Mohon tunggu...
Cahyo Budiman
Cahyo Budiman Mohon Tunggu... Ilmuwan - Orang biasa

tukang bakso dan mie rebus

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Kritik Presidenmu, Kolonel !

9 September 2010   18:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:19 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama Kolonel Adjie Suradji kini tengah naik daun. Perwira menengah TNI Angkatan Udara (TNI-AU) tersebut disorot berbagai pihak karena keberaniannya mengkritik pemerintah (c.q. Presiden SBY) terutama dalam hal kegagalannya memberantas korupsi. Kritikannya dinilai banyak pihak sebagai sebuah kritikan yang bernas, berani dan cerdas. Tidak ada yang salah dalam substansi kritikan tersebut. Apatah lagi euforia demokrasi pasca reformasi ini menyeduakan sebuah ceruk raksasa yang menampung timbunan kritik yang bebas dilontarkan publik kepada pemerintah. Dalam kondisi tersebut, kritik Sang Kolonel sejatinya bukanlah hal yang terlalu penting untuk dibahas panjang dan ramai oleh banyak pihak. Tetapi, yang menjadi menarik dalam hal kritik tersebut adalah posisi Kolonel Adjie yang tercatat masih sebagai perwira aktif di lingkungan TNI-AU. Posisi ini yang membuat publik menaruh perhatian khusus kepadanya.

Semua sepakat, di lingkungan militer, sangat tidak diperbolehkan mengkritik pimpinan secara terang-terangan di depan publik. Jangankan terang-terangan, loyalitas pada atasan plus perintahnya juga merupakan bagian dari sumpah prajurit yang tertuang dalam Sapta Marga TNI. Dari sudut pandang ini, Kolonel Adjie harus diakui sebagai sosok yang luar biasa berani melabrak "norma-norma" tersebut. Kolonel Adjie merasakan "kesesakan" dan "kemuakan" yang amat sangat melihat sepak terjang pemerintah yang begitu lamban menangani berbagai masalah, terutama korupsi. Rasa penat dan muak itu yang kemudian mendorongnya untuk mengkritik secara terbuka presiden-nya sendiri, yang sebagai kepala negara juga bertindak sebagai Panglima tertinggi angkatan bersenjata kita. Dalam hubungan logika tersebut, maka Kolonel Adjie sama saja dengan mengkritik panglimanya sendiri.

Salahkah ? Banyak publik mendorong dan mendukung apa yang beliau lakukan tersebut. Tapi tanpa mengurangi rasa kagum dan hormat saya akan keberanian beliau, saya dengan sangat terpaksa menyesalkan dan menyayangkan apa yang dilakukan oleh Sang Kolonel tersebut. Bukan apa-apa, karena tindakan tersebut secara politik akan menimbulkan implikasi besar cepat atau lambat.

Pertama. Kritikan Kolonel Adjie akan dibaca oleh pihak luar sebagai indikasi adanya permasalahan dalam tubuh TNI, tepatnya : masalah dalam soliditas TNI ! Jika ini terjadi, akan sangat amat berbahaya bagi republik ini ke depan. Jangan lupakan sejarah, sebelum pemberontakan PKI meletus 1965 silam, tubuh militer kita pun diguncang perpecahan tersebut. Sebagian mengkubu ke payung komunis, dan sebagian lagi masih setia dengan Pancasila-nya. Kerekatan ini pula yang menjadi salah satu pendorong munculnya ledakan tersebut. Minimal, pihak pemberontak berhasil memanfaatkan "sempalan-sempalan" yang lepas dari lingkungan militer untuk bisa menggerakan operasi mereka secara nyata.

