Wayang, adalah seni yang memiliki filosofi yang luar biasa, merupakan akulturasi Hindu Islam. Yang mentrasformasikan pendidikan akidah dari Hindu ke Islam. Dewa yang merupakan Tuhan dalam agama Hindu, berubah tokoh dewa pada wayang kulit sebagai hamba Tuhan yang terpilih dan memiliki kelebihan dengan hadirnya tokoh dewa Semar, Bagong, Petruk dan Nala Gareng.
Wayang dan Gending.
Mungkin dalam era kolonial gending dan gamelan dijadikan tontonan maksiat, sehingga para sesepuh agama berfatwa bahwa gamelan itu (belum ada musik lain) haram hukumnya. Dan gugon tuhon (taat karena patuh) disampaikan pada cucu-cucu, gemelan itu adalah musik haram
Sekarang?
Gamelan dianggap tabu dan sangat tabu jika ada di kalangan madrasah. Saking tabunya meletakkannya di bawah musik nDangdut (Melayu) yang lebih amoral. Yang ada pada peserpsi para cucu fanatik ini adalah musik Melayu lebih dekat dengan tabuhan Islam (=Arab), sehingga jarang sekali dijumpai sekolahan Islam atau madrasah-madrasah mengajarkan musik gamelan. Opini yang sudah tertanam saat ini, jika madrasah mengajarkan musik gending Jawa dapat menyebabkan madrasah ditinggal 'audien'nya. Bayangkan jika madrasah membeli seperangkat gamelan, pasti warga protes. Begitu kuatnya gugon tuhon para audien madrasah kita saat ini
Wayang kulit >< Senetron>< Gamelan
Sebenarnya jika diperhatikan wayangkulit tidak jauh dari maksiat karena yang ditonton adalah kulit bukan manusia. Sedangkan sinetron banyak mempertontonkan aurat wanita.
Gamelan dan para panjak, wiIyogo, menabunya mempunya tatakrama, harus menghadap ke depan, dengan pakaian takwa (pakaian takwa), dan tidak jingkrak-jingkrak, para sinden duduk bersimpun dengan suaranya yang khas, tidak menari-nari. Sedangkan musik Melayu ndandut, pemusiknya jingkrak-jingkrak, dengan menonjolkan auratnya dan para biduannya sering menunjukkan gerakan-gerakan erotisnya
Penonton wayang, duduk manis, damai, sementara penonton Orkes Melayu cenderug tawuran dan mabukan Baiklah, jika semua bentuk musik itu haram, suara wanita aurat, tetapi kita harus adil, jangan meletakkan musik Jawa paling haram, bahkan paling tabu jauh di bawah musik Melayu yang sekarang sudah sama dengan gaya Lady Gaga. Jika semua pendidikan di Indonesia enggan mengajarkan musik gamelan yang asli milik Indonesia termasuk madrasah, jangan sampai sakit hati, jika nilai dan kepemilikan ini diakui oleh negara tetangga yang mungkin saja memasukkan kurikulum gamelan ke dalam Pendidikan Dasar mereka. Sekarang tugas siapa yang mengubah mindset masyarakat yang sudah terbalik dan tidak adil terhadap pandangan musik Jawa ini. Tentunya para ustadz-ustadz di madrasah, sebagai penerus dakwah model Walisanga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H