Pertanyaannya kemudian, dengan isyarat-isyarat dari sejumlah kader PDIP yang seolah mendukung bacapres non-PDIP itu, apakah pengaruh Megawati sebagai perekat di PDIP kian luntur?
Memang, dalam dinamika perjalanan PDIP sejak awal didirikan hingga saat ini, tak selamanya diwarnai dengan kesolidan. Beberapa politisi PDIP pernah keluar dari partai ini, sejak awal pendiriannya.
Namun keluarnya sejumlah kader nyatanya tak membuat PDIP lantas jatuh pamornya. Â Demikian halnya dengan Megawati yang semakin dominan posisinya di PDIP.
Marcus Mietzner dalam tulisannnya Ideology, Money, dan Dynastic Leadership: The Indonesia Democratic Party of Struggle 1998-201, menyebut PDIP mengalami perubahan dinamika kekuatan pada era 2000-an, ketika faksi pro Megawati menjadi dominan dalam partai.
Meski demikian, tahun berganti tahun, dan kini Megawati sudah berusia 76 tahun, alias sudah melewati masa keemasannnya. Putri pertama Presiden Soekarno dan Fatmawati Soekarno itu pun kerap menyatakan dirinya ngin berhenti menjadi ketum partai.
Namun nyatanya hingga saat ini, Megawati masih memusatkan kekuatan partai pada figur dirinya sendiri.
Meski demikian, dengan adanya sosok-sosok baru yang kini menjadi 'tokoh' di PDIP, misalnya Jokowi, bukan tak mungkin kekuatan di PDIP tak akan lagi terpusat pada seorang Megawati saja.
 Akan tetapi, sebesar apapun pengaruh Jokowi atau siapapun di PDIP, tentunya kekuatannya tak akan sebesar kekuatan yang dimiliki oleh Megawati. Hal ini tak lepas dari budaya politik di PDIP yang 'Jawa banget', dimana budaya Jawa memiliki pemusatan kekuatan di satu titik, yang disimbolkan oleh raja, ratu, ataupun keraton.
Dengan demikian, orang-orang yang berada di 'lingkaran dalam' Megawati pun menjadi kunci bagaimana  Megawati selaku ratu bagi PDIP untuk mempertahankan kekuasannya. Misalnya Hasto Kristiyanto sebagai sekjen partai, selalu menjadi 'juru bicara' bahwa seluruh kader harus tegak lurus, kepada keputusan partai yang dinyatakan oleh Megawati.  Â
Lantas mengapa saat ini banyak 'rakyat kerajaan' PDIP yang mulai mengisyaratkan untuk berseberangan pandangan dengan Megawati sang ratu?
Jika dilihat dari perspektif era kerajaan di Indonesia khusunya di Jawa, 'pemberontakan' seperti ini akan muncul, jika terdapat kekuatan keraton baru yang pengaruhnya lebih dominan dan lebih rasional untuk diterima ketimbang ideologi dari keraton yang lama.