Siapapun yang pernah membaca buku tebal Di Bawah Bendera Revolusi pasti akan kagum dengan betapa hebat dan bahkan rasanya layak disebut pemikiran Sukarno sebagai pemikiran yang super genius, tentang nasionalisme, sosialisme, Â bahkan tenang "api islam".Â
Termasuk buku tulisan yang unik tentang wanita, berjudul Sarinah. Kita bisa membaca semangat yang meruap-ruap dalam buku Indonesia Menggugat. Wajar saja, jika beliau menjadi sosok besar dalam berdirinya Indonesia.
Kisah muda Sukarno yang menggebu, ingin memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Sikap marahnya kepada penindasan menjadi penggerak bagi hatinya untuk selalu bersemangat.Â
Figur yang diceritakan dengan bagus dalam penuturna Inggit Ganarsih,  Kuantar Kau Ke Gerbang. Kisah perjuangan dan kisah yang mengagumkan. Pidato pembelaan Sukarno  "Indonesia Menggugat" adalah dialektika kebangsaan yang luar biasa. Gairah perjuangan yang tidak akan pernah bisa dipadamkan.
Ketika Sukarno menjadi pribadi dewasa, kepala negara yang didampingi Ibu Fatmawati, di awal kemerdekaan Sukarno sukses menjadi figur yang mampu menggerakkan bangsa Indonesia menata awal kemerdekaannya.Â
Kemampuan retorika yang luar biasanya bisa menggerakkan masarakat untuk bersatu membangun negeri. Itu Sukarno dewasa. Secara perlahan Indonesia mempunyai marwah yang besar diantara bangsa-bangsa yang lain.
Namun ketika Sukarno beranjak tua, tantangan ekonomi yang berat, pertempuran ideologi yang begitu keras.Â
Konsep Nasakom yang dulu bisa menyatukan komponen bangsa untuk merebut kemerdekaan, berada pada titik nadhirnya. Belum lagi setelah M Hatta mengundurkan diri dari wakil presiden. Sukarno sendirian dalam deru politik yang semakin menderu.Â
Betapa beliau disanjung sebagai PBR (Pemimpin Besar Revolusi) atau Presiden Seumur Hidup, jabatan agung yang rasanya tidak sesuai dengan pola pikir Sukarno muda.Â
Jika kita membaca buku Di Bawah Bendera Revolusi, Sukarno pribadi yang tulus dan terbuka dan demokratis. Kebijakan politik mercusuar menjadi sasaran kritik yang semakin hari semakin keras. Retorika yang dulu ampuh menggerakkan masarakat melawan penjajah tidak ampuh dalam menghadapi tantanga ekonomi.
Ketika usia remaja, pertama kali melihat sosok Sukarno dalam film G 30 S PKI yang merasa sedih. Bukan itu Sukarno yang saya kenal dalam pelajaran sejarah.Â