Mohon tunggu...
Agus Zain Abdullah ElGhony
Agus Zain Abdullah ElGhony Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada yang Anti Pancasila dan Ada yang Ingin Mengubah Pancasila?

27 Juni 2020   12:43 Diperbarui: 27 Juni 2020   12:46 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dunua politik kita, entah mengapa sebagian kita suka menggunakan bahasa yang kesar dan ekstrem. Ada kelompok yang dituding "anti pancasila" karena sering demo dan mengkritisi pemerintah yang sah dengan cara yang keras dan vulgar. 

Sekarang, saat marak kontroversi RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) langsung menuding inisiator dan partai pendukung sebagai kelompok yang "ingin mengubah pancasila" dan dianggap sebagai agen PKI.

Penggunaan bahasa keras dan cenderung memvonis secara berlebihan sering kita jumpai di medsos. Apakah ini gejala kemiskinan bahasa atau memang benar pilihan kata itu yang menggambarkan kondisi sebenarnya?  

Kelompok yang berujung rasa di depan gedung DPR sering dituding sebagai "kelompok anti pancasila yang tiba-tiba ingin membela pancasila" sedang yang mengusulkan RUU HIP dituding sebagai "yang ingin mengubah pancasila".

Apakah warisan dari sistem rezim-rezim sebelumnya yang gemar menuding dengan menggunakan pancasila. Bakan ada seseorang yang lupa menyebutkan salah satu dari sila pancasila sebagai orang yang kurang pancasilais, padahal ia hanya sekedar lupa, mungkin grogi karena ditanya di depan banyak orang. 

Lalu apakah karena lupa saja, kita vonis ia tidak memahami pancasila bahkan tidak pancasilais!?. Dulu di orde baru, seseorang bisa disebut anti pancasila jika dianggap mengganggu roda pemrintahan.

Sudah saatnya kita menjernihkan pemikiran kita, tidak menggunakan bahasa yang cenderung ekstrem. Anti pancasila !! Mengubah Pancasila !!. Apakah orang yang tidak mendukung kebijakan pemerintah dan cenderung mengkritiknya, apakah ia bisa disebut tidak pancasilais?

Begitu pula yang mengusulkan dan mendukung RUU HIP langsung dituding ingin mengubah pancasila !! Bukan tuduhan anti pancasila sebagai tuduhan yang keras!? Penggunaan bahasa yang baik, lebih memungkinkan demokrasi kita semakin baik. Saat masarakatnya terbiasa menyikapi perbedaan dengan dewasa, sekeras apapun perbedaan itu.

Menuding dengan keras, sungguh mengingkari akar budaya kita. Hanya karena mencoba menjelaskan program pemerintah disebut sebagai cebong. 

Dan saat mengkritik pemerintah sebagai kadrun. Benarkah demokrasi mengubah nilai-nilai budaya kita??  Sebutan cebong, kampret, kadrun, dan anjing peking, adalah sebutan yang tidak baik. 

Tetapi di alam demokrasi menjadi sah-sah saja. Mungkin benar, demokrasi memberikan ruang kebebasan tetapi demokrasi yang dibangun dengan etika akan lebih mempesona.

Beberapa kali saya tekejut sosok yang sering mengubar kata makian di media sosia menjadi nasa sumber sebuah acara TV dan sebuah seminar. 

Begitu cepatkan demokrasi kita melangkah? Sehingga bisa menerim caci maki, tidak hanya saling mencaci tetapi menuding anti pancasila dan satunya sebagai ingin mengubah pancasila.

Dua kutub yang rasanya sangat keras, tuduhan anti pancasila dan mengubah pancasila menjadi tudingan yang saling mematikan. Tapi seharusnya demokrasi yang dewasa cukup saling menyindir dan mengingatkan. Bukan saling mencaci.

Tradisi menggunakan cacian tidak hanya di kalangan biasa, bahkan di kalangan yang ada di menara gading akademik seperti para dosen dan para mahasiswa lainnya. 

Kata kata dungu, bodoh, stupid, tolol, babi, anjing, yang dalam budaya kita menjadi kata tidak sopan, sekarang di era reformasi karena sering diucapkan menjadi biasa. 

Presiden Jokowi seringkali menjadi sosok yang paling banyak dituding dengan kata-kata yang memvonis bahkan menfitnah. Mulai dari kata tidak faham pancasila, presiden bonek, plonga-plongo, sesuatu yang tidak layak diucapkan seseorang yang mengaku pancasilais.

Pancasila adalah kesepakatan agung pendiri bangsa ini.  Di dalamnya ada semangat dan nilai-nilai yang luhur untuk dijadikan pondasi keberagamaan negara kita. 

Tetapi kita semua pastilah belum mampu mengamalkan semua  butir-butir pengamalan pancasila, tetapi kita juga berharap tidak disebut anti pancasila atau tidak pancasilais karena belum mengamalkan sila-sila dalam pancasila. Jika ada perilaku dari rival politik kita, perbuatannya tidak sesesuai pancasila. Bukan berarti dia anti pancasila atau ingin memusuhi pancasila.

Akhirnya, saya Indonesia, saya pancasila, saya belajar berkata yang santun dalam menghadapi perbedaan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun