Aceh --- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan bahwa Aceh telah menjadi simbol ketangguhan dalam menghadapi bencana di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dalam sambutan yang disampaikan Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi saat apel kesiapsiagaan dan gelar pasukan dalam rangka peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2024 di Gedung Balai Meseuraya Aceh, Banda Aceh, Selasa (10/10).
Menurut Suharyanto, pengalaman Aceh menghadapi bencana besar, terutama tsunami pada 2004 yang berdampak global, menjadikan provinsi ini sebagai contoh dalam meningkatkan kesiapsiagaan di tingkat lokal maupun nasional.
"Pengalaman (bencana tsunami, red) ini menjadikan Aceh sebagai simbol ketangguhan dalam menghadapi bencana dan meningkatkan kesiapsiagaan di tingkat lokal maupun nasional," tegasnya.
Dalam apel kesiapsiagaan tersebut, Kepala BNPB juga berpesan agar seluruh unsur yang terlibat selalu meningkatkan kewaspadaan, khususnya dalam menghadapi ancaman hidrometeorologi sesuai dengan informasi peringatan dini yang disampaikan oleh BMKG.
"Kita berkumpul ini dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi musim hujan dan potensi gempa bumi serta tsunami yang dapat terjadi kapan saja," tambahnya.
Letjen Suharyanto menekankan bahwa musim penghujan sering kali membawa ancaman bencana seperti banjir dan tanah longsor, serta dampak lainnya yang memerlukan kewaspadaan ekstra.
Ia juga mengingatkan bahwa gempa bumi bisa terjadi tanpa peringatan dan dapat menimbulkan tsunami, sehingga kesiapsiagaan dan kewaspadaan merupakan langkah mutlak dalam mengurangi risiko bencana.
"Kita harus memahami bahwa bencana bisa terjadi kapan saja, dan persiapan kita hari ini bisa menyelamatkan banyak nyawa," tegasnya lagi.
Dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan, BNPB menghimbau pemerintah daerah, instansi terkait, serta masyarakat untuk lebih antisipatif. Pemeriksaan kesiapan logistik, alat-alat peringatan dini, sistem komunikasi kebencanaan, dan memastikan tempat-tempat evakuasi harus terus dilakukan.
Selain itu, Suharyanto menyampaikan bahwa edukasi, sosialisasi, dan literasi kepada masyarakat harus dilakukan secara konsisten untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap risiko gempa bumi dan tsunami.