Mohon tunggu...
cak harun
cak harun Mohon Tunggu... -

lagi mengelola wiraswasta media

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setuju Pilkada Lewat DPRD Bukan Barang Haram

30 September 2014   08:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:58 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rakyat dan bangsa ini kian lama kian kekanak-kanakan, bahkan lucu, ironi, bar-bar dalam menampilkan tingkah polah dalam membela pendapatnya perihal demokrasi dan reformasi . Yang lebih lucu dan anti akal waras lagi, Presiden kita Pak SBY dari Washington DC saat jumpa pers bersumpah untuk membela Pilkada Langsung. (SBY Bersumpah Terus Perjuangkan Pilkada Langsung/beritasatu.com, 28 /9/2014).

Lebih aneh lagi, akibat rakyat setuju terhadap Pilkada lewat DPRD lalu dianggapnya kemunduran, setback ke era orde baru atau kembali ke era Pak Harto dan dikatakan sebagai anti demokrasi, tidak reformis lagi serta kecaman-kecaman lainnya. Bahkan orang yang setuju Pilkada lewat DPRD divonis merampas hak rakyat. Apalagi pasca sidang Paripurna DPR (25 September 2014) lalu yang berlangsung sangat menegangkan urat leher sebagian anggota DPR yang lagi loby-loby politik maupun para penonton TV yang ada di rumah-rumah rakyat Indonesia.

Filosofi berbangsa dan bernegara sudah pasti menginginkan bangsa, Negara dan rakyat inigemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo. Sehingga ketika ada perbedaan pendapat dalam pengelolaan dan penataan politik kekuasaan bangsa dan rakyat, kita tidak mudah kebakaran jenggot. Sedikit-sedikit bersumpah serapah. Sedikit-sedikit menyalahkan lawan pendapat dan lawan politik yang tidak sama dengan kita. Indonesia ini bukan Amerika Serikat atau bangsa asing lainnya. Demokrasi kita sedang berproses atau belum final sehingga bias tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi tingkat kledewasaan dan pendidikan rakyat kita namun tetap harus dalam bingkai prinsip demokrasi Pancasila. Bukan demokrasi liberal, bukan demokrasi kebablasan, bukan pula demokrasi terpimpin oleh sentralisme ideology asing, bahkan bukan demokrasi kapitalis yang berlandaskan kepada kekuatan modal materi semata.

Cobalah kita jujur menilai dan membaca system demokrasi Pancasila yang seringkali dijadikan argument para penentang amandemen terhadap UUD 1945 disaat awal awal reformasi bergulir hingga sekarang. Sejarah mencatat ada salah satu partai dan sekelompok politikus yang mengklaim merasa paling memiliki dan menjalankan Pancasila dan UUD 1945 yang asli dengan konsekuen. Mari kita mengingat mereka yang mengatakan bahwa reformasi saat ini telah jauh menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945, reformasi dikatakannyatelah kebablasan dan sebagainya.

Apa yang terjadi sekarang? Mereka yang anti reformasi dulu saat ini justru berada di garis terdepan berpura-pura membela reformasi dengan kasus Pilkada langsung dan Pilkada DPRD. Mereka naik pitam ketika Sidang Paripurna DPR ketok palu mengesahkan UU Pilkada lewat DPRD. Mereka terus menekan orang yang setuju Pilkada lwt DPRD, mereka mengancam akan terus berjuang agar Pilkada Langsung dipilih oleh rakyat. Mereka akan terus menggalang dukungan dengan unjuk rasa melawan Pilkada Tak Langsung (Lwt DPRD). Padahal Sistem Pilkada tak langsung belum pasti lebih buruk daripada system Pilkada langsung. Sungguh menyedihkan jika pendapat mereka terus diprovokasikan kepada rakyat awam dengan interpretasi yang salah namun sudah mengatasnamakan rakyat. Seolah Pilkada lewat parlemen di DPRD tidak mengikutsertakan rakyat padahal yang milih anggota DPRD/parlemen sejatinya juga rakyat tapi kenapa harus dipersalahkan? Apa sudah keluar dari demokrasi? Lebih sesuai mana dengan Pancasila sila ke-4? Mari kita renungkan hai mereka yang merasa paling Pancasilais dan pembela UUD 1945 yang asli?

Kenapa demokrasi lewat perwakilan di parlemen dijadikan alasan menolak UU Pilkada DPRD dan sepertinya diberi hokum”HARAM”? Pak SBY memang produk Pilpres Langsung 2004 dan 2009. Jokowi juga produk Pilpres langsung 2014. Akan tetapi Pilkada lewat DPRD bagi orang yang berpikir jernih dan berhati bersih justru itu adalah tindakan bijak bestari karena masyarakat kita belum semuanya memahami makna demokrasi sehingga melalui demokrasi perwakilan lebih tepat. Selama sepuluh tahun lebih pasca reformasi 1998 bangsa ini terutama para elit politik perlu menyadari kekeliruannya yang menggelar Pilkada secara langsung dengan berbagai ekses-ekses negatifnya yang masih terasa hingga saat ini.

Tulisan ini sengaja membela dan mendukung penuh Pilkada lewat DPRD, karena hal itu bukanlah perbuatan HARAM yang pecan-pekan ini dijadikan isu menarik oleh masyarakat kita. Bahkan Pak SBY seolah merasa ketakutan dicap DALANG Pilkada Tak Langsung. Sampai-sampai yang terhormat Presiden kita ini jumpa pers di luar negeri mengaku dan bersumpah membela Pilkada Langsung, bahkan sepulangnya ke tanah air nanti berencana akan bertemu langsung dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Dr. Hamdan Zulfa untuk berkonsultasi menggagalkan Pilkada Tak Langsung yang telah diketok palu oleh DPR.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun