Aksi event organizer ini hanya terbuang sia-sia, yang penting untung secara materi banyak mereka dapatkan. Memprihatinkan. Inti dari itu semua adalah bagaimana kita menghidupkan aksi itu agar penikmatnya terngiang di pikiran mereka tentang pentingnya sebuah nilai-nilai perjuangan. Dan selanjutnya akan ada aksi-aksi lain yang dipelopori oleh pemuda diluar setelah momen indah ini.
Saya jadi teringat ketika founding father Muhammadiyah, K.H Ahmad Dahlan mengajarkan surat al-maun kepada santri-santrinya. Ketika itu santri beliau mulai bosan karena hanya surat itu saja yang diajarkan. Hampir 3 bulan lamanya. Mereka sudah hafal, bahkan faham makna di dalamnya. Dan singkat cerita, para santrinya pun menyuarakan kebosanan mereka kepada beliau. Beliau sengan santai menjawab, “apakah kalian sudah melakukan kandungan isi dari surat ini dalam kehidupan sehari-hari kalian, nak?”. Santrinya pun hanya tertunduk sembari merenung memikirkannya.Yah, sudah bisa diambil maknanya bahwa setiap ilmu itu harus berbekas dalam pikiran dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Pengejawantahan kepada masyarakat lain yang dibutuhkan, agar mereka tersadar. Ilmu, iman, dan amal. Ilmu amaliyah dan amal ilmiyah harus tetap ada. Bukan setelah usai aksi, lalu dilupakan bergitu saja. Usai aksi lalu kembali kepada rutinitas yang bersifat merusak dan sia-sia saja. Coba renungkan!
Muncul pertanyaan baru, apakah masyarakat juga ikut merasakan momen sumpah pemuda ini? yang saya maksud adalah semangat daya juangnya. Terutama pada masyarakat kecil dan terpinggirkan. Apakah aksi yang pemuda lakukan sudah mereka rasakan? Dan apakah masyarakat kecil ini juga ikut terbakar semangatnya dengan adanya beragam aksi tadi? Mereka ini golongan yang butuh disadarkan dan diberdayakan. Agar momen ini bisa lebih massif di semua kalangan. Komentar mereka, “makan saja susah, la kok ikut-ikut yang seperti itu”. Hei bung! Mereka ini juga butuh disadarkan. Sentuh rakyat kecil untuk membangun semangatnya, hajat hidup kedepannya kelak. Maka muncullah gerakan pemberdayaan masyarakat, namun masih sedikit saja pergerakan itu. Sisanya hanya kegiatan-kegiatan untuk mendobrak eksistensi dan citra belaka.
Maka harus mulai tumbuh pemikiran-pemikiran yang dapat mendobrak kinerja pemuda yang jauh dari hakikatnya ini. aksi bukan sekedar aksi. Harus sampai pada esensi. Semua elemen harus merasakannya. Tidak terkecuali bagi masyarakat yang belum sadar akan inti dari momentum ini. sehingga masyarakat hanya jadi penikmat yang dibodohi oleh embel-embel “sumpah pemuda” yang kalian jual. Mari kembali kepada khittah perjuangan sumpah pemuda yang sebenar-benarnya.
Surabaya, 28 oktober 2016
Atas nama pemuda yang rindu dengan romantisme perjuangan masa lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H