Bau apa ini koq harum sekali?,
Tak bosan kata itu ku ulangi.
Kasihku pun menghidang seraya tertawa,
Sambil membuka tirai jendela.
Dikeletihan usai pulang bekerja,
Buaian semerbak itu pun menggoda.
Seolah lelarian diatas cawan berwarna,
Untuk menyapa diri penghilang Ielah.
Dalam terobosan malam  udara meringkik,
Terlelah mata menatap komputer jangkrik.
Tetiba udara semerbak menyerinai,
Hampiri diri kantuk pun usai.
Oh terima kasih padamu wahai kopi,
Teman setiaku selalu menemani.
Gulatan pahit dan manis terasa di bibir,
Menyentak semangat di kelelahan akhir.
Kepekatan warna seolah jadi mengulir,
Kemisterian hidup tersibak mengalir.
Keriangan hidup jadikan pengadil,
Penyeimbang kesulitan jika menampil.
Hidup jangan ditangisi,
Jika musibah menghampiri.
Jalani saja sesuai kekuatan sendiri,
Anggap uji peninggi martabat diri.
Hambatan dan tantangan beriringan,
Anggap sebagai dinamika kehidupan.
Tak ada sukses jika belum alami gagal,
Tak ada bahagia jika sedih belum ditanggal.
Ku bersandar menatap ke depan,
Rintangan dan ujian seolah ada dihadapan.
Kesuksesan dan gagal pun terbayang,
Ku saput angan saat kopi terhidang.
Wahai kopi terima kasih menemani,
Bau semerbak laksana bidadari.
Menyepak letih yang mulai memuncak,
Tuk bergiat lagi karena tugas  berarak.
@Cakbro, Bekasi, 3/10/22
#CangkirKopiMenawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H