Keberadaan "Nyai" terlihat ketika awal masa pendudukan bangsa Barat hingga pada awal masa kemerdekaan. Bangsa Eropa mulai masuk dan menduduki wilayah nusantara sejak dunia perniagaan di bidang rempah-rempah menjadi satu persaingan bagi negara-negara Eropa, sehingga bangsa Eropa berlomba-lomba untuk mencari tempat pusat penghasil rempah-rempah, hingga pada akhirnya negara-negara Eropa masuk ke wilayah Nusantara.Â
Banyaknya para pedagang Eropa yang berdatangan, membuat persaingan yang sangat ketat terjadi antara pedagang dan perusahaan, akibatnya keuntungan yang diperoleh merosot, untuk mengatasi hal itu pemerintah Belanda membuat satu kebijakan untuk menyatukan semua perusahaan pelayaran perniagaan. Pada tanggal 20 Maret 1602 Staten General mengeluarkan surat "Octrooi" pada perusahaan dagang yang diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (Serikat Perusahaan Perdagangan di Asia Timur).
Kedatangan para pegawai VOC ke Hindia Belanda menjadi faktor yang mempengaruhi hadirnya "Pernyaian" khususnya di pulau Jawa. Banyaknya pegawai laki-laki itu datang sebagai perjaka, dan memilih untuk tinggal bersama para Nyai pribumi sebagai gundik.Â
Kehadiran pegawai Eropa bertambah ketika dibukanya terusan Suez pada tahun 1869, sehingga banyak sekali migrasi yang terjadi pada masa itu, ditambah pada abad ke 19 - awal abad 20 sektor perdagangan, pertanian, dan industri di Hindia Belanda sedang pesat-pesatnya, maka kehadiran para kapitalis dan profesional sipil Eropa semakin banyak jumlahnya (Bedjo Riyanto,2000:40).
Sebenarnya praktik pernyaian ini sudah banyak terjadi di kalangan para pedagang Asia dan Portugis ketika jumlah pendatang laki-laki lebih banyak dibanding perempuan Eropa, sehingga kaum laki-laki ini mencari upaya supaya segala kebutuhannya terpenuhi.Â
Praktik pernyaian sudah bukan menjadi sesuatu hal yang tabu, karena memang tidak sedikit perempuan muda pribumi pada masa itu ingin di nikahi oleh para lelaki Eropa karena dianggap akan memperbaiki keturunan. Sejak awal abad ke 17 cukup banyak pejabat kolonial yang memiliki perempuan pribumi kesayangan sehingga Pernyaian ini semakin bertambah jumlahnya.
Penyebab praktik pernyaian ini terus tumbuh di tanah jajahan karena jumlah laki-laki Eropa cenderung lebih banyak dibandingkan dengan kuantitas wanita Eropa, sehingga banyak para perjaka Eropa ini memilih untuk mencari pasangan tidur dengan perempuan pribumi.Â
Sebenarnya yang menjadi alasan kurangnya kuantitas perempuan Eropa adalah perbedaan iklim yang sangat dihindari oleh kaum Eropa apalagi perempuan yang sangat rentan dengan kondisi iklim di Hindia Belanda ini sehingga mereka memilih untuk tidak ikut dengan para suaminya.Â
Kemudian, penyebab lainya adalah dengan adanya aturan gereja yang mengatakan bahwa kaum Kristen tidak boleh menikah dengan agama yang berbeda, sedangkan kaum perempuan pribumi ini mayoritas tidak beragama Kristen sehingga mereka memilih untuk tidak saling mengikat dan tetap melakukan pergundikan. Kemudian alasan terjadinya pernyaian ini adalah dengan adanya anggapan bahwa memelihara seorang Nyai ini dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan menikahinya secara resmi, karena notabene para pegawai Eropa ini belum cukup memungkinkan dari segi finansial dan membagi mental kepada keluarga dan tugas negaranya.
Peran Nyai ini sangat berpengaruh bagi penduduk Belanda, karena tidak hanya mempengaruhi budaya mereka tetapi juga bisa mempengaruhi garis keturunan mereka. Sebenarnya sangat mudah sekali untuk Tuan Belanda ini mendapatkan seorang Nyai, mereka hanya tinggal mengucapkan kata "tjari perempoean!" kepada para jongosnya, dan sebagai jongos sudah paham akan apa yang diperintahkan oleh tuannya.Â
Selain itu, peranan Nyai juga dimanfaatkan di bidang politik, kadang ada seorang pejabat yang memberikan anaknya hanya untuk mempertahankan posisi jabatannya. Nyai dalam kehidupan laki-laki Eropa ini bertugas untuk mengatur rumah tanggal dan hidup bersama tuannya, termasuk tidur dan tinggal bersamanya, tetapi Nyai ini derajatnya tidak sama dengan majikannya.