Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ratchet Mentality Birokrat dalam Prospect Theory

15 April 2025   09:38 Diperbarui: 1 Mei 2025   17:18 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
businessman-tumbling-pawn-with-king (Ilustrasi)/Image by freepik

Di banyak birokrasi publik, efisiensi anggaran seringkali dipandang bukan sebagai prestasi, melainkan sebagai ancaman. 

Logika ini dikenal sebagai ratchet mentality---sebuah pola pikir yang membuat para manajer publik enggan menyisakan anggaran, karena khawatir alokasi tahun berikutnya akan dikurangi. 

Meskipun insentif atas efisiensi telah tersedia secara formal, nilainya cenderung kecil dibanding potensi kehilangan baseline anggaran di masa depan. 

Baca juga:

Kebijakan penghematan dengan demikian tidak otomatis menghasilkan belanja yang lebih optimal. Sebaliknya, ia dapat mendorong perilaku belanja maksimal menjelang akhir tahun anggaran, bukan karena kebutuhan, tetapi karena ketakutan.

Studi seminal oleh Lee dan Plummer (2007) menemukan bahwa perilaku anggaran pemerintah daerah menunjukkan pola ratcheting yang kuat. Ketika realisasi belanja melebihi anggaran, alokasi tahun berikutnya meningkat secara signifikan. 

Namun demikian, ketika terjadi efisiensi, anggaran tidak turun sebanding. Temuan ini diperoleh dari analisis di Bidang Pendidikan. Peneliti mengungkapkan kecenderungan ratchet anggaran. 

Studi ini menyasar lebih dari 1.000 distrik sekolah, dan secara konsisten menunjukkan bahwa ratcheting lebih kuat terjadi di komponen belanja non-mandatory, serta lebih mencolok pada daerah yang tingkat akuntabilitas publiknya rendah. 

Perilaku semacam ini berpotensi direproduksi oleh manajer publik di manapun, khususnya ketika mekanisme reward atas efisiensi tidak cukup kuat untuk mengkompensasi potensi kerugian alokasi di tahun berikutnya.

Prospect Theory yang diperkenalkan oleh Kahneman dan Tversky (1979) menawarkan lensa psikologis yang relevan untuk memahami fenomena ini. Teori tersebut menyatakan bahwa individu tidak selalu membuat keputusan secara rasional terhadap nilai absolut, melainkan berdasarkan persepsi terhadap perubahan dari titik referensi tertentu. 

Mereka cenderung menghindari risiko ketika menghadapi situasi menguntungkan (gain frame), tetapi menjadi pencari risiko saat menghadapi potensi kerugian (loss frame). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun