga Saja!
FPI vs JIL, Sebuah Dramatikal?
Cara Melihat Permasalahan Terkini Negara Kita
Mengapa Sekarang Seolah Semuanya Mengarah ke Indonesia?
SBY, Tetaplah Dulu Pikul ‘Amanah’ Itu!
Ekonomi, Penggerak Chaos Politik di Afrika?
SBY di Atas Rel Sejarah yang Benar
Jayalah Indonesia: Terima Kasih Pak Harto, Gus Dur, Pak Amien
Aa Gym, Icon Kekuatan Hijau Terakhir?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H