Dalam konteks ini, Kolonel Adjie telah (atau akan) melakukan blunder yang bisa berakibat fatal ke depan. Sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan negeri ini, soliditas TNI adalah keniscayaan. Anda bisa bayangkan jika pihak musuh mengetahui TNI kita sedang timpang dan terpecah-pecah akibat masalah internal (ditandai adanya perwira yang mengkritik keras), tentu malah akan membangun semangat dan mental juang musuh untuk menghancurkan kita. Apatah lagi, kritik Kolonel Adjie muncul di saat konflik dengan Malaysia sedang dalam posisi "memuncak". Setelah sebelumnya Ibas Yudhoyono melakukan blunder dengan secara sembarangan "ngomong" bahwa TNI kita tidak siap berperang melawan Malaysia karena kekurangan senjata dan teknologi. Dengan kritik Kolonel Adjie, blunder tersebut makin sempurna. Senjata tiada, kesolidanpun nyaris sirna. Sasaran empuk bagi militer lawan, tentunya.

Kedua, kritik Kolonel Adjie mengindikasikan bahwa TNI masih memilik "birahi politik" yang cukup tinggi. Dan ini akan berbahaya bagi proses demokratisasi negeri ini ke depan. Satu poin yang di "highlighted" dalam proses reformasi adalah pengkebirian sisi politik TNI (saat itu ABRI) lewat pencabutan dwi fungsi ABRI. Selama 32 tahun lebih, politik melekat kuat di tubuh TNI, sehingga wajar sisa-sisa "birahi"-nya masih ada pasca penghapusan setelah reformasi silam. Jika "birahi" ini tidak segera dipadamkan, diyakini akan terus membesat dan membesar, lalu bisa mengancam sistem demokrasi yang dibangun negeri ini. Karena sistem negara kita jelas menempatkan militer sebagai alat pertahanan keamanan, bukan alat politik pemerintah untuk mempertahankan kekuasaan ! Birahi politik TNI hanya akan membawa TNI untuk bisa "diperalat" penguasa dalam mempertahankan kekuasaan. Dan itulah yang telah dilakukan oleh Soeharto selama 32 tahun menguasai negeri ini.

Kolonel Adjie meskinya paham catatan-catatan tersebut karena akibatnya fatal bagi stabilitas negeri ini. Di sisi lain, "kelakuan" Kolonel Adjie juga patut menjadi masukan penting bagi Mabes TNI. Mereka harus mengakui banyaknya perwira-perwira yang idealis dan kritis di tubuh mereka. Untuk mencegah terjadinya "blunder" kesekian kalinya, Mabes TNI harus membuka saluran-saluran khusus untuk bisa menampung dan mengalirkan gagasan-gagasan bernas dan kritik-kritik cerdas yang lahir dari perwira di lingkungan mereka. Hal ini bisa dilakukan lewat proses diskusi, "focus group discussion" atau "brain storming" secara berkala dan sistematis. Sehingga outputnya jelas dan memberikan solusi bagi permasalahan negeri ini. Pimpinan TNI tentunya yang kemudian diharapkan menyampaikan rumusan-rumusan tersebut ke Presiden.

Mekanisme internal itu yang harus dibangun dan dikuatkan untuk mencegah terbukanya "aib" di tubuh kita sendiri. Dan ini merupakan hal yang mendesak untuk dilakukan karena saya yakin seyakin-yakinya Kolonel Adjie tidak sendiri disana. Masih banyak perwira lain yang juga berfikiran sama dengan beliau. Bahkan jangan-jangan, keberanian beliau adalah keberanian kolektif yang juga ditopang dan disokong oleh rekan-rekan sejawatnya sesama perwira.

Jadi, sekali lagi, dengan melihat efek yang fatal bagi sistem kita ke depan, saya lebih menyarankan Kolonel Adjie untuk bisa menyalurkan "birahi"nya lewat saluran internal di organisasi TNI yang ada. Di ruang terbuka dan di depan publik, demi stabilitas dan wibawa negeri ini, saya lebih menyarankan kepada Sang Kolonel: Jangan Kritik Presidenmu !

Note: Ini tulisan pertama saya melarang seseorang mengkritik SBY

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun