Restorative Justice Terhadap Tersangka di Kejari Bontang
Kasus Pencurian Demi Biaya Pengobatan, JAM-Pidum TerapkanKejaksaan Agung, Jakarta - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual untuk menyetujui 35 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin, 28 Oktober 2024.
Salah satu kasus yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif adalah perkara yang melibatkan tersangka M.T. alias M. dari Kejaksaan Negeri Bontang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Peristiwa ini terjadi pada Rabu, 9 April 2024, pukul 11.00 WITA. Saat itu, tersangka M.T. sedang berjalan kaki di Jl. Selat Bone, RT 018, Kelurahan Tanjung Laut, Kecamatan Bontang Selatan, Kota Bontang, dengan tujuan menuju rumah temannya. Ketika berjalan, tersangka melihat pintu sebuah rumah kontrakan yang sedikit terbuka. Ia mendekati rumah tersebut dan melihat seseorang yang tertidur dengan sebuah HP Vivo Y36 hitam yang sedang di-charge di lantai.
Tanpa izin, M.T. masuk ke rumah itu dan mengambil HP tersebut. Dalam perjalanan pulang, ia mematikan HP tersebut dan berencana menjualnya untuk membantu biaya pengobatan ayahnya serta kebutuhan sehari-hari. Namun, ia mengurungkan niat menjual karena takut dan berniat mengembalikan HP itu.
Pada 13 Agustus 2024, saat M.T. bekerja di sebuah toko, ia didatangi seseorang berpakaian preman yang mengaku sebagai polisi dan menanyainya tentang HP milik korban, M.S., yang hilang pada 9 April 2024. Kasus ini menimbulkan kerugian material bagi korban M.S. sebesar Rp3.475.000.
Kepala Kejaksaan Negeri Bontang, Otong Hendra Rahayu, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum Mary Yullarty, S.H., M.H., serta Jaksa Fasilitator Brama Kuntoro, S.H., dan Nur Santi, S.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice. Dalam proses perdamaian, tersangka M.T. mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. M.S. menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum dihentikan.
Atas hasil kesepakatan perdamaian tersebut, Kepala Kejari Bontang mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejati Kalimantan Timur, Dr. Iman Wijaya, S.H., M.H.Â
Setelah mempelajari berkas, Kepala Kejati Kalimantan Timur setuju untuk penghentian penuntutan dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum, yang disetujui dalam ekspose Restorative Justice pada Senin, 28 Oktober 2024.
Selain itu, JAM-Pidum menyetujui 34 perkara lainnya melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap berbagai tersangka di beberapa Kejaksaan Negeri di Indonesia.(Ac)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H