pendidikan. Dia adalah lulusan S1 Ekonomi Syariah, sedangkan saya dahulu lulusan Ilmu Politik.
Suatu ketika, saya berbincang dengan kolega saya, tentang latar belakangDan pekerjaan yang kami geluti saat ini adalah jurnalistik. Sepintas memang tidak in line dengan latar belakang studi kami dahulu. Namun dewasa ini tentu menjadi lazim di masyarakat, jika profesi yang digeluti berbeda dengan latar belakang pendidikan.
Selama menjalani dunia jurnalistik, kami pun pernah bertemu dengan sesama kawan yang menggeluti dunia jurnalistik namun tidak memiliki latar belakang studi Ilmu Jurnalistik, Ilmu Penyiaran, maupun Ilmu Komunikasi.
Ada jurnalis yang dulunya berkuliah di jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Antropologi, atau Sosiologi. Ya masih nyambung lah yaa, karena jurnalistik juga berkaitan dengan sosial kemasyarakatan.
Namun ada juga kawan jurnalis saya yang ketika kuliah dulu mengambil jurusan kuliah Pertanian, MIPA, bahkan Teknik Sipil. Bahkan status cum laude yang mereka sandang saat kelulusan, tentu menjadi peengasan bahwa mereka selayaknya menekuni profesi yang sejalan dengan studi kuliahnya setelah lulus.
"Kenapa lu nggak jadi dosen saja, Di? Kan kalau dosen bisa lebih mengaplikasikan ilmu lu?" tanya kawan saya.
"Iya sih. Tapi gua ngerasa nggak cocok dan nggak mampu jadi dosen," jawab saya santai.
Ingatan saya pun melayang ke beberapa tahun silam, saat masih berstatus fresh graduate dan baru diterima kerja sebagai jurnalis di sebuah media ekonomi. Saat itu saya  bertanya pada kakak angkatan saya di kampus yang sudah lebih dahulu menjadi jurnalis
"Kita ini apa nggak salah pilih kerjaan ya, dari jurusan ilmu politik jadi jurnalis bidang ekonomi?"
"Ya kalau mau yang benar-benar cocok dan sesuai jurusan kita, ya jadi dosen lah," jawab kakak angkatan saya itu.
Pembicaraan soal menjadi dosen ini, sedang ramai di dunia media sosial dan media online, usai salah satu bacapres 2024 Ganjar Pranowo membahas soal menjadi dosen, dalam sebuah acara yang dipandu jurnalis senior Najwa Shihab.