Tersengal nafas tak beraturan,
Lekat keringat badan bercucuran.
Setelah lama berjalan seharian,
Mencari barang bekas buat makan.
Setiap blok perumahan dia lewati,
Mengulik barang  yang bisa diraih.
Barang sudah mulai menggunung,
Setoran dari istri sudah sekarung.
Terseok mereka jalan beriringan,
Untuk kembali pulang ke pangkalan.
Guratan senja mulai memerah,
Pertanda malam akan menjelang.
Dibongkar barang dalam tumpukkan,
Lalu bersihkan gerobak beralas koran.
Terlihat istri dan anak berlarian,
Tersenyum sambil bawa bungkusan.
Kericik perut pun mulai berdendang,
Pertanda waktu makan telah datang.
Terdengar suara jangkrik bersahutan,
Si burung balam pun ucapkan salam.
Dalam gerobak yang cukup panjang,
Lelapkan mereka tidur berhimpitan.
Dalam tidur pikiran menerawang,
Saat kali pertama ke metropolitan.
Rencana sambangi teman yang sukses,
Ikut merantau jual sawah bersurat leges.
Tetiba turun di terminal pemberhentian,
Begitu sibuk orang turun berserabutan.
Saat turun sambil berdesakan,
Buntelan pun raib tidak ketahuan.
Mereka panik mencari kesana-kemari,
Penjambret barang berlari dan pergi.
Sang istri pun menangis begitu sedih,
Ratapi barang yang tak kan kembali.
Tak lama tersembul sang Mentari,
Pertanda hari sudah menjelang pagi.
Mereka bangun dan bergegas diri,
Lanjutkan hari mencari rezeki.
Bekasi tengah malam, Â 24/10/22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H