"Proses pengaderan akan mandeg, partai hanya akan diikuti dalam jalur keluarga atau teman dekat, serta meraka yang mempunyai modal uang cukup besar."Â
Burhan Muhtadi menujulis sebuah buku yang berjudul "Kuasa Uang. Politik Uang Dalam Pemilu Pasca orde baru." Apa yang menarik dari buku itu? Yang menariknya betapa uang mempunyai kuasa dalam kehidupan politik kita.
Beberapa perputaran uang dalam sebuah proses politik di negeri kita? Istilah oligarki menjadi sisi lain yang sering disebut melihat kondisi politik berbasis uang. Hanya mereka yang mempunyai dana berlimpah bisa membangun kekuasaannya. Tidak banyak dari rakyat Indonesia yang mempunyai model uang cukup untuk berada dalam pusat-pusat kekuasaan.
Seorang anggota DPRD bercerita jika dalam proses Pemilu 2019, ia menghabiskan uang lebih dari Rp 700 juta, untuk beaya politiknya. Tentu saja timbul pertanyaan, apa modal sebesar itu bisa kembali dalam 5 tahun?
Jika ia menjalani tugasnya 5 tahun, maka setidaknya ia membutuhkan uang 11 juta agar modal awal kembali. Belum beaya yang bersifat "basa-basi" budaya, misalnya saat berkunjung ke keluarga pendukungnya. Apa tidak ada oleh-oleh? Belum lagi seabrek proposal meminta sumbangan. Tetapi ia yakin, modalnya akan kembali. Saya percaya, karena ini periodenya yang kedua.
Di negera yang entah mengapa sering disebut kiblat demokrasi Amerika Serikat, ongkos dalam sebuah pilpres bisa sangat mahal. Donald Trump, walaupun sering bersifat rasis dan suka menggunakan jurus dewa mobil, dengan modal uangnya berhasil menjadi presiden negara besar Paman Sam itu.
Lalu orang bertanya, setelah menghabiskan sekian trilyun uang, AS mempunyai presiden seperti Trump. Sebagian kita dengan genit akan berkata " Demokrasi memang butuh modal."
Kuasa uang yang menjadi pendukung para politisi untuk bergerak lebih cepat, setidaknya mempunyai modal untuk memasang iklan di TV selama berbulan-bulan, bisa bersatu dengan para penggiat medsos dalam operasi viralnya sebuah berita.Â
Sedikit sekali ada politikus yang dengan "modal sedikit" bisa berhasil di kursi parlementer. Selebihnya, uang menjadi panglima yang memimpin pergerakannya menjadi anggota DPR atau DPRD.
Seroang aktifis mengeluh saat ikut persaingan anggota DPR. Dulu ketika masih jadi aktifis mudah menggerakkan masa, sekarang saat menggerakkan masa, selalu membutuhkan modal.Â