Pagi ini, saya seperti biasa memulai pekerjaan rutin hari Senin di bilangan Jakarta Pusat. Aktivitas kerja saya hari ini diawali dengan obrolan santai bersama para kolega sebelum jam kerja dimulai.
Di tengah-tengah obrolan, si kawan yang saya ajak ngobrol ini bergurau "Ntar kalo bos datang terus nanyain pekerjaan kita, lu jawab aja: Kamu naenya...? Kamu bertaenya-tanya? Ente kadang-kadang ente ya...."
"Gila lu....ntar langsung turun SPE1 lhoo, alias Surat Peringatan Etika 1, hahaha," saya membalas candaannya.
Ya, kata-kata "Kamu naenya"? itu dalam hampir sebulan belakangan menambah daftar kata-kata yang berasal dari dunia maya lalu populer dan kerap disebutkan di dunia nyata. Kata-kata itu pulalah yang mengukuhkan keterkenalan Alif, sang pemilik akun @alif_cepmek itu.
Alif pun kini menambah lagi sosok yang tersohor usai postingannya viral di media sosial. Ia sudah sejajar dengan Intan Sriastuti yang terkenal usai menyanyi lagu Reihan Baik. Atau Shinta dan Jojo yang me-lipsync lagu Keong Racun satu dekade lebih yang lalu.
Namun tidak seperti Intan yang hanya terkenal karena menyanyikan lagu Cukup Dikenang Saja versi dirinya sendiri, durasi kepopuleran Alif agak lebih lama, karena ia sebelumnya mendaulat dirinya sendiri sebagai Dilan KW.
Untuk meyakinkan followersnya bahwa ia adalah , versi 'beta' dari tokoh novel ciptaan Pidi Baiq itu, Alif pun meniru gaya berpakaian dan berbicara ala Dilan.Â
Sebelum dikenal dengan kata-kata "Kamu anenya?", ia dikenal dengan istilah gaya rambut cepmek alias cepak mekar, yang menambah hal yang bisa kita ingat dari konten Tiktoknya.
Alif pun dengan cerdas memainkan gimmick kondisi ekonomi keluarganya yang masuk kalangan menengah bawah. Dia tinggal di sebuah gang sempit permukiman padat di bilangan Jakarta Barat.Â
Kondisi ekonomi keluarga seperti ini nyatanya memang laku untuk dijual sebagai gimmick dalam dunia seni elektronik, baik di dunia maya maupun dunia nyata. Sehingga bisa menambah bumbu kisah keterkenalan pesohor.
Keterkenalan Alif juga seolah mengukuhkan Tiktok sebagai salah satu media sosial yang kini banyak digunakan oleh kaum Zilenial, termasuk di Indonesia. The New York Times dalam salah satu ulasannya menyatakan, Tiktok sangat tergantung pada mesin kecerdasan buatan (AI) untuk menyusun dan membuat aliran konten yang disesuaikan dengan kecenderungan kesukaan tiap penggunanya.