Mohon tunggu...
Cak Arif
Cak Arif Mohon Tunggu... -

Saya seorang muslim dan pekerja seni grafis Tidak ada background penulis tapi saya senang membaca tulisan dan berbagi pengalaman yang mudah mudahan bisa bermanfaat bagi pembacanya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

27-11-2009

30 November 2009   06:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:08 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hari ini aku menjadi panitia kurban 1430 Hijriah,
Jalanan begitu sepi seperti Kalbuku,
Tapi pagi begitu sejuk pertanda hari yang berkah,
Di iringi kalimat takbir aku menuju lokasi.

Aku perhatikan satu persatu hewan kurban,
Begitu tenangnya mereka menikmati rumput,
Tanpa harus berfikir sampai kapan hidup,
Betapa berkuasanya Engkau Ya Allah,
Telah menundukkan mahkluk itu untuk kami.

Aaahh...,kenapa aku tidak berkurban,
Sambil menunggu sang penyembelih,
Aku berfikir apa makna prosesi ini,
Ada perasaan miris akan kekejaman,
Lebih baik aku menyingkir aku tak sanggup.

Tetapi kegalauan hatiku tetap tak terhenti,
Ku teguhkan hati kubulatkan tekad,
Aku harus melihat penyembelihan,
Aku yakin Allah akan memberi jawaban.

Sang penyembelih datang kamipun berdoa,
Jantungkupun mulai berdetak cepat,
ketika hewan kurban mulai di giring,
Ya Allah kuatkan aku....kuatkan akuuu.

Seekor sapi di tuntun saudaraku dengan lembut,
Kamipun berusaha menjerat kaki dengan hati- hati,
Berkali-kali gagal karena kami takut dia salah jatuh,
Akhirnya...tarik...awaaaas kepalanya jangan terkilir,
Gedebuug...ikaaat...kakinya....tambatkan kepalanya.

Whuuuff.....sebuah ujian kesabaran bagiku,
Betapa kami harus menyayangi Mahkluk Allah,
Takbir makin keras perasaankupun makin kalut,
Sang penyembelih berdoa kepada Allah,
Dan dia mencoba ketajaman Golok pada tambang,
Sriiinnk....putus....Woooww... tajam sekali.

Golokpun di tempel pada leher sapi,
Seketika itu terbayang di benakku,
Nabi Ibrahim harus menempelkan itu pada Ismail,
Ya Allaaah ...Ya Allaaaah... Ya Allaaaaah,
Dadaku terasa sesak karena menahan tangis,
Aku malu harus menumpahkan air mata.

Betapa ujian keimanan hamba yang begitu berat,
Sedangkan aku berkorban hewan saja tidak sanggup,
Bagaimana seandainya aku....seandanyai akuuu....,
Yang menempelkan golok itu pada anakkuuu...,
Atau leherku sendiri yang tempel golok,
Sebagaimana Daktsur lakukan kepada kekasihMU,
Sanggupkah akuuuu...menjaga imanku Ya Allaaah...,
Aku malu kepadaMu Ya Allah...untuk mengakuinya.

Golok itupun menembus leher memutus urat,
Malaikatpun menahan kepalaku untuk tidak berpaling,
Mulutku bergetar menahan haru..,kurasakan kebesaranMu Ya Allah
Aku tak merasakan sedikitpun aroma kekejaman,
Shyeerrr...darahpun menguncur deras.., kurasakan lunturnya dosa
Teruslah deras mengalir... teruslah deras mengalir..,
Bulu bulu lembut berterbangan seakan menuju Arsy.

Kuletakkan tanganku di kepala sang sapi,
Kuingin rasakan hasrat sakaratul maut,
Kubayangkan nyawaku beranjak dari ujung jari,
Mengalir menuju ubun ubun di saksikan malaikat,
Aku takut...aku takut...aku takut mati tanpa iman Ya Allah,
Sebuah erangan keras menyadarkanku dari lamunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun