Mohon tunggu...
cak harun
cak harun Mohon Tunggu... -

lagi mengelola wiraswasta media

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sebaiknya PAN Memelopori Cara Berdemokrasi yang Elegan

9 Januari 2015   06:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:30 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PENDIDIKAN POLITIK dan demokrasi yang baik dan elegan memang minim konflik internal. Artinya proses berdemokrasi dalam melakukan pergantian pucuk pimpinan partai atau popular dengan sebutan suksesi kepemimpinan partai jauh dari perpecahan, baik itu karena kelengahan para petinggi partai sendiri maupun kuatnya intervensi dari luar partai.

Pada tahun 2014 ini tercatat sebagai tahun kegaduhan politik tanah air. Mari kita tengok saat Pemilu Legislatif April 2014, marak sekali protes sana sini atas hasil Pileg terutama bagi mereka yang gagal duduk di kursi parlemen. Selanjutnya betapa kegaduhan itu muncul kembali ketika Jokwi-JK memenangkan pertarungan Pilpres atas saingan utamanya Prabowo-Hatta. Protes di hadapan Mahkamah Konstitusi (MK) hampir setiap hari, bahkan jatuh korban.

Kegaduhan politik itupun belum berakhir beberapa bulan usai Jokowi-JK dilantik dan menyusun Kabinet Pemerintahannya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang sejak awal mati-matian mendukung Prabowo jadi Presiden lewat tangan Ketua Umum PPP waktu itu Suryadarma Ali namun berakhir dengan perpecahan hingga detik ini.

PPP sebagai fusi dari partai-partai berazaskan Islam inipun berhasil memunculkan dualisme kubu yang saling mengklaim paling legal (sah) secara hokum. Kubu DPP Djan Fariz terpilih menjadi Ketua Umum dari hasil Muktamar Jakarta sedangkan Kubu Romy (Romahurmuziy) terpilih menjadi Ketua Umum hasil Muktamar Surabaya.

Tak pelak lagi Perpecahan ini menjadi tontonan yang disiarkan oleh media setiap saat. Cara berpolitik dan berdemokrasi inipun dilakukan pula oleh partai tetangga yaitu: Partai Golongan Karya. Abu Rizal Bakri (ARB) selaku Ketua Umum sudah kadung berkoalisi dengan Prabowo sebagai capres 2014. Meski kalah tapi P Golkar tetap konsisten dengan mendukung Koalisi Merah Putih (KMP) bersama partai pendukung Prabowo-Hatta yaitu: Gerindra, PAN, PKS, PPP dan PBB.

Predikksi banyak pengamat ternyata terbukti bahwa KMP yang komandani ARB selaku Ketua Presidium gembos ditengah jalan karena PPP dan Partai Golkar bermain dua kaki dengan mendukung KOalisi Indonesia Hebat (KIH) secara diam-diam maupun vulgar bersama PDIP, Nasdem, PKB, Hanura dan PKP Indonesia. Agung Laksono Cs ternyata suskes menggembosi gerakan ARB di KMP meski hingga saat ini belum jelas juga juntrungannya.

Seperti halnya PPP, Partai Golkar juga tertimpa fenomena politik belah duren, mengambil istilah Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam setiap kesempatan mengatakan politik belah duren menjadi trend saat ini. Politik belah duren di Partai Golkar berlangsung lebih tegang ketimbang PPP. Karena selain menghasilkan Kepengurusan DPP ganda diawali dengan insiden kekerasan di kantornya sendiri di kawasan Slipi saat rapat Pleno berlangsung.

DPP yang diketuai oleh Abu Rizal Bakri (ARB) mengklaim bahwa pihaknya yang legal sedangkan DPP yang diketuai Agung Laksono (AL) juga mengklaim bahwa pihaknya yang paling legal secara hokum. Munas Bali Vs Munas Ancol hingga kini belum menemukan titik temu apalagi ishlah masih jauh panggang dari api.

Bagaimana dengan Partai Reformasi ?

"Seperti PPP dan Golkar sekarang ini gonjang ganjing, bahwa memang itulah namanya politik, kita tidak usah gusar. Cuma masalahnya jangan sampai akibat celah sedikit dimasuki elemen yang distruktif, sehingga kita yang kompak dan solid berantakan. Jangan sampai seperti itu," kata Amien dalam rakernas PAN di kantor DPP, Jakarta, Rabu 7 Januari 2014. Hal ini seperti dilansir dari Vivanews.com.

Pesan tokoh reformasi ini mengisaratkan kepada elemen PAN bahwa trend politik belah duren seperti yang terjadi di PPP dan Partai Golkar supaya jangan merasuk ke cara berpolitik PAN apalagi partai matahari biru ini akan berkongres akhir Pebruari 2015 di Bali.

Bahkan, dalam upaya memproteksi ancaman itu, Amien menyinggung peran pemerintah. Menurut dia, pemerintah tentu tidak ingin agar partai yang berseberangan dengannya terlalu kuat. Sebab itu dinilai saat ini, PAN memang bergabung dalam Koalisi Merah Putih yang dimotori oleh Partai Gerindra pimpinan Prabowo Subianto.

Menurut Amien, sampai saat ini PAN belum pernah mengalami perpecahan sehingga diharapkan pada saat kongres nanti tidak ada perselisihan yang dapat menimbulkan keretakan. "Modal ini yang harus dipertahankan dengan sungguh-sungguh," kata Amien.

Pesan Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PAN ini sebuah sinyal adanya kompetisi yang tak mungkin dihindari antara beberapa tokoh di jajaran kaderPAN yang sama-sama menginginkan agar partai menjadi besar. Pesan Pak Amien tentu beralasan fenomena politik belah duren di dua parpol (PPP dan Partai Golkar) agar dihindari oleh setiap kader PAN.

Politik memang sulit diprediksi. Terkadang kejam seperti harimau, tapi juga kerap jinak seperti kerbau. Namun trend belah duren politik sebuah gejala baru di Indonesia pasca 16 tahun reformasi. Hal ini memang kerap menimpa eksistensi politik manapun, terkecuali parpol tersebut memiliki ketangguhan dalam berbagai segi, baik dari segi idiologi partai, kaderisasi, ketokohan serta logistic.

Dalam ulasan redaksi ini, kami hanya menggaris bawahi dan memberi catatan penting. PAN sebagai Partai yang lahir pasca reformasi masih dapat dipertaruhkan dan mampu mengatasi secara idiologi partai. Namun yang kami khawatir adalah tak memiliki sosok tokoh sekelas Amien Rais yang masih didengar nasihat-nasihatnya. Begitu juga lemahnya kaderisasi yang lamban memunculkan regenerasi di setiap jenjang kepemimpinan.

Yang tak kalah pentingnya, adalah soal logistic partai yang kerap menjadi sesuatu kendala dalam meloloskan target kepemimpinan. Apalagi jika para kader PAN terjangkiti penyakit pragmatisme politik. Tanpa logistic kendor dalam mengabdi pada gerakan partai. Inilah kekhawatiran sangat krusial. Padahal setiap kader kader yang waras pasti mengharapkan munculnya sosok pemimpin partai yang lebih mengakar, berwibawa dan mampu membesarkan partai kedepan. (M. Harun).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun