Dua buah dokumen Pembelaan (Pledoi) Eks GAFATAR telah dibacakan dan diperdengarkan secara terbuka untuk umum di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada hari Kamis, 16 Februari 2016 dari pukul 14.30 WIB hinggal pukul 23.40 WIB. Para Terdakwa menyatakan pembelaannya dalam pledoi No: 1107/Pen.Pid/2016/PN-Jak-Tim dengan judul “Konsistensi Millah Abraham Sebagai Jalan Kebenaran Tuhan YME”, sementara pledoi Penasehat Hukum bertema “Mengadili Cita dan Karsa Menjadikan Indonesia Mercusuar Dunia”. Pembelaan ini bertujuan untuk menjawab dan membantah dakwaan komulatif "delik agama" pasal 156 a huruf a KUHP dan "delikpolitik" pemufakatan jahat makar pasal 110 ayat (1) KUHP jo. pasal 107 ayat (2) KUHP dari Jaksa Penuntut Umum yang menuntut pidana selama 12 tahun dan 10 tahun penjara.
Kasus hukum dari Eks GAFATAR ini mengingatkan publik akan “tragedi kemanusiaan” dan pelanggaran hak-hak asasi manusia terkait pengusiran paksa ribuan warga organisasi dari pulau Kalimantan pada periode awal tahun 2016 yang lalu. Alih-alih hak para mantan GAFATAR ini mendapatkan perlindungan konstitusional dari Pemerintah, justru mereka kembali mendapatkan stigmatisasi dan diskriminasi dengan dikeluarkannya Fatwa sesat MUI No. 6 tahun 2016 dan SKB Tiga Menteri, dan terakhir anak-anak negeri ini dikriminalisasi hingga harus mendekam di jeruji besi (lihat keganjilan dan kejanggalan proses hukum di bawah ini).
Pembelaan berikutnya terkait dengan dakwaan pasal makar atau mufakat jahat untuk menggulingkan pemerintah, maka para Terdakwa menolak dengan keras karena di dalam aqidah Millah Abraham, mereka tidak diperkenankan makar atau melawan pemerintah. Mereka adalah anak-anak negeri yang cinta tanah air dan mengakui eksistensi pemerintahan NKRI ini, serta tidak pernah terlintas dalam niatnya untuk mendirikan Negara dalam Negara, karena bagi mereka semua kekuasaan itu berasal dari Allah Tuhan Semesta Alam. Jika Millah Abraham melakukan makar kepada pemerintah, maka Millah Abraham juga melakukan makar atau kudeta terhadap ketetapan Allah, dan hal ini tidak mungkin ada pada aqidah Millah Abraham. Para Terdakwa menyatakan kesadaran seperti ini didasari oleh firman Allah dalam Al-Quran surat Ali Imran (3) ayat 26-27 dan Alkitab Perjanjian Baru Roma 13: 1-3.
Dengan kata lain, para Terdakwa ini tidak mungkin melakukan upaya makar dengan membentuk organisasi Kelompok Tani bernama Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara yang bergerak dalam bidang pertanian, perikanan dan peternakan ini. Organisasi ini dibentuk bukan dalam rangka untuk menyaingi, mengkritisi ataupun menggantikan pemerintahan Negara ini. Terlebih lagi dalam fakta persidangan tidak ada saksi fakta yang menyatakan organisasi ini melakukan persiapan latihan militer atau pembelian senjata api. Selain itu, organisasi NKTN juga tidak memiliki potensi, kemampuan dan keahlian untuk menandingi eksistensi dari NKRI atau bahkan menggulingkannya.
Dakwaan dan tuntutan ini semakin tidak masuk akal karena di dalam fakta persidangan yang menghadikan saksi fakta dan saksi ahli tidak menunjukkan adanya unsur-unsur dakwaan. Para saksi fakta yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum tidak ada yang memberatkan para Terdakwa, apalagi saksi meringankan yang dihadirkan Penasehat Hukum. Bahkan dari pemeriksaan saksi ahli sejarah dan pemikiran agama, ahli antropologi agama dan ahli pidana menerangkan tidak adanya kesalahan (Mens Rea) maupun unsur perbuatan (Actus Reus) terhadap pasal penodaan agama dan makar dari para Terdakwa.
Proses persidangan telah berjalan sebanyak 23 kali selama hampir 4 bulan sampai dengan pembacaan pembelaan ini. Semua fakta persidangan sudah diuji dan diperiksa dalam majelis pengadilan yang mulia ini. Oleh karena itu, berdasarkan fakta-fakta di dalam persidangan dan pembelaan dari para Terdakwa maupun pledoi dari Penasehat Hukum, maka dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum harus DITOLAK.
Pasca pembelaan ini, bola bergulir kepada Majelis Hakim yang mulia. Replik dan duplik sudah disepakati bersama secara lesan untuk tetap pada tuntutan dari JPU dan tetap pada pembelaan dari Penasehat Hukum. Kini, semua warga republik ini menunggu keadilan dan kebijaksanaan dari Majelis Hakim yang mulai yang akan memutuskan dan mengadili perkara ini DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA pada hari Kamis tanggal 7 Maret 2017.
Para Terdakwa hanya memohon kepada Majelis Hakim untuk benar-benar adil dalam memutuskan perkara ini, terlebih lagi Hakim adalah Mandataris Tuhan YME di muka bumi, yang terikat dengan Sumpah dan Janji sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kebenaran dan keadilan benar-benar sedang diuji dalam persidangan kasus penodaan agama dan makar yang sedang marak terjadi di Negeri Indonesia ini. “Bhineka Tunggal Ika Tan Hanna Darma Mangrwa, Berbeda-beda Tetap Satu dan Kebenaran Tidak Pernah Mendua”. Semoga Begitu.
Link pemberitaan media:
http://www.bantuanhukum.or.id/web/tag/gafatar/