23 Januari 76 tahun yang lalu, Dyah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, pada saat Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan sementara Indonesia usai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Ia merupakan putri sulung Presiden Soekarno dengan Fatmawati Soekarno, yang kelak menjadi satu-satunya trah Soekarno yang konsisten di panggung teratas politik negeri, hingga saat ini.
Meski beberapa saudara kandungnya juga menjadi politisi dan sama-sama mengedepankan diri sebagai trah Soekarno, namun 'seleksi alam politis' tetap menjadikan Megawati sebagai tokoh penerus biologis dan ideologis Soekarno sampai sekarang.
Semula, Megawati dan keluarga Soekarno enggan untuk masuk ke dalam politik praktis, terutama usai kejatuhan sang ayah selepas Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Namun bujukan dari politisi senior Sabam Sirait---ayah Maruarar Sirait---akhirnya berhasil meluluhkan hati Megawati untuk ikut dalam pemilihan legislatif DPR tahun 1987 bersama sang adik, Guruh Soekarnoputra.
Megawati pun dimanfaatkan oleh Ketua Umum PDI saat itu, Soerjadi, sebagai pendulang suara partai yang selalu menduduki urutan buncit selama Pemilu Orde baru ini, khususnya bagi massa yang merindukan Soekarno. Namun justru pemanfaatan Megawati ini menjadi blunder bagi PDI sendiri dalam konteks Pemilu yang disetir oleh rezim, hingga pada akhirnya ketokohan Megawati di PDI menyaingi Soerjadi, dan menjadi Ketua Umum PDI berdasarkan hasil Kongres Surabaya tahun 1993.
Pada 1996, digelarlah Kongres PDI di Medan yang dibekingi oleh pemerintah sehingga terjadi dualisme dalam PDI dan puncak dari dualisme tersebut adalah Peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996. Sejak saat itu, perpolitikan di ranah pusat Indonesia seolah tidak sedang baik-baik saja, hingga akhirnya Orde Baru tumbang pada Mei 1998.
Tumbangnya Orde Baru makin membuka jalan bagi Megawati untuk berada di jajaran petinggi negeri, hingga akhirnya istri mendiang Taufik Kiemas ini menjadi orang nomor satu di negeri ini pada periode 2001 hingga 2004.
Selepas menanggalkan jabatan sebagai presiden RI, karir politik Megawati nyatanya tak redup. Ia tetap menjadi pemimpin bagi partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Di PDIP, semua perintahnya adalah titah yang harus tegak lurus dijalankan oleh seluruh kadernya, tak terkecuali kadernya adalah seorang yang menjabat RI-1.
Berulang kali Megawati menunjukkan gestur, pernyataan, atau tindakan yang mempertegas garis komando tersebut.
Terakhir, pada Pidato HUT PDIP ke-50, Megawati menyiratkan Jokowi masih butuh dukungan legal formal dari PDIP selaku pengusung utama dalam dua kali pemilihan presiden (Pilpres).
Mundur ke belakang, pernah pula Ketua DPR Puan Maharani mengunggah swavideo yang menunjukkan Presiden Jokowi duduk di meja menghadap Megawati yang ditafsirkan banyak kalangan sebagai Jokowi adalah kader PDIP biasa yang berposisi lebih rendah dari Megawati.
Pun di awal masa pemerintahan Jokowi, Megawati tegas menyatakan Jokowi hanyalah 'petugas partai'. Dampaknya, hingga kini Megawati Soekarnoputr menjadi politikus yang paling dituruti atau bahkan ditakuti oleh Jokowi. Karena selain menjadi pemimpin partai terbesar sekaligus partai pengusungnya sebagai presiden, kesepakatan Jokowi dengan Megawati tidak semudah ketika Jokowi berunding dengan partai lainnya
Apalagi, Jokowi adalah orang Suku Jawa yang sangat kuat ewuh-pakewuh-nya.
Terlebih, Megawati adalah ketua umum partai yang belum tergantikan, khususnya jika dihitung dari sejak tumbangnya Orde Baru. Di saat partai lain sudah bergonta-ganti pimpinan partai, PDIP tetap dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.
Budaya tegak lurus kepada pimpinan di PDIP juga menjadi salah satu kunci kesolidan partai ini. Dan ketokohan Megawati serta pakewuh dari kadernyalah, yang menjaga PDIP tetap solid dan nyaris tanpa perpecahan. PDIP hingga saat ini tidak memiliki sempalan partai baru yang didirikan mantan anggotanya dan eksis di panggung teratas politik Tanah Air. Â Â Â
Dari segi karakter, Megawati tentu sadar ia tidak seperti ayahnya yang suka beradu intelektualitas. Megawati cenderung menghindari forum-forum yang mengedepankan hal itu.
Ia memang sesekali berbicara tentang Wong Cilik, namun nyaris tak pernah menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan-kebijakan Jokowi yang merugikan Marhaenis atau Wong Cilik yang diklaim sebagai massa PDIP. Seperti ketika Jokowi menaikkan harga bahan bakar minyak.
Mega juga tidak pernah membicarakan ketimpangan sosial, bahkan perlawanan terhadap kapitalisme pun cenderung dihindari. Alih-alih memasuki ranah intelektualitas, Megawati tahu betul dan pasti memanfaatkan loyalitas para kader PDIP terhadap dirinya.
Hal itu sudah berulang kali ditegaskan oleh Megawati, termasuk dalam pidato politiknya pada HUT PDIP 10 Januari 2023 lalu. Ia mengatakan kader yang tak taat aturan partai dipecat saja. Pun demikian dengan wewenang menentukan capres 2024 ada pada dirinya.
Karena itu, masalah terbesar dalam PDIP adalah ketika Megawati mengidentikkan dirinya sebagai PDIP itu sendiri. Dengan kata lain PDIP adalah Megawati, dan Megawati adalah PDIP. Jadi, Â saat ini sulitlah dibayangkan bagaimana jika kelak PDIP ditinggalkan oleh Megawati.
Bayangan saya, mungkin saja akan timbul perpecahan. Dan pihak-pihak yang mengklaim 'paling PDIP' akan saling unjuk kekuatan politik dan hukum, seperti kisah masa lalu di beberapa partai lain.
Apapun itu, selamat ulang tahun Bu Mega. Semoga sehat dan bahagia selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H