Semarang - Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kota Semarang sukses menggelar Diklat Da'i Kamtibmas 2024 di Hotel Grasia, Semarang, pada Sabtu (28/9/2024). Acara tersebut diikuti oleh sekitar 100 peserta yang berasal dari kalangan pendakwah LDII. Menghadirkan narasumber utama, KH Fachrur Rozi, yang juga merupakan Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo dan Ketua PD Muhammadiyah Kota Semarang, diklat ini menitikberatkan pada pentingnya peningkatan kualitas ruhiyah dan kemampuan retorika bagi seorang dai.
"Seorang dai tidak hanya dituntut untuk menguasai materi dakwah, tetapi juga perlu memiliki kualitas ruhiyah dan kemampuan beretorika yang baik," ujar KH Fachrur Rozi saat menyampaikan materi di hadapan para peserta. Menurutnya, kemampuan retorika memiliki peranan penting karena materi yang sama jika disampaikan oleh orang yang berbeda, akan menghasilkan respons audiensi yang berbeda pula.
Rozi juga menekankan pentingnya belajar retorika sebagai alat untuk mengasah kemampuan berbicara dengan singkat, jelas, padat, dan mengesankan. Menurutnya, seorang dai harus mampu berkomunikasi secara efektif melalui seluruh kepribadiannya, baik dari cara berbicara, ekspresi wajah, hingga gerak tubuh. "Bangunlah komunikasi dengan audiens melalui seluruh kepribadian Anda, dengan wajah, tangan, dan tubuh Anda," tambahnya.
Lebih lanjut, Rozi mengingatkan pentingnya mengedepankan prinsip-prinsip dakwah yang humanis. Di antaranya, konsep alqudwah qabla dakwah, yang berarti memberikan keteladanan sebelum mengajak atau berdakwah. Selain itu, ia juga memaparkan konsep attalif qabla ta'rif, yaitu membangun komunikasi dengan kelembutan antara dai dan mad'u (orang yang diajak berdakwah), serta at tadarruj fittakalif, yang artinya menyampaikan beban secara bertahap sesuai dengan perkembangan umat.
"Pendakwah harus bisa menyesuaikan dengan kemampuan audiens. Jangan membahas zakat di depan orang miskin," tegas Rozi.
Sementara itu, Ketua LDII Kota Semarang, H. Suhindoyo P., menyampaikan bahwa diklat ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dai dan daiyah LDII agar lebih luwes dan fleksibel dalam berdakwah. Selama ini, ia melihat banyak dai yang terjebak pada materi internal LDII, sehingga sulit menyesuaikan diri ketika berada di luar lingkungan mereka.
"Kami mengundang Pak Kiai Rozi yang punya wawasan luas agar dai LDII dapat memahami dakwah yang humanis. Misalnya, perbedaan fiqih harus dipahami dengan bijak, agar tidak menjadi polemik di masyarakat," jelasnya.
Suhindoyo juga menyinggung adanya pandangan negatif terhadap LDII di masyarakat. Menurutnya, ada kesalahpahaman yang harus diluruskan, seperti anggapan bahwa setiap tamu yang datang ke masjid LDII, lantainya akan dipel. "Itu tidak benar. Kami ingin membangun pemahaman yang lebih humanis di masyarakat melalui diklat ini," ungkapnya.
Ia berharap, dengan terselenggaranya diklat tersebut, para mubaligh LDII dapat memperluas wawasan mereka dan mengaplikasikannya dalam berdakwah di tengah masyarakat yang lebih luas. Harapan ini senada dengan semangat dakwah LDII yang inklusif dan terbuka.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H