Mohon tunggu...
Muhammad Baihaqi Nabilunnuha
Muhammad Baihaqi Nabilunnuha Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Dzikir, Fikir, Amal Sholeh...\r\nMade in Malang,Berproses di Kediri dan Ciputat...

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Larangan Melintas Sepeda Motor Bukan Solusi

23 Desember 2014   19:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:37 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419312649385927704

Rabu 17 Desember 2014, Pergub No. 195 tahun 2014 mulai diterapkan di DKI. Peraturan tersebut terkait kebijakan pelarangan sepeda motor melintas di Jalan Thamrin-Merdeka Barat. Diterapkannya peraturan tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat yang beraktivitas di DKI. Bahkan lebih banyak mereka yang kontra, karena memang peraturan tersebut dirasakan banyak kalangan sangat menyulitkan untuk masyarakat melakukan aktivitasnya. Banyak reaksi penolakan yang muncul di media massa maupun media sosial. Bahkan salah satu teman saya di media sosial bilang “stop kebijakan tipu-tipu, ini sama aja menambah kemacetan lainnya”.

Lalu apa yang menjadi dasar dari pemerintah provinsi DKI menerapkan peraturan tersebut? Seperti yang sudah disampaikan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama (Ahok) di beberapa media massa, pemprov DKI mengeluarkan peraturan tersebut karena ingin mengatasi kemacetan dan menekan angka kecelakaan. Benarkah demikian?

Mengurangi kemacetan, kalimat ini selalu menjadi jurus ampuh untuk melancarkan kebijakan yang terkait dengan transportasi di DKI. Kenyataannya peraturan-peraturan yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan selalu terlihat tidak optimal. Lalu apakah bisa dengan melarang sepeda motor melintas di beberapa kawasan tertentu kemacetan akan teratasi? Kalau pemerintah tidak berani menekan populasi kendaraan, maka saya rasa kebijakan pelarangan sepeda motor melintas di Thamrin-Merdeka Barat tidak akan berdampak mengurangi kemacetan. Buktinya, ketika peraturan ini diterapkan, justru terjadi kemacetan yang luar biasa di ruas jalan tanah abang yang merupakan alternatif menuju kawasan tersebut.

Selanjutnya, penjelasan Ahok kalau kebijakan ini merupakan salah satu upaya menekan angka kecelakaan memunculkan perdebatan. Menurut Indonesia Traffic Watch (ITW), data kecelakaan di kawasan tersebut sangatlah tidak valid jika dijadikan alasan. Kecelakaan justru sering terjadi di ruas jalan alternatif menuju kawasan tersebut. Lalu apa sebenarnya alasan mendasar pemerintah provinsi DKI membuat aturan tersebut? Menurut ITW, ada indikasi peraturan ini berkaitan dengan upaya mempercepat pemberlakuan Electronic Road Pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar di beberapa kawasan DKI. Kalau benar demikian, maka peraturan ini bisa dikatakan kental aroma bisnis dan “merampas” hak publik.

Terlepas dari “isu” ERP, peraturan tersebut terkesan mendiskriminasi pengguna sepeda motor yang hampir sebagian besar merupakan warga kelas menengah kebawah. Katakanlah peraturan ini untuk Jakarta yang lebih baik, tapi mengorbankan masyarakat kecil. Meskipun pemprov DKI menyediakan bus gratis di kawasan tersebut dan mau menambah lahan parkir di area yang menuju kawasan tersebut, itu bukanlah solusi. Kalau memang permasalahan utamanya ingin mengurangi kemacetan dan ingin menekan angka kecelakaan kenapa pemprov tidak menyediakan jalur khusus untuk sepeda motor saja di kawasan tersebut? Dan kalau ingin mengurangi kemacetan, menekan angka populasi kendaraan dengan cara membuat moratorium dengan para produsen kendaraan, merupakan langkah yang harus dicoba.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun