Mohon tunggu...
Agus Zain Abdullah ElGhony
Agus Zain Abdullah ElGhony Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bagai Dinasti Berbulu Demokrasi

25 Juli 2020   22:51 Diperbarui: 25 Juli 2020   22:57 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari banyak kasus di atas, kemudian meledak pada konteks relasi Jokowi dan Gibran yang hampir didukung oleh semua parpol kecuali PKS, sangat mungkin Pilkada di Solo diikuti calon tunggal saja atau jika ada calon yang muncul dari independen, tidak mempunyai dukungan yang kuat sehingga terkesan sebagai orang iseng ikut Pilkada. Apakah kuatnya posisi Jokowi sehingga partai-partai pro pemerintah "sungkan" untuk tidak mendukung.

Memang tidak mudah menjadi oposisi di era ketika kebencian merasuk dalam politik kita, ada beberapa komentar sinis nitezen dengan mencaci PKS sebagai partai kadrun hanya karena tidak memberikan dukungan kepada Gibran. Komentar yang aneh sekali, rasanya nalar sehat kita tidak akan bisa membenarkan.

Mungkin dia tidak setuju dengan PKS dan apa apa yang diperjuangkan, tetapi sikap politik tidak mendukung Gibran adalah hak partai tersebut. Dan  para pendukung Gibran harus bersyukur jika PKS mempunyai keberanian untuk mengusung calon sendiri, artinya ada proses yang lebih demokratis di Solo.

Untuk menyebut sebuah keterpilihan kerabat pejabat bagian dari sistem dinasti harus ada aspek yang mendukung.

Pertama, kuatnya posisi orang tuanya dalam politik sangat kuat sehingga menjadi tekanan yang mempengaruhi partai-partai yang ada untuk mencalonkannya bukan karena kapasitas kemampuan personal.

Kedua, mengabaikan proses pengkaderan pada partai tersebut. Bukankah kader partai yang lain ada yang merintis dari bawah, dari tingkat kecamatan, kabupaten lalu propinsi sampai di pengurus pusat. Sementara karena faktor orang tua, ia tiba-tiba muncul dan menjadi nomer satu atau menjadi calon dari partai dengan mengabaikan kader-kader yang lain.

Apa yang terjadi saat ini ??  Jangan sampai kondisi politik saat ini menjadi "dinasti berbaju demokrasi".  Gibran mempunyai hak politiknya, namun juga masarakat mempunyai hak yang sama untuk membuat analisis apakah itu politik dinasti atau bukan, jika ada sebagian masarakat ada yang menilai itu politik dinasti, maka hak mereka kedudukannya sama dengan Gibran yang mempunyai hak politik maju di pilkada Solo.

Namun harus diakui pengaruh Presiden Jokowi begitu besar dalam proses pencalonan Gibran. Apakah ini dinasti? Tidak bisa diingkari aroma dinasti mulai tercium.

Sesungguhnya yang mencemaskan bukan relasi Presiden dan Gibran, tetapi peran politik partai-partai yang terkesan ingin tampil mempesona di depan presiden dengan memberikan dukungan politik kepada Gibran, hampir semua partai mendukung kecuali PKS.

Jika nanti pilkada itu hanya ada calon tunggal atau ada calon tetapi sekedar "pupuk bawang". Partai-partailah secara moral bertanggung jawab, membuat kemenangan Gibran tidak lagi mengesankan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun