Mohon tunggu...
Tjak Gerehh
Tjak Gerehh Mohon Tunggu... -

biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis dibalik Jendela

29 Mei 2012   05:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:39 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hujan meleleh di jendela,tak terlalu lebat memang tapi cukup menggumpalkan rambut gadis sebayaku_yang kuanggap teman_menggigil diluar sana.Bibirnya biru sepucat gaunnya.Senyumnya miring.Itu karena badan sebelah kanannya cacat.Pipinya menempel bahu,kakinya jalan berjinjit,dan tangannya seolah mencengkeram kaku terangkat sebatas bahu.Tangan itu juga yang disodorkan di jendela saat kami pertama kenalan.Sementara tangan kirinya membawa nampan berisi kacang bungkus dagangan.

Bibirnya seolah mengajakku berbicara meski aku selalu tak pernah  memahaminya.Seperti menggumam.Aku tersenyum dan menggangguk-angguk untuk memberitahunya bahwa aku mengerti.Kutempelkan tanganku di kaca jendela begitu pula dia.Tangannya menunjuk kearahku.
"Apa?kamu mau baju ini?"aku menyeringai,dia juga.
"Rambutku indah?"
"Kulitku mulus?"
"Kamu mau pake lipstik?"
"Pengen kalung seperti ini?"
"Gelang?Cincin?"
Dia terkekeh riang.Banyak yang bilang gadis itu idiot.Tapi kenapa dia bisa jualan?Yang kudengar sih dia jualan untuk menghidupi dirinya sendiri.Ketika ditemukan tukang becak yang kini mengasuhnya konon oroknya jadi rebutan anjing.Kasak kusuk mengarah pada warga sekitar sini tapi entah siapa.

Kasihan juga melihat dia seperti itu.Hei,kasihan?Lalu bagaimana dengan aku?Kalau saja dia tahu keadaanku mungkin dia lebih kasihan padaku.Semua yang ditunjuknya tadi tidaklah gratis.Itu hutang kata Papi.Lagi pula aku tak sebebas dia.Tidak ada keluar rumah sendiri.Tidak ada hujan-hujanan apalagi jalan-jalan ke mall seperti rombongan ABG seusiaku.Mataku menghangat.Tangan gadis itu mengusap kaca jendela seolah ingin menyusut airmataku.Aku membalas senyumnya.Kulambaikan tangan.

Kutengok arlojiku tepat pukul setengah empat sore.Aku harus beranjak mandi dan berdandan sebelum Papi datang.Pipiku terlalu tipis untuk ditampar lagi.Malam ini malam Minggu.Debur musik remix berdentam dari lobby ditingkahi denting gelas-gelas alkohol beradu yang ditata disudut bar.Kamar-kamar seperti taman surga semerbak beraroma bunga.Oh Tuhan,sepertinya malam ini akan melelahkan dan menyakitkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun