Mohon tunggu...
Cak Pujiono
Cak Pujiono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ini Dia Kejanggalan dan Rekayasa Muktamar ke 33 NU

11 Agustus 2015   11:52 Diperbarui: 11 Agustus 2015   11:52 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah kemarin-kemarin saya tulis tentang masalah perdebatan pra Muktamar (soal Ahwa dll). Kali ini saya akan menulis mengenai kejanggalan dan rekayasan yang terjadi di Muktamar NU ke 33 di Jombang. Kejanggalan dan rekayasa inilah yang kemudian membuah sebagian besar Muktamirin (kubu Tebuireng) tidak puas dengan hasil Muktamar. Tulisan ini saya sarikan dari obrolan dengan banyak Muktamirin yang saya kenal. Selamat membaca:

Terdapat bias persepsi dan opini bahwa seolah-olah informasi yang menyebutkan bahwa Muktamar berjalan diwarnai kericuhan, rekayasa dan manipulasi adalah bohong belaka. Padahal setiap panitia, pengurus NU, peserta muktamar atau siapapun yang berada di sana akan dengan kasat mata melihat dan merasakan berbagai kejanggalan itu.

Semua yang ditulis di sini merupakan fakta seputar kejanggalan pada tahapan muktamar yang bisa dibuktikan atau ditanyakan kepada ‘pelaku’ maupun ‘korban’ muktamar. Sudah menjadi rahasia umum dan pengetahuan bersama bahwa perjalanan muktamar memang penuh rekayasa.

Sayangnya, sebagian pihak termasuk mantan Rois Am Gus Mus mungkin tidak mengetahui ini secara utuh, atau tidak bersedia mengungkapkannya secara terbuka. Atau ada misinformasi yang beliau terima, meskipun beliau sudah menyatakan akan ‘meminjam mata dan telinga’ muktamirin untuk mengamati kondisi muktamar.

Kalau Al-Mukarram Gus Mus belum sepenuhnya melihat kejanggalan Muktamar, maka diharapkan Gus Mus lebih banyak meminjam mata dan telinga peserta muktamar. Masalah tersebut tidak akan selesai dengan kerelaan Gus Mus mencium kaki muktamirin, karena yang perlu dilakukan adalah dengarkanlah testimoni mereka dan kajilah pengakuan mereka, sehingga permasalahan muktamar benar-benar akan menjadi terang benderang dan jernih sejernih kristal.

Di sela Muktamar, KH. Said Aqil dan para pengurus lain dari kubunya juga  menyatakan di media bahwa muktamar berjalan dengan baik, tidak ada kericuhan, tidak ada rekayasa dan berjalan sesuai aturan. Pertanyaannya, aturan yang mana?

Sikap tersebut jelas berbeda dengan pernyataan dan tindakan sejumlah mantan pengurus PBNU periode 2010-2015 yang memiliki kejernihan berpikir dan obyektifitas dalam bersikap. Setidaknya itu ditunjukkan oleh Katib Am KH. Malik Madani yang turun tangan mengatasi masalah dan menganggap Muktamar kali ini sebagai muktamar yang paling amburadul sepanjang sejarah perjalanan NU.

Sikap obyektif dan terbuka juga disampaikan kiai taswuf yang biasanya irit bicara, yakni mantan Rois Syuriyyah KH. Afifuddin Muhajir yang menyatakan proses muktamar yang jujur tidak perlu diakui hasilnnya, sekaligus ia mempertanyakan tema muktamar yang mengusung peradaban namun pelaksana pelaksana muktamar jauh dari adab tersebut.

Berikut sejumlah kejanggalan dan rekayasa yang mewarnai perjalanan Muktamar. Semuanya jelas dan faktual, insyaallah tidak ada fitnah. Semua perlu diungkapkan agar ‘tidak ada dusta di antara kita’.

Ihwal Pemaksaan AHWA

  • Telah terjadi upaya pemaksaaan penerapan ahlul halli wal aqdi (ahwa) dengan segala cara yang menabrak aturan organisasi, dimana ahwa tidak diatur dalam AD/ART NU dan hanya dilegitimasi secara paksa oleh Munas NU 14 Juni. Padahal Munas pun merupakan forum di bawah muktamar yang tidak bisa merubah AD/ART dan sebatas memiliki kewenangan membahas masail diniyyah.
  • Telah terjadi pembelokan opini bahwa ahwa seolah-olah merupakan resep ampuh warisan ulama yang mujarab, terutama untuk menghindari politik uang karena disebut menghindari voting. Padahal, ahwa yang sekarang ini dipaksakan pada prakteknya hanyalah modus untuk mengegolkan kepentingan status quo, karena:
    1. Mekanisme pemilihan Anggota AHWA juga dipilih secara voting (tertutup) yang dipaksakan kepada peserta muktamar dan diserahkan pada saat registrasi dan kemudian akan dilakukan tabulasi tersendiri.
    2. Orang-orang yang dianggap pantas sebagai (calon) anggota ahwa, sudah ditentukan sebelumnya oleh panitia secara subyektif dengan cara memasukkan nama tertentu dan menafikan nama yang lain.
    3. Pemaksaan ahwa dengan dalih tidak mau mengadu kiai hanyalah bohong belaka, karena faktanya muncul 39 nama kiai yang kemudian diadu melalui sistem skoring untuk dipilih 9 di antaranya yang menjadi anggota ahwa.
    4. Pemunculan 39 nama itu juga melalui mekanisme yang janggal karena lahir dari forum rapat gabungan syuriyyah dan mustasyar yang dihadiri oleh sedikit syuriyyah dan sedikit mustasyar.
    5. Ahwa hanya diperuntukkan bagi pemilihan Rois Am Syuriyyah dan tidak untuk pemilihan Ketua Umum Tanfidziyyah. Padahal potensi money politics, justeru lebih memungkinkan pada kalangan tanfidziyyah. Atau, apakah itu artinya menyilahkan dan justeru menyiapkan pemilihan tanfidziyyah untuk dilalukan dengan penuh money politics?
    6. Pemaksa ahwa adalah pihak-pihak yang berada di belakang calon Rois Am dan Ketua Umum petahana serta tentu memiliki agenda di baliknya.

Proses Pendaftaran

  • Telah terjadi praktek penjegalan status kepesertaan oleh panitia muktamar yang dikendalikan sebagian elit PBNU, dengan cara melakukan diskriminasi peserta PWNU/PCNU/PCINU yang secara sadar menolak ahwa. Penolak ahwa diperlakukan secara tidak adil dan didzolimi dengan tidak diakui sebagai peserta muktamar, dibuktikan dengan pemberian tanda pengenal sementara yang hanya diperuntukkan acara pembukaan. Anehnya lagi, setiap peserta yang menyatakan menolak ahwa akan diberi kode TA (Tolak Ahwa) baik di dokumen kwitansi pembayaran uang registrasi, maupun tanda pengenal (ID). Perlakuan ini oleh peserta dirasakan seperti perlakuan pemerintah orde baru yang menandai orang-orang tertentu dengan kode Eks Tapol PKI.
  • Telah terjadi pelecehan dan ketidakhormatan kepada kiai dan ulama sepuh, yang ditunjukkan antara lain dengan perilaku kasar dan jauh dari akhlakul karimah kepada para kiai pada saat pendaftaran dan pembiaran terhadap kiai yang menunggu registrasi dengan pelayanan terbatas/minim. Padahal, para kiai dan ulama itu merupakan tokoh di daerahnya yang datang jauh-jauh ke Jombang untuk bermuktamar dan seharusnya mendapat pelayanan prima. Peserta yang mau mendaftar dipersepsikan sebagai pihak yang mengancam panitia, sehingga diberlakukan sistem pengamanan ketat dan galak.
  • Telah terjadi perilaku kurang terpuji seorang anak muda yang menduduki jabatan Katib Syuriyyah PBNU, Yahya Tsaquf (yang kebetulan adalah keponakan Pejabat Rois Am) terhadap Katib Am KH. Malik Madaniy yang telah secara benar dan tegas menyatakan bahwa tidak boleh ada perilaku diskriminatif status kepesertaan terhadap PWNU/PCNU pada saat registrasi. Yahya Tsaquf ini dengan lancangnya di area pendaftaran bersikeras membantah serta menyalahkan kebijakan Katib Am dan meminta Katib Am untuk menganulirnya.
  • Terdapat design proses registrasi peserta muktamar yang berbelit, dipersulit dan syarat motif politik sehingga menimbulkan keributan dan kegaduhan, misalnya adanya nuansa interogasi dan pemaksaan, jumlah pintu masuk yang terbatas (hanya satu) dan berlapis, ketersediaan jumlah loket yang tidak banyak (hanya enam meja) untuk melayani ribuan peserta, dan keharusan kehadiran semua utusan PWNU/PCNU langsung di meja pendafataran (padahal banyak yang sudah sepuh). Juga terjadi perubahan kebijakan penerimaan pendaftaran secara tidak konsisten oleh panitia dan diwarnai kebohongan.
  • Terdapat pembelokan perilaku Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dari yang seharusnya ‘menjaga ulama’ tetapi malah sebaliknya menghalang-halangi dan berperilaku kasar kepada ulama. Hal ini terutama ditunjukkan pada saat registrasi dimana Banser yang biasanya mencium tangan ulama untuk mendapatkan barokah malah mendorong-dorong ulama. Dugaan kuat, Banser tersebut hanya menjalankan perintah ‘tuannya’ atau bukan Banser yang sebenarnya alias jadi- jadian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun