Mohon tunggu...
Ruslan Effendi
Ruslan Effendi Mohon Tunggu... Akuntan - Pemerhati Anggaran, Politik Ekonomi, Bahasa

Penulis pada International Journal of Public Administration

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fakta Sosial Pengawasan Intern: Emile Durkheim

15 Desember 2021   09:56 Diperbarui: 15 Desember 2021   10:28 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Emile Durkheim (https://en.wikipedia.org/wiki/%C3%89mile_Durkheim)

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menegaskan bahwa pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Definisi ini mengisyaratkan adanya berbagai aktivitas manajerial penyediaan informasi di konteks pengambilan keputusan.

Tulisan ini bertujuan untuk melengkapi khazanah pengawasan intern yang tersebut dalam mukadimah, syukur dapat meluaskan cakrawala berpikir. Tulisan diambil dari Emile Durkheim, sosiolog dan moralis, salah satu dari Trio legend, di samping Karl Marx dan Max Weber. Sebagai Sosiolog, Durkheim cenderung memandang bentuk-bentuk kolektif yang ada di masyarakat. Menurutnya, sosiologi membutuhkan subjek tersendiri, "definite field to explore” atau bidang pasti untuk dijelajahi. Sosiologi menjadi sui generis, dengan alamnya sendiri. Untuk itu, sosiologi tidak boleh direduksi dan harus dibedakan dari biologi, psikologi, filsafat, dan ilmu-ilmu lainnya.

Ada konsep Durkheim yang masih relevan hingga kini adalah apa yang disebut fakta sosial. Dikatakan fakta, karena memiliki realitas objektif di luar pikiran individu, memiliki sifat mereka sendiri, tidak kalah penting dalam bandingannya dengan dunia fisik. Terdapat tiga karakteristik yang menentukan fakta sosial: eksternalitas (externality), batasan/kendala (constraint), dan keumumam (generality).

Ketiga ciri fakta sosial tersebut, cukup menarik untuk ditarik ke pengawasan intern. Pertama, eksternalitas (externality), mengisyaratkan bahwa ada cara berpikir dan bertindak yang telah ada dan berada di luar kesadaran para pengawas. Pengawas terlahir dari institusi sosial, bercita-cita budaya, berpraktik dari apa yang sudah terbentuk, dan cenderung sudah lama. Sebagai anggota masyarakat (masyarakat pengawasan), para pengawas berkomunikasi dalam bahasa pengawasan, mematuhi kewajiban yang terkait dengan peran pengawasan, mematuhi aturan dan konvensi, dan menganut nilai-nilai dan  kepercayaan yang berlaku. Sebagai Homo Duplex, para pengawas mencurahkan kebebasan berpikir, bersikap, dan bertindak, namun norma-norma yang mengatur perilaku, kesetiaan, dan berbagai pengaturan kelembagaan bukan lah ekspresi dari keinginan atau rancangan pengawas itu sendiri. Itulah makna fakta sosial, realitas kolektif. Mrk ada di luar pengawasan  sebagai individu, produk dari warisan sejarah, dan lingkungan sosial pengawasan. Pengawasan tidak dapat memahami sifat maupun penyebab fakta sosial “dg mencari di dlm diri pengawas itu sendiri.”

Batasan (constraint). Fakta sosial, selain berada di luar individu, ber “kekuatan yg memaksa (compelling) dan memaksa (coercive)”. Compelling bermakna paksaan karena ketertarikan, konsensus, atau tidak terhindarkan, sementara coercive cenderung karena aturan. Dengan demikian, pengawasan dibatasi oleh kekuatan wajib opini publik, keyakinan , aturan moral, dan aturan hukum, dan kolektif. Masyarakat, berdasarkan “otoritas moralnya”, memaksa pengawas untuk tunduk pada “aturan tindakan dan pemikiran yang tidak dibuat atau diinginkan pengawas. Meskipun pengawas terus-menerus didorong dan ditarik oleh kekuatan-kekuatan di luar, pengawas biasanya gagal mengenali pengaruh koersif kepada mereka, secara  keliru membayangkan pengawas sebagai agen bebas yang sempurna. Pengawasan kemudian terinternalisasi tuntutan kolektif, menjadi terbiasa dengan  konvensi yang dipelajari awal menjadi pengawas, kemudian secara rutin menyesuaikan diri dengang tekanan sosial. Pada akhirnya , pengawas umumnya menganggap aturan, kelembagaan sosial sebagai hal yang pantas untuk dihormati. Fakta sosial, kemudian membuktikan tidak hanya pada realitas dunia pengawasan, tetapi juga pada pengaruhnya terhadap kehidupan individu.

Terakhir adalah keumumam (Generality). Fakta sosial juga bersifat umum dalam suatu kelompok pengawasan. Nah ada, kalimat-kalimat yang menjadi gaya Durkheim dalam memanuveri makna. Misalnya, “Kita tidak mengutuknya, karena itu adalah sebuah kejahatan, namun, itu kejahatan karena kita mengutuknya”. Demikian juga dalam fakta sosial ini, menurutnya, bukanlah fenomena kolektif karena tersebar luas,  mereka tersebar luas karena mereka adalah  fenomena kolektif.  Maknanya, fakta sosial bukan hasil yang dianut individu. Sebaliknya, fakta sosial memiliki kualitas keumumam (generality), mencerminkan kondisi kelompok yang direplikasi individu. Dalam pengawasan, individu pengawas tidak menciptakan tatanan dengan sendirinya, sebaliknya telah ada tatanan yang membentuk individu pengawas, ada tradisi yang telah lama tertanam dan menjadi konsensus dalam berperilaku dan bertindak yang disetujui bersama.

 

Epilog

Ringkasnya, menurut Dkh, fakta sosial “is in each part because it is in the whole,” not in the whole because it is in each part”. Ilustrasi mudahnya, unsur Hidrogen (H) dan oksigen (O2), itu berbeda dengan air (H2O). Menjadi tantangan berikutnya, bagaimana membangun pengawasan yang kuat? Tulisan ini tidak meresepkan untuk itu, namun pemahaman fakta sosial sangat membantu untuk mewujudkan cita-cita itu. Dengan pemahaman ini, pengawasan tidak berada pada ruang hampa, ia berada dalam hamparan ekonomi, politik, administrasi pemerintahan, dan disiplin terkait lainnya.  

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